All Chapters of AMERTA (Liku Luka, Duka, dan Cinta): Chapter 1 - Chapter 10

26 Chapters

BAB 1

“Siapa kamu?” tanya seorang lelaki dengan raut muka marah, memakai jubah mandi dan sedang menyeka rambutnya yang basah dengan handuk. “Siapa kamu!?” ulangnya lagi dengan intonasi yang lebih dalam dan menyeramkan. Gadis yang terperanjat akan kehadiran lelaki itu memegang erat tali tas selempangnya. Ia menelan saliva dengan susah payah. ‘Apa aku salah masuk kamar ya?’ batin gadis yang bernama Senja tersebut. “Kamu siapa?” tanya Senja balik. “Bukankah ini kamar Nona Gauri?” Lelaki itu membanting handuknya dengan keras ke lantai dan berjalan mendekati gadis yang dengan lancang masuk ke dalam kamarnya. Setelah berjarak tiga langkah dari posisi Senja, lelaki itu membentak dengan menunjuk lantai kamar yang terbuat dari marmer bercorak abstrak. “Ini kamarku!” Senja memegang dada dan menutup mata sesaat mendengar suara lelaki itu. Jantungnya berdegup sangat kencang. Keringat dingin mulai menyelimuti dahinya. Ia mencoba menyeman
Read more

BAB 2

Senja turun kelantai dasar, tepatnya ruangan khusus para pekerja yang sedang istirahat. Ia melihat Mbok Minah yang menjabat sebagai ketua asisten rumah tangga sedang berbincang dengan seorang satpam yang bernama Pak Mahmud.Mbok Minah mengetahui kehadiran Senja dan menghentikan pembicaraannya dengan pak Mahmud.Senja duduk disebelah Mbok Minah dan berucap lirih, “Mbok, saya salah masuk kamar.”Mbok Minah menahan napas sebentar lalu melirik Pak Mahmud. Mereka berdua tampak sangat terkejut.“Ya ampun, Non.”Itu suara Mbok Minah, ia memegang sebelah lengan Senja. “Tadi ‘kan Mbok bilang dilihat baik-baik pintu kamarnya.”Pak Mahmud menambahi, “Pintu Kamar Tuan Dipta sama Nona Gauri itu sama persis warna sama desainnya, Non.”Jari Mbok Minah bergerak diudara membentuk sebuah gambar. “Bintangnya ada tujuh untuk pintu kamar Nona Gauri, sedangkan pintu kamar Tuan Dipta bintangnya ada
Read more

BAB 3

“Hai, namaku Bidari Senja,” kata Senja memperkenalkan diri dengan santai. Ia mengulurkan tangannya dihadapan Gauri. Saat ini Senja sedang berhadapan dengan gadis cantik berusia 15 tahun, disabilitas fisik, dan memiliki trauma berat sejak usia lima tahun. Selama ini Eyang Chandra tidak pernah memberitahu Senja mengenai kondisi fisik Gauri Lestari. Mengapa Eyang merahasiakan hal ini? pikir Senja. Gauri tidak mengindahkan uluran tangan Senja, tetapi ia menjawab, “Aku Gauri, kamu guru les yang baru?” Senja menyahut, “Iya, aku guru les baru kamu, salam kenal ya.” “Apa kamu terkejut, saat tahu aku duduk di kursi roda?” Senja tidak langsung menjawab, ia melihat kedua bola mata Gauri. Matanya menyiratkan luka yang sangat dalam dan sulit ditembus. “Iya, aku terkejut,” jawab Senja dengan sejujurnya. “Tapi sedikit, aku lebih terpesona dengan kecantikanmu.” Gauri mendengus kecil, lalu berujar, “Pandai sekali kamu memuji dengan waja
Read more

BAB 4

Suara teriakan, cacian, dan kemarahan menggema di seluruh arena The BR. Suara wanita lebih terdengar mendominasi karena ketakutan. “Sial! Apa-apaan ini!?” ucap si Kadal. “Kenapa bisa mati lampu?” tanyanya penasaran. Dipta mengambil handphonenya dan menyalakan flashlight kearah wajah si Kadal. “The game is over,” sahut Dipta dengan menyeringai seram. *~*~*~*~* “Gimana tadi mengajar lesnya, Mbak?” tanya Trisma sambil melipat pakaiannya dan menyimpannya kedalam lemari. “Lumayan," jawab Senja yang sedang mengeringkan rambutnya yang panjang dan bergelombang dengan hairdryer. Trisma tidak puas dengan jawaban itu. “Lumayan apa? Capek? Seru? Asik?” Senja tertawa kecil, lalu berkata, “lumayan suram.” “Iya sih,” Trisma membenarkan. “Kakak sama adik sama aja,” keluhnya. “Kamu dari umur berapa kerja disini, Ris?” tanya Senja mengubah topik pembicaraan. “Tamat SMA, Mbak. Umur 18 tahun.” “Berarti udah
Read more

BAB 5

Senja merasakan tubuhnya kaku dihadapan Eyang Chandra dan Gauri. Apalagi saat ini mereka bertiga sedang makan malam diruangan khusus keluarga, dan Senja duduk bersama seakan ia juga bagian dari keluarga Maheswara. Senja tidak suka berada di posisi ini. Seperti diistimewakan padahal hanya orang suruhan. Selama makan, hanya suara sendok dan garpu berdenting yang terdengar. Mereka bertiga makan dalam diam. Tak satupun memulai pembicaraan. Banyaknya menu makanan yang terhidang di meja tidak satupun menggugah selera makan Gauri. Ia hanya memasukkan beberapa suapan kedalam mulutnya. “Aku udah selesai,” ucap Gauri memecah keheningan. “Kak Tri, aku mau balik ke kamar,” panggil Gauri pada Trisma, asistennya Gauri. Trisma yang mendengar suara Gauri, beranjak dari dapur menuju ruang makan utama. Eyang Chandra juga menyudahi makan malamnya dan menyeka bibirnya dengan serbet. Lalu berkata pada Gauri, “Sebentar sayang, ada yang mau Eyang bicarakan dengan ka
Read more

BAB 6

Mbok Asih sangat telaten membebat tangan Senja dengan perban setelah menaruh obat antiseptik dan obat merah. “Nona yakin nggak perlu dijahit lukanya?” tanya Mbok Minah dengan nada yang penuh kecemasan.“Iya, Mbak,” Trisma menambahi. “Ke dokter aja, yuk! Nanti lukanya infeksi gimana?”“Jangan keras kepala, Non.” Pak Kasim berkata tegas. “Mud, keluarkan mobilnya,” suruh Pak Kasim pada Pak Mahmud.“Aku ‘kan nggak bisa bawa mobil, Sim. Bisanya bawa mobil-mobilan,” jawab Pak Mahmud.“Siapa suruh bawa? Aku bilang keluarkan, Mud,” sahut Pak Kasim.Trisma memukul pelan lengan Pak Kasim sedangkan Mbok Minah mencubit pinggang Pak Mahmud.“Bisa-bisanya dalam keadaan kayak gini kalian bercanda,” ucap Mbok Minah.“Iya, nih!” Trisma membenarkan ucapan Mbok Minah. “Nggak lucu, Pak Kamud.”Kamud adalah sing
Read more

BAB 7

Dipta menggenggam kuat tangan kanan Senja yang terluka. Ia tidak menyadari bahwa tangan mungil itu dibebat dengan perban. Senja merasakan tangannya berdenyut nyeri. Tubuhnya yang mungil begitu ringan dibawa paksa oleh Dipta menuruni tangga.Tangan kirinya mencoba meraih lengan Dipta yang menggenggam tangan kanannya. “Tuan!” panggil Senja. “Lepaskan saya, Tuan.”Dipta mendengar panggilan itu, tetapi tidak ia hiraukan. Ia terus berjalan cepat membawa paksa Senja melintasi ruang utama keluarga, keluar melewati pintu belakang, berbelok kearah kolam renang. Tidak ada satupun para pekerja rumah yang melihat mereka. Bahkan dua orang yang bertugas memonitor CCTV rumah, sedang tidur dengan pulas diruang kerjanya.Sesampainya di depan kolam berenang, Dipta membanting keras tubuh Senja hampir mengenai dinding marmer. Senja tersentak kaget dan merintih kesakitan karena tangannya berdenyut nyeri.Dipta bersedekap sambil memandang wajah sendu Bi
Read more

BAB 8

Gauri menceritakan semua hal yang terjadi tadi malam, apa yang telah Eyang Chandra rencanakan, alasan Senja berada dimeja makan, tujuan Gauri ingin melukai tangan serta apa yang telah Senja lakukan. Dipta mendengar semua cerita itu dalam diam. Tidak menyanggah ataupun bertanya apa-apa. Ia hanya diam mendengarkan dan mengamati adiknya bercerita.Setelah bercerita, Gauri melihat kakaknya mengepalkan tangan dan menahan segala emosi yang berkecamuk dikepala. Ia sangat mengetahui kakaknya, orang yang selalu dapat diandalkan dalam segala hal. Orang yang sangat menyayanginya, melakukan apapun untuknya, memprioritaskan adiknya tanpa diminta. Dipta mungkin bukan laki-laki yang baik, tetapi ia adalah kakak yang terbaik bagi Gauri.“Kak, Yelo hanya ingin sekolah dirumah,” ujar Gauri.Dipta menganggukkan kepalanya. “Pasti,” jawab Dipta dengan yakin, “Kamu hanya akan sekolah dirumah.”‘Akan kubuat mereka berdua menanggung akib
Read more

BAB 9

Senja berjalan menuju kamar Gauri untuk mengatakan sesuatu yang tidak sempat terucapkan saat pagi tadi karena Dipta menariknya menjauh dari kamar Gauri. Saat ini sudah pukul delapan malam, semoga waktu yang tepat, pikir Senja. Ia tidak ingin menunda membahas permasalahan yang terjadi. Ia ikut berandil didalamnya. Senja mengetuk pintu kamar dan pintu kamar terbuka menampakkan wajah Trisma. “Mbak Senja? Mbak mau—” Senja menganggukkan kepalanya. Sepertinya Senja dan Trisma memiliki ikatan telepati karena tanpa Trisma menyelesaikan kalimatnya, Senja sudah tahu apa maksudnya. “Sudah kamu sampaikan pada Gauri?” tanya Senja. Trisma langsung menganggukkan kepalanya, tersenyum lebar dan mengangkat jari jempol kanannya kearah Senja. “Non, Mbak Senjanya udah datang,” Trisma memberitahu kedatangan Senja pada Gauri. “Semoga berhasil, Mbak,” ucap Trisma sambil berlalu keluar kamar. Senja berjalan masuk kedalam kamar Gauri dan menemuk
Read more

BAB 10

“Kita mau kemana, Kak?” tanya Senja penasaran.“Ruang kerja Eyang Chandra,” jawab Bima sambil menuntun langkah Senja.Bima Ventura adalah ketua pengawal Dipta R. Maheswara. Bima memiliki lima rekan yang bekerja atas perintahnya dan Eyang Chandra.“Eyang Chandra sudah pulang?”Bima mengernyitkan keningnya mendengar pertanyaan dari Senja. “Belum. Kamu tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan dari Indonesia ke Italia?”Senja menggelengkan kepalanya.“17 Jam,” jawab Bima. “Apakah masuk akal kalau Eyang Chandra sudah pulang sekarang?”Senja kembali menggelengkan kepalanya. Ia merasa sangat bodoh karena pertanyaan tadi. Padahal ia hanya ingin basa-basi.“Jadi kenapa kita keruangan kerja Eyang Chandra?”“Nanti kamu akan tahu.”Selanjutnya tidak ada percakapan sama sekali. Mereka berdua berjalan dalam diam. Senja tahu Bima
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status