Home / Romansa / Sketsa Cinta Arina / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Sketsa Cinta Arina: Chapter 61 - Chapter 70

80 Chapters

61. Rencana Balas Budi Papa

[Andre POV]   Aku dan Arin menjalani masa-masa berpacaran kami dengan bahagia. Hariku selalu ceria ketika bersama kekasihku yang cantik dan lucu itu. Aku sungguh berharap kami bisa terus bersama selamanya, bahkan aku sudah mulai berpikir serius tentang rencana untuk menikah dengannya, walau aku masih menyimpannya untuk diriku sendiri.   Aku ingin kami punya keluarga kecil dengan dua atau tiga anak, memiliki rumah yang tidak terlalu besar, namun layak untuk tumbuh kembang anak-anak kami nanti. Kami bisa memulai bisnis sendiri, atau cukup aku yang bekerja dan Arina jadi ibu rumahtangga. Aku ingin membuat kekasihku itu menjadi wanita paling bahagia di dunia.   Namun ternyata cerita cinta kami bukanlah cerita indah antara pangeran dan puteri dalam dongeng, yang saling mencintai lalu hidup bahagia selama-lamanya. Kami berdua hanyalah manusia biasa, dan setelah sekitar lima bulan kami bersama, kami harus menghadapi masalah yan
Read more

62. Mundur atau Terus?

[Arina POV]   "Duh, yang habis lima bulanan, senyum-senyum terus dari tadi. Empat bulan sepuluh hari lagi brojol tuh," gurau Ibu menggodaku.   "Ah, Ibu. Memangnya mau lahiran? Hamil aja enggak," protesku pada Ibu dengan wajah memerah. "Lima bulannya baru besok. Aku heran, Ibu selalu tahu kalau aku dan Andre punya acara khusus. Jangan-jangan Ibu ini mata-mata dari Badan Intelijen Percintaan ya?"   Andre, pria yang awalnya aku kira sombong, ternyata sangat romantis. Dia bahkan menghitung dan mengingat tanggal jadian kami. Lalu di setiap bulannya dia akan mengucapkan 'happy anniversary' ditambah dengan banyak harapan manis untuk kelanjutan hubungan kami.   Aneh banget ini orang, anniversary kan acara tahunan, kenapa jadi bulanan begini?   Ibu terkekeh mendengar tuduhanku yang ngawur itu. "Ya udah, buruan nikah biar bisa hamil."   "Capek deh! Calon mertua Lee Min
Read more

63. Wanitaku

[Arina POV] "Kok malah bengong sih?" Suara yang sebenarnya tidak keras itu sukses mengejutkan kami berdua. "Ah, Ibu. Bikin kaget saja," ucapku setelah sanggup menenangkan diri dari kekagetanku. "Habisnya anak Ibu cantik rupawan begitu, saya terpesona dari ujung kepala sampai ujung kaki," sahut Andre, tidak melupakan gombalannya. Hari ini genap lima bulan aku dan Andre jadian, dan kami akan pergi berkencan untuk merayakannya. Tidak ada yang spesial sih, hanya makan di luar berdua. Aku sebenarnya tidak terlalu suka perayaan aneh-aneh begitu, tapi karena Andre bilang ini cuma kencan dan makan biasa jadi aku mau. Sesuai permintaan Andre aku mengenakan gaun, dan berdandan cukup cantik dengan rambut yang aku gerai. Dan setelah sekian lama sejak masuk kantor kami kali pertama, Andre kali ini kembali berpakaian formal mengenakan kemeja dengan dasi. Kala itu ia hanya
Read more

64. Kabur dari Rumah

[Arina POV]   Berita tentang perjodohan Andre dan Ester ternyata sudah diketahui orang-orang kantor. Siapa yang menyebarkan gosip tersebut? Ini pertanyaan retoris sebenarnya, karena semua sudah tahu siapa yang jadi Lambe Turah di tempat ini. Tidak usah ditanyakan dari mana Mas Fajar bisa tahu tentang berita ini, nanti bisa-bisa jadi merasa bersalah, padahal tukang gosipnya sendiri tidak menyadari dosanya.   Yah, setidaknya Bapak Lambe Turah kami sudah lebih santun. Dengan bijak dia menyampaikan gosip ini dengan benar, dan jelas, hingga semua orang tahu kalau itu niat Papa Andre sendiri sementara Andre tidak setuju. Mas Fajar meminta agar semua teman di kantor mendukung aku dan Andre. Mau bagaimana lagi, di Famili Adv. kan memang tidak ada rahasia. Selama itu bukan hal yang sangat-sangat pribadi, kami pasti tahu masalah utama masing-masing.   Aku tidak menyangka masalahnya akan jadi jauh lebih rumit, dan tidak bisa disele
Read more

65. Dilabrak

[Arina POV] Sebuah mobil mewah berwarna putih tampak memasuki area halaman kantor. "Siapa itu ya? Belum pernah lihat mobilnya." Mas Fajar yang paling suka dengan urusan mobil tampak kepo. "Palingan klien, Mas. Siap-siap buat undangan lagi nih," kata Mbak Rere yang langsung mendapat sambutan hangat dari teman-teman yang lain. Pokoknya kami siap mabuk undangan bulan ini. Samar terdengar suara high heels perempuan, lalu suara itu semakin mendekat hingga sang empunya sepatu berhak tinggi itu muncul di ambang pintu. Penampilan perempuan itu necis khas cewek kantoran, dengan rok sedikit di atas lutut, dan blazer warna senada. Tas bermerek menggantung di bahu kirinya. Nggak tahu merk apa, tapi kelihatannya mahal. Wajahnya cantik dengan make-up sempurna. Namun demikian raut wajahnya tampak keras. Dia tampak celingak-celinguk sebentar seperti mencari sesuatu atau sese
Read more

66. Penyelamat

[Arina POV] Seminggu terakhir ini kami masih bergelut dengan undangan pernikahan. Hari-hari yang penuh kesibukan membuat waktu terasa cepat berlalu. Hal ini sangat membantuku dan Andre mengalihkan pikiran dari masalah yang tak kunjung menemukan titik terang. Dea sudah tidak datang ke kantor lagi, hanya sekali itu. Kata Andre dia menegaskan agar kakaknya itu tidak ikut campur dalam urusan percintaannya, seperti halnya Andre tidak mengurusi hubungan Dea dengan Feri, pacar Dea. Dan sampai saat ini pacarku masih tinggal di rumah tantenya. Kami jadi lebih banyak meluangkan waktu bareng di kantor seusai kerja. Kadang kami masak bersama di dapur Bu Paino. Maksudku Andre yang masak buatku, lalu kami makan bersama. Hehe Nggak tahu kenapa dia jadi semakin memanjakan aku. Katanya, "Nggak papa, Sayang, sekarang aku yang masak buat kamu. Besok kalau kita sudah menikah kan kamu yang bakal masak tiap hari." Nah, lho! Mateng nggak gue kalau begini? Kadang kami duduk-duduk di bangku taman, ngobrol
Read more

67. Bertemu Om Paul

[Andre POV] Suasana di kafe siang ini begitu nyaman, tidak terlalu banyak pengunjung. Aku menyandarkan punggungku di kursi, masih menatap pria tampan, namun tidak berpendirian teguh, yang sedang garuk-garuk kepala di hadapanku. "Jadi gimana?" tanyaku. "Harus banget ya ketemu Papa Ester sekarang?" Dia masih mencoba menghindar. Pria itu adalah Martin. Kemarin Ester menemuinya, dan meminta dia bicara dengan papanya tentang mereka. Gadis itu mengancam kalau dia akan mencari pria lain saja, dan segera menikah, seandainya Martin tidak juga meningkatkan status hubungan mereka. "Memangnya kapan kamu siap?" tanyaku lagi. "Duh...." Lagi-lagi tidak ada jawaban yang jelas. "Atau kamu mau biarkan Ester menikah denganku, lalu kamu mau mendekati Arina lagi?" tuduhku, sengaja memancing emosinya. Kesal juga rasanya menunggu dia mengam
Read more

68. Masa Lalu Terkuak

[Andre POV]   "Ayo dong, Pa. Kita berangkat sekarang," rengek Mama yang sedari tadi tampak tidak sabar.   "Iya, iya. Bawel banget sih Mama ini," gerutu Papa.   Ada perasaan haru dan bahagia merasuki hatiku, melekatkan dengan sempurna senyum di wajahku.   Rasanya begitu bahagia melihat kedua orang tuaku bersama seperti ini. Ditambah lagi kami akan ke rumah kekasihku, agar keluarga kami bisa saling berkenalan. Tinggal selangkah lagi aku bisa meningkatkan status hubunganku dengan Arina.   "Bawa oleh-oleh ya, Pa. Jangan datang dengan tangan kosong. Kita beli roti, beli buah, beli martabak kesukaan ibunya Arin, beli...," cerocos Mama ketika kami sudah di mobil.   "Ma, kita ini baru mau kenalan, belum mau lamaran. Memangnya Mama mau buka toko?" Aku tertawa mendengar gurauan Papa. Papaku ternyata bisa bercanda juga.   Kami memutuskan untuk membe
Read more

69. Haruskah Berakhir di Sini?

[Arina POV] "Diiin!" Suara klakson mobil itu menyentak pikiranku kembali ke alam nyata. Apa yang terjadi semenjak sepuluh menit lalu terasa seperti ilusi, mimpi yang tak nyata. Hanya sekeranjang buah di tanganku ini yang menyatakan padaku bahwa itu bukan mimpi. Kekasihku datang bersama kedua orang tuanya. Sesaat ia menghampiri dan tersenyum padaku dengan begitu manisnya. Masalah pelik tentang perjodohan Andre dan Ester sudah terselesaikan. Dan dengan kedatangan pria pujaan hatiku itu bersama papa mamanya, aku memiliki keyakinan hubungan kami telah mengalami kemajuan. Tak lama lagi pasti kami akan menjalin ikatan yang lebih serius. Rasanya begitu membahagiakan. Namun harapan indah itu pupus dalam sekejap mata. Papa Andre yang tampak pucat dan menahan rasa sakit, berseru mengajak Andre pulang. Lalu kini aku melihat Ibu dengan ekspresi yang sama sekali bukan milik ibuku. Ibu yang selalu tersenyum, ceria, atau bahkan cerewet dan mengomel, kini tampak diam dengan emosi yang tidak bis
Read more

70. Sahabatku, Keluargaku

[Arina POV]   Hari itu Santi dan Bang Ucok menemani kami hingga petang. Spesial sore ini Bang Ucok memasak untuk kami: nasi kepal dengan telur goreng, sayuran dan rumput laut kering. Makanan mewah ala anak kost katanya.   Santi berseri-seri memandangi kekasihnya yang tengah memasak. Siapa sangka para pria di kantor kami ternyata jago masak semua, kecuali Mas Fajar. Dia mah jago makan.   Pak Profesor juga memesankan kue black forest untukku, pesan di Jasmine Bakery. Dua makanan yang nggak nyambung tapi kami nikmati juga.   Sebelum mereka pergi, Santi sempat bicara sebentar denganku.   "Arin, aku mau kasih tahu sesuatu," bisiknya padaku.   "Apa, San?" Aku ikut bersuara pelan. Sepertinya penting.   "Sebenarnya kami ke mari karena pagi tadi Andre memberitahu Abang tentang masalah yang kalian hadapi sekarang. Andre minta tolong untuk memastika
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status