Beranda / Romansa / Sketsa Cinta Arina / Bab 41 - Bab 50

Semua Bab Sketsa Cinta Arina: Bab 41 - Bab 50

80 Bab

41. Pernyataan Cintamu

[Arina POV]   "Ibu pulaaaaang...!!!" teriakku girang, saat Andre datang ke rumahku. Aduh, pacarku makin ganteng saja dengan t-shirt putih begitu, ditambah senyumannya yang manis. Mabuk gue!!   "Senang ya, nggak hanya berteman dengan cicak lagi?"   "Ah, nggak perlu ditemani cicak juga, aku kan sudah ditemani buaya berkaos putih," seringaiku.   "Kok buaya sih, Rin?"   "Hehe, habisnya kamu suka gombal, merayu aku, sudah cocok jadi saudaranya buaya darat. Hihi."   "Sungguh terlalu, tega kamu, Arin! Harga diriku mau dikemanakan?" ujarnya dengan nada terhina.   "Eh, maksudku bukan begitu, Andre. Aku bercanda, maaf ya. Iya deh, kamu pacarku yang ganteng, yang aku sayang...," rayuku, tapi tampaknya tidak mempan, dia masih ngambek. Gawat nih!   "Ayolah, jangan ngambek! Mas Andre yang ganteng, kekasihku tersayang. I love you, I
Baca selengkapnya

42. Pacar Masa Kini, Istri Masa Depan

[Arina POV]   Pagi ini demi kesejahteraan bersama dan kebahagiaan warga kantor, aku harus rela membebani sepeda motorku dengan begitu banyak makanan, oleh-oleh Ibu dari kampung. Pokoknya penampakanku sudah macam pedagang mainan dan makanan kecil yang sering nongkrong berjualan di depan SD.   Tadinya Ibu (lagi-lagi calon mertua rempong) berniat meminta tolong Andre membawakannya, tapi aku langsung melarang keras.   "Ibuku yang paling cantik, paling pintar, tolong kesenangannya merepotkan orang lain dikurangi ya. Hari ini Andre langsung ke tempat klien dari pagi, jadi nggak bisa ke sini," tegurku mencoba sabar.   "Andre kan bukan orang lain, Rin. Dia pacar kamu."   "Betul, Ibu. Ketika kalian bersikap seolah-olah kalian sudah jadi mertua dan menantu, aku masih mentolerir, Bu, karena biasanya kalian begitu di depan aku. Tapi di hadapan orang lain, jangan berlebihan ya. Walaupun Andre
Baca selengkapnya

43. Berdamai

[Arina POV]   "Kraak!"   Terdengar suara benda kering yang terinjak kaki. Andre menengok ke bawah mejanya, dan menemukan sesuatu.   "Wah, siapa yang buang makanan di sini ya?" tanyanya.   Kami yang di dalam ruangan saling berpandangan. Ah, rupanya sisa lanting yang tadi, tidak ikut tersapu.   "Oh, tadi ada yang ngamuk, nyebar makanan, terus kabur dari kantor. Mungkin dia pikir lantainya lapar makanya disebarin makanan," jawab Mas Fajar seenaknya.   Andre tampaknya bisa langsung menyimpulkan siapa orang yang dimaksud, karena hanya satu karyawan yang tidak nampak di kantor saat ini.   "Terus tadi yang nyapu siapa? Arin ya? Kok nggak bersih? Jangan-jangan kamu pingin aku brewokan ya, Rin?" tanya Andre menggodaku. Pembicaraannya sudah macam ibu-ibu saja yang suka bilang ke anak perempuannya supaya nyapu dengan bersih, kalau nggak suaminya nan
Baca selengkapnya

44. Momen Empat Detik

[Arina POV] 'Anak-anak, demi menjaga kesehatan kita semua, besok pagi semua karyawan berolahraga bersama ya. Mens sana in corpore sano, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Jadi besok pagi jangan lupa ke kantor pakai baju olahraga ya.' Demikian isi pesan Bu Bos di grup chat kantor. Seketika grup chat kami menjadi ramai dengan pembicaraan tentang acara esok pagi. Kebanyakan mendukung usulan ini, kapan lagi bisa ke kantor tapi nggak perlu kerja? Hanya Santi yang sedikit mengeluh karena dia tidak bisa olahraga. Seperti biasa chat yang berisi keluhan manja semacam itu langsung ditenggelamkan oleh chat-chat yang lain, tanpa ada yang menanggapi kecuali satu orang. Sudahlah tidak usah dibahas itu, tidak penting. Lebih penting membahas olahraga apa yang akan kami mainkan besok. Setelah keributan selama dua puluh menit tanpa faedah, kami memutuskan bermain bola voli, yang sebenarnya sudah jadi usulan pertama dari Bu Bos. Memang ketika ada topik seru kami tid
Baca selengkapnya

45. Tidak!!!

[Arina POV]   Aduh, mengapa jadi begini? Aku malu, kesal, tapi juga sedih. Mungkin tadi aku salah, kami sama-sama salah. Tapi apa Andre harus marah-marah seperti itu? Dia kan bisa berkata lebih lembut.   Saat aku masih tenggelam dalam pikiranku, Santi datang.   "Rin, gimana?" tanyanya melihatku masih menutupi wajahku dengan bantal.   "Kami sakit, Rin?" Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala.   "Kamu tadi... nggak diapa-apain sama Andre kan?"   "Sembarangan!!" Aku langsung melepaskan bantal yang menutupi wajahku.   Santi terkekeh. "Nggak apa-apa berarti, sudah bisa marah-marah," katanya. "Soalnya tadi aku sempat berpapasan dengan Andre, mukanya merah padam, dan nggak tersenyum sama sekali. Dia berjalan melewatiku begitu saja, seolah aku ini angin."   "Aku malu, San."   "Malu kenapa?" &nb
Baca selengkapnya

46. Peraturan Baru

[Arina POV]   "Jangan lupa datang lho ya, Arinku yang manis!"   "Tidak mungkin saya tidak datang, Mbak. Kan saya yang mendesain sampulnya. Hehe."   "Sip!! Jangan lupa juga ajak kekasihmu."   "Lho, dari mana Mbak Diah tahu saya sudah punya pacar?"   "Mbak Diah gitu loh. Masa sampai tidak tahu desainernya yang manis ini sedang menikmati masa indah berpacaran dengan kekasihnya yang tampan?"   "Ah, Mbak Diah bisa saja. Hehehe."   "Sebenarnya waktu terakhir kita ketemu di kantor, saya sudah melihat setruman cinta di antara kalian berdua. Makanya waktu itu saya berpura-pura mendekati Andre untuk melihat apakah kamu cemburu."   "Hahaha."   "Ternyata berhasil ya, muka Arin, gadisku yang manis, kebakaran. Eh, aduh, maaf, saya lupa. Sudah bukan gadisku lagi ya, sudah jadi gadisnya Andre," kekeh Mbak Diah me
Baca selengkapnya

47. Mama Andre

[Andre POV]   "Ya ampuuun! Ini Arina? Pacar kamu cantik sekali, An," seru mamaku yang langsung menubruk Arin.   Aku tersenyum bangga, sedangkan Arin terlihat malu namun membalas pelukan mama dengan sopan. Dia terlihat canggung menghadapi mama yang tiba-tiba agresif. Apalagi saat ini Arin berpakaian sangat santai, dengan celana setengah betis, kaos oblong, rambut dikuncir, dan wajah tanpa riasan sama sekali, dia mungkin merasa tidak percaya diri.   "Ya ampun, Jeng Reni. Tidak disangka ya, ternyata kita bakal besanan. Anak saya pacaran dengan anak Jeng Reni yang manis ini," ujar Mama penuh semangat. Mungkin kalau Mama bilang 'ya, ampun' sekali lagi, dia bakal dapat piring cantik.   Bu Reni terkekeh dan menanggapi Mama dengan tidak kalah hebohnya.   "Nggak usah tegang gitu. Kalau ketemu perempuan muda, mama biasa bilang mereka cantik," kataku pada Arin.   "Oh be
Baca selengkapnya

48. Hadiah dan Surat Cinta

[Arina POV]   "Ibuuuuuuuu!!! Ini dari siapaaaaa???" Suara teriakanku memenuhi seisi rumah. Bagaimana tidak? Baru saja pulang kantor, dan masuk kamar, aku menemukan sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas kado berwarna dasar kuning dengan motif bunga kecil yang cantik.   "Nggak usah teriak-teriak, Rin. Mau pamer ke seluruh tetangga kalau dapat kado dari pacar ya?" goda Ibu yang sudah ikut berdiri di ambang pintu kamarku.   "Kok tahu kalau ini dari pacarku, Bu? Hayo...," aku bertanya menyelidik.   Ibu terkekeh senang. "Sudah dibuka saja biar nggak penasaran."   "Iya," sahutku antusias. Tanganku sudah mulai melepaskan selotip yang merekatkan kertas kado itu, lalu tiba-tiba aku menaruh kadonya kembali.   "Lho, kenapa nggak jadi, Rin?" tanya Ibu.   "Bentar, Bu. Mandi dulu, biar wangi," seringaiku.   "Heleh, gayamu, Rin!
Baca selengkapnya

49. Random Surprise

[Arina POV]   Andre so sweet banget nggak seeeh?"   "Pacar gue gitu loh."   "Uuh, Santi jadi pingin juga."   "Makanya buruan punya pacar, tembak aja tuh Pak Profesor galau!"   "Ngomong sih gampang, pelaksanaannya susah, Bu."   "Mau aku bantuin lagi pa?"   "Eh, enggak, enggak, udah cukup, nggak usah, Rin. Aku lebih suka semua berjalan secara alami. Biarlah semua indah pada waktunya."   "Aseeek."   "Ya udah, aku tidur dulu ya. Kamu juga buruan tidur. Ups, sorry, pastinya jadi nggak bisa tidur ya, gara-gara mikirin dapat hadiah dari pacar. Hihihi."   "Suratnya aja aku taruh di dekat bantal, biar kecium terus wanginya."   "Haha, biar kebawa mimpi ya? Parah kamu, Rin! Haduh, susah deh kalau ngomong sama orang yang lagi kasmaran. Oke deh. Sampai besok ya, Rin. M
Baca selengkapnya

50. Pengkhianatan

[Andre POV]   "Weekend ini kita libur dua hari, pada mau ngapain? Kita bikin acara apa ya enaknya?" tanya Arin.   "Main aja, yuk. Jalan-jalan gitu, rame-rame, kan seru," usul Santi.   Saat ini kami, para lajang Famili Adv. lengkap dengan Mas Iwan dan Cici, berkumpul di Kafe Magnolia. Arin berkeras mengajak mereka datang ke tempat ini, karena selama ini kami belum pernah mengajak mereka. Untungnya Mas Iwan dan Cici menikmati kunjungan mereka ke kafe ini, terutama Mas Iwan yang mesam-mesem waktu Arin mengenalkannya kepada Vina.   Kami menghabiskan waktu di sini, mengobrol dan menikmati camilan serta mendengarkan musik pastinya. Topik pembicaraannya macam-macam, mulai dari pekerjaan, binatang peliharaan, orang tua yang suka ngomel, hingga rencana liburan dua hari selama akhir pekan ini.   "Pergi ke pantai kalau gitu," usul Santi.   "Kebun binatang saja gimana?"
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status