Home / Romansa / SENYAWA / Chapter 1 - Chapter 6

All Chapters of SENYAWA: Chapter 1 - Chapter 6

6 Chapters

BAB 1

“Ya, Pak Varo,” ucap Meera -panggilan akrabnya- dengan gugup di telepon yang menghubungkannya dengan sang CEO, karena baru beberapa menit yang lalu ia dipanggil dan kembali dengan tangan gemetar juga lutut yang lemas, sekarang ia sudah menerima panggilan kedua. Nameera anak perempuan satu-satunya di keluarga yang terbilang sangat mematuhi aturan  agama. Di usianya yang masih muda ia sudah lulus S1 di Kanada dengan beasiswa. Anak kedua yang mantap berhijab sejak Sekolah Dasar ini dikenal memang pantang menyerah, lembut dalam menyerukan kebaikan dan sangat ramah pada siapa pun. “Permisi, Bapak panggil saya?” tanyanya saat ia sudah sampai di ruang CEO, asisten pribadi CEO yang sedang duduk di sofa tersebut hanya menggelengkan kepalanya, ia tak tahu apa lagi yang akan diperbuat atasan sekaligus sahabatnya tersebut. “Iya, kamu bisa kerja ga, sih?” tanya Varo yang merupakan CEO perusahaan tempat Nameera bekerja dari kursi kebesarannya.
Read more

BAB 2

Meera sedang berada  di ruangan CEO saat ini, ia sedang menyerahkan hasil revisinya tadi siang. Di sana ada juga Zayn karena mereka baru saja selesai makan siang bersama di luar kantor. “Coba Zayn, kamu yang cek revisinya!” perintah Varo kepada asisten pribadinya, Zayn. “Sini, Meera. Berkasnya, bukan lo. Ga usah tegang gitu, gue ga gigit.” Meera kemudian menghampiri Zayn yang duduk di depan meja kerja Varo, memberikan berkas tersebut kepadanya. “Udah betul, kok. Ya udah kasih lagi berkas yang harus disalin dan dicopy beberapa bundel, Var,” ucap Zayn sambil melirik ke arah Varo. “Nih! Copy jadi lima belas bundle, sebelumnya salin dulu, baru dicetak. Buat di kertas ukuran A4, margin normal. Jangan lupa berkas ini harus selesai hari ini karena akan dipakai untuk rapat besok pagi. Ini satu lagi berkas buat siangnya, harus selesai hari ini juga!” Varo m
Read more

BAB 3

Akhirnya sampai lewat jam pulang kerja karyawan, Meera masih mengetik berkas yang diminta oleh Varo untuk meeting besok siang. Jam sudah menunjukkan pukul enam sore saat Meera selesai mengetik. Dengan segera ia merapikan mejanya, menyusun berkas yang tujuh belas bundel dan satu bundel lagi di map hijau dan biru. Semua ia masukkan di laci meja kerjanya, ia kunci kemudian kuncinya ia letakkan di laci panjang satunya. Meera memang seperti itu, terbiasa mengunci lacinya jika ada berkas penting yang digunakan untuk meeting atau yang hanya sekedar dititipkan padanya. Varo sudah pulang sejak tiga puluh menit yang lalu, maka di ruangan ini tinggallah Meera. Selesai dengan meja kerjanya, Meera merapikan barang bawaannya. Ponsel, dompet, dan beberapa barang penting ia cek lagi. Setelah dirasa cukup ia pun turun dari lantai lima. Menaiki lift dan keluar di lantai dasar. Meera tak langsung pulang, ia terlebih da
Read more

BAB 4

Selesai shalat Varo langsung menuju keluar masjid, ia tak mau Meera menunggunya terlalu lama. Namun, saat sampai di depan mobilnya belum ada Meera di sana. Ia pun memutuskan untuk menunggu Meera sampai beberapa menit lagi. Dua puluh menit Varo menunggu, akhirnya Meera memperlihatkan batang hidungnya lagi. Varo sempat menaikkan sebelah sudut bibirnya melihat Meera yang saat diperhatikan ternyata sangat anggun dengan hijab dan setelan pakaian kerjanya, tetap elegan dan ada inner beautynya yang keluar. “Varo, kamu masih nunggu aku?” tanya Meera saat sudah berada dua langkah di depannya. Varo hanya mengangguk karena ia tak sadar jika Meera sudah berada di depannya, ia sedang melamun tadi. Meera hanya tersenyum melihat Varo yang seperti salah tingkah karena ulahnya. “Kita jalan lagi?” ucap Varo sambil berjalan menuju pintu kemudi. “Ga usah, Varo. Aku pula
Read more

BAB 5

“Hasbi, Hasbi Kairi Muammar. Bahkan kalian pernah satu kelas di kelas sebelas,” ucapan Meera membuat Varo tersentak. Ia benar-benar terkejut dengan ucapan Meera baru saja, yang disebut namanya adalah seseorang yang dekat dengannya dulu. Mereka pernah dekat, sedekat jari telunjuk dengan jari tengah. Namun, karena satu hal mereka berselisih pendapat membuat keduanya menjauh. Karena saat dululah, terbentuk Varo yang sekarang. Tak mempunyai banyak teman, tak percaya dengan persaudaraan lain tak sedarah hanya Zayn sahabat satu-satunya, dan lagi ia akan selalu curiga jika seseorang memiliki persahabatan dengan lawan jenis. Sebenarnya ada kesempatan di mana Varo bisa menanyakan semua yang mengganjal hatinya saat itu, tapi ia menutup telinga dan matanya seakan tak mau mendengarkan penjelasan apa pun dan dari siapa pun. Hasbi yang sudah lebih dewasa  saat dulu sebenarnya menelan luka yang begitu pahit, sahabatnya
Read more

BAB 6

Hari ini Varo bekerja seperti biasanya, ia terlihat santai dan dingin, memang seperti itulah dia. Sedangkan Meera hari ini sedang sedikit bingung, karena sore nanti akan ada tamu yang ke  rumahnya, dan ia harus hadir sore nanti. Ia tengah memikirkan alasan apa yang akan disampaikan oleh Varo nanti. “Bismillah, dicoba dulu, deh,” ucap Meera saat ia mengangkat gagang telepon kantornya. Meera memencet beberapa tombol pada telepon dan sedang menunggu panggilan tersambung. Tak perlu menunggu lama, orang di  seberang mengangkat panggilan tersebut pada deringan pertama, membuat degup jantung Meera berpacu karena ia akan berhadapan dengan Varo untuk meminta izin pulang cepat sore nanti. “Halo,” ucap Varo di seberang telepon. “Maaf, Pak. Bisa nanti sore saya izin pulang cepat?” tanya Meera sambil ia memilin ujung pakaiannya. “Ada perlu a
Read more
DMCA.com Protection Status