MENURUT strategi yang telah diperhitungkan, mereka akan keluar dari penjagaan tepat ‘alat’ itu berhasil membelokkan atensi dua orang prajurit kekaisaran. Berpindah dari mata ke mata, akhirnya pandangan empat kawanan pria itu mendarat serempak ke satu-satunya kaum hawa di sana. Yang ditatap tidak merasa terusik, ia masih sibuk memancangkan pandangan lurus ke depan. “Firasatku buruk,” gumam salah seorang pria, kerutan dalam muncul di permukaan keningnya. “Cih, gelagatnya begitu kaku.” “Diamlah, Viktas. Jangan memancing keributan.” Pria kedua menegur si pria pertama bernama Viktas itu dengan bisikan hati-hati. Viktas kembali meludah, tetapi ia memutuskan untuk diam. Mereka berlima terus mengamati panggung terbuka, melihat bagaimana Engar—pemuda memprihatinkan yang dijadikan sebagai ‘alat’ baru dalam suku mereka—mulai mengikuti fase-fase dalam skenario; menangis, tertawa, menggila, kemudian kabur. Pada fase terakhir ini, si prajurit kekaisaran ke
Read more