Setelan membaca deretan huruf yang Yasmin kirimkan kepadaku, aku kembali memasukkan ponselku ke dalam saku celana. Karena mengejar Reza saat ini jauh lebih penting untukku. Gadis itu terus mempercepat langkahnya dengan tangan satu yang mengusap lembut pipinya. Bahunya berguncang naik turun dengan suara isakan yang terdengar jelas dari tempatku berada. "Dek!" Kuraih pergelangan tangan Reza, membuat langkah kakinya terhenti seketika. Gadis itu tak langsung menatapku, ia memalingkan wajah sembabnya dari tatapanku. "Apalagi!" ucapnya terisak, sepertinya hatinya benar-benar kecewa dengan kenyataan yang telah kuceritakan kepadanya. "Dek, sabarlah sebentar. Paling tahun depan rumah impian kita pasti akan terwujud, toh sekarang kan Mas sudah menjadi mandor di perhutani, apa perlu Mas nikahi kamu sekarang juga biar kamu percaya?" cetusku berusaha menyakinkan Reza.
Read more