Tepat satu tahun usia putraku yang kuberi nama Aska Bagaskara. Bangkai yang telah kubungkus rapi akhirnya tercium juga.Pagi itu Yasmin tengah sibuk berberes seluruh isi tas ranselku yang biasa aku bawa pulang' ke Bojonegoro.Wanita itu tercekat ketika menemukan beberapa undangan pernikahan yang lupa aku berikan kepada beberapa temanku karena aku harus buru-buru pulang ke Purwodadi.Bruak!Yasmin melepar undangan itu tepat pada wajahku. Hingga lembaran yang menampakan fotoku dan Reza jatuh berserakan di atas lantai.Wajah Yasmin memerah dengan netra berembun. Aku yang sedang duduk di lantai bersama Aska, putra kami segera bangkit. Kuraih tangan Yasmin dengan bahu yang mulai naik turun karena embun yang mengenang di pelupuk mata itu mulai berjatuhan."Yas, Mas bisa jelaskan semuanya!" uc
Malam itu Reza telah tertidur pulas, nafasnya terdengar lembut dan teratur. Sepertinya gadis itu sangat kelelahan setelah perjalanan panjangnya dari Bojonegoro ke Purwodadi. Kuputuskan untuk turun ke lantai bawah. Memastikan Yasmin agar tidak merajuk kepadaku karena kehadiran Reza di rumah ini.Perlahan-lahan aku mengendap-endap keluar dari dalam kamar. Lalu turun menuju lantai bawah. Karena kebetulan kamar Yasmin berada di lantai bawah.Cikrett!!Kubuka pintu kamar Yasmin, gadis mungil itu sedang duduk di tepi ranjang dengan wajah sembab pasti karena terlalu banyak menangis. Dadanya bergerak naik turun dengan suara isakan. Kulangkahkan kakiku perlahan menghampirinya. Kusentuh kedua tangannya yang berada di pangkuannya, namun ia menepisnya kasar."Yas!" ucapku mendongak menatapnya dengan tatapan melas, berharap gadis itu merasa iba kepadaku dan mau memaafkan ke
POV REZA"Mas, adek boleh tanya ngak!" tanyaku kepada Mas Bagas dikala kami hendak menyelami alam mimpi."Tanya apa Dek?" sahutnya sambil mengelus lembut ujung rambut panjangku."Ehm, sebenarnya Mas itu sayang ngak sih sama adek?" Aku masih mengerakan jemari lentikku naik turun pada dada bidang Mas Bagas yang kini sedang bertelanjang dada."Iya sayanglah Dek, kalau ngak sayang ngapain Mas nunggui kamu sampai delapan tahun," kilahnya kepadaku mencubit kecil hidung mancungku.'Benar juga ya kata Mas Bagas. Paling dulu Yasmin itu yang kegatelan sama mas Bagas, goda-godain mas Bagas.' pikirku."Kenapa sih dek, apa kamu kurang yakin dengan cinta Mas padamu?" Mas Bagas menarik tubuhnya sedikit menjauh, kemudian menatap lekat pada wajahku.
Aroma masakan menyeruak masuk ke dalam indra penciumanku. Perlahan netraku terbuka ketika tidak kudapati Mas Bagas di sampingku.'Yasmin!'Aku segera bangkit dan menyadarkan diriku dari rasa kantuk yang mendera mengingat wanita itu sedang berada di rumahku. Kulangkahkan kakiku menuju ruang makan, pusat suara keramaian dan gelak tawa itu terdengar.'Kenapa justru diriku kini menjadi orang asing di rumahku sendiri.'Kulihat Mas Bagas tengah sibuk menyuapi Aska. Sementara ibu dan Yasmin terlihat sedang berkutat dengan aneka masakan yang sedang disiapkannya di dapur.Dadaku bergemuruh kesal. Melihat pemandangan keharmonisan keluarga itu. Sesaat netraku saling beradu dengan Yasmin. Terukir senyum sinis dari sudut bibirnya yang ditarik padaku. Seolah wanita itu sedang menertawai kekalahanku.Wanita itu mengamb
POV REZAAku berdandan secantik mungkin. Niatku sudah bulat untuk membalaskan sakit hatiku kepada Mas Bagas. Akan aku cari pria yang mau menjadi pacar sewaanku dan akan aku buat hati Mas Bagas remuk seperti hatiku saat ini. Bukankah penghianatan harus di balas dengan penghianatan yang sama.Aku mengenakan dress merah ketat hingga menunjukkan lekuk tubuhku. Kusangul rambutku tinggi dengan make up sedikit tebal. Setelah kurasa sempurna aku segara melangkahkan kakiku keluar kamar. Tidak lupa aku menyambar tas jinjing yang sudah aku siapakan untuk menambah penampilanku agar semakin sempurna."Dek!" panggil Mas Bagas dari ruang televisi, pria yang tengah asik bermain dengan Aska. Matanya yang tidak sengaja menoleh ke arahku membuatnya segera bangkit dan memberikan Aska kepada Yasmin yang juga sedang berada bersamanya."Mau kemana kamu Dek?" tanya Mas Bagas mengeryitkan da
'Bagaimana bisa malam kau katakan cinta, dan siang kau lupakan segalanya. Lalu manakah dirimu yang sebenarnya.' -- Yasmin.POV YASMIN."Ayo Yas kita berangkat ke Bojonegoro sekarang. Pasti ini kerjaan perempuan sombong itu yang melarang Bagas pulang ke Purwodadi. Dasar wanita serakah," ucap ibu kesal. Wanita itu mengemasi beberapa baju untuk dibawa ke Bojonegoro.Sebenarnya aku menolak ajakan ibu. Selain aku malas untuk melihat istri Mas Bagas yang sombong itu, hatiku pun mulai ragu dengan rumah tangga yang aku jalani saat ini. Aku merasa, jika cintaku bertepuk sebelah tangan dan Mas Bagas lebih mencintai Reza daripada diriku.Aska, balita itulah satu-satunya alasanku mempertahankan semua ini. Setelah tahu ternyata Mas Bagas justru menikahi Reza aku pun sangat kecewa. Namun, ibu selalu memohon kepadaku agar aku tidak mengakhiri pern
'Pada akhirnya aku melepaskan cinta yang membuatku sekarat. Terkadang aku merasa kasian dengan diriku sendiri. Harus berjuang dengan sekuat tenaga untuk membuat suamiku hanya mencintai diriku saja tapi hatinya tetap serakah.' __Yasmin.POV Yasmin.Mas Bagas terlihat geram. Pria itu menampakan seringainya hingga aku yang menyaksikannya bergidik ngeri. Reza sepertinya tidak pantang menyerah untuk menarik perhatian Mas Bagas. Bahkan agar dirinyalah yang hanya bertahta di dalam hati Mas Bagas wanita itu rela melakukan segala cara.Berpakaian seksi dengan dandanan yang menggoda. Membuat Mas Bagas marah besar. Harusnya seorang istri itu mampu menjaga kehormatannya. Tapi Reza kali ini benar-benar keterlaluan. Mungkin macam itulah wanita kota. Penuh kebebasan tidak seperti aku yang terikat dengan banyak aturan yang mendarah daging.Reza berjalan ce
Aku tidak jahat, hanya saja aku tidak ingin menyakiti diriku lebih parah lagi.' ___ Yasmin.POV Yasmin.Ibu menangis tergugu. Namun aku yakin pada akhirnya ia akan menerima segala keputusanku."Kalau ibu mau tinggal bersamaku, aku ngak keberatan. Tapi kalau ibu mau tinggal sama mas Bagas juga tidak apa-apa. Tapi aku cuma mau meminta sebagian dari penjualan rumah itu menjadi milikku, karena ibu juga tahu sendiri kan, yang membangun rumah ibu hingga sedemikian rupa itu adalah Aku," ucapku penuh penekanan. Menatap pada wanita yang duduk di tepi ranjang dengan wajah sembab.Ibu menatap lurus dengan tatapan kosong, Sebelum ia menjawab pertanyaanku. "Yas, jangan jual rumah itu Yas, itu adalah harta satu-satunya yang almarhum bapaknya Bagas tinggalkan untuk ibu," lirih sesaat melihat kepadaku.
POV author.15 tahun kemudianLangit masih saja sama. Mendung datang bergulung-gulung. Lelaki bertubuh tinggi besar itu mempercepat langkah kakinya menuju sebuah rumah sederhana. Kedua tangannya menutup bagian kepalanya agar rintik hujan tidak membahasi tubuhnya. Menurut mitos hujan pertama kali itu bikin sakit.Cekret!Suara derit pintu yang terbuka menandakan bahwa pintu itu sudah lama tidak diberi pelumas. Seseorang yang duduk pada bangku kursi goyang melihat ke arah kedatangan lelaki tampan berkulit sawo matang yang menenteng sebuah kantong plastik di tangannya."Aska!" suara serak itu menandakan bahwa kini usia lelaki yang duduk di kursi goyang itu sudah tidak lagi muda. Sebuah senyuman tersungging dari bibir lelaki tua itu saat melihat kedatangan Aska."Papa, maaf jika aku terlambat datang ke sini. Tadi hujan turun cukup deras, jadi aku memutuskan untuk tinggal di ka
POV Reza"Apa? Bagaimana bisa?" Aku terhenyak saat salah satu karyawan tempatku karaoke melaporkan bahwa ada satu dari karyawanku yang membawa uang kantor."Bodoh!" hardikku kesal pada seorang karyawan yang mengadu kepadaku."Berapa juta uang yang dibawa oleh kariawan itu?" cetusku bersungut-sungut. Dadaku bergemuruh menahan amarah yang membuncah.Gadis muda yang tertunduk lesu di hadapanku itu tak bergeming. Sesekali ia melirik ke arahku dengan wajah' takut. "Sekitar seratus juta, Bu!" lirihnya seraya mengigit bibir bawahnya."Apa?" Seketika kedua bola mataku membulat penuh dan hampir lepas dari cangkangnya. "Seratus juta!" Kepalaku terasa berdenyut. Hampir saja tubuhku jatuh pingsan mendengar kerugian tempat karaoke yang baru saja aku rintis. Bagaimana bisa semua seperti ini."Bu Reza, Bu Reza!" Seseorang membantuku duduk pada bangku sofa saat aku hampir terjatuh. Dadaku
POV Bagas"Apakah kamu yakin Yasmin akan menerima kamu kembali, Bagas?" suara renta itu terdengar meragukanku.Bayangan pantulan wanita yang berada di kursi roda itu dari cermin itu terus mengawasiku. Aku tak bergeming, melihat pantulan diriku pada cermin yang berada di depanku."Aku yakin Bu, Yasmin pasti akan kembali padaku!" sahutku sekilas menoleh ke balik punggung.Aku segera menyelesaikan persiapanku. Meskipun aku bisa melihat dengan jelas keraguan dari wajah Ibu."Bagas!" lirih Ibu saat aku menyambar kunci mobil yang berada di atas nakas.Wajah sendu itu mengawasiku yang berjalan menghampirinya. "Ada apa ibu?" tanyaku menjatuhkan tubuhku di depan kedua pangkuan ibu."Jangan terlalu mengharapkan Yasmin. Kini Yasmin sudah memiliki kehidupan sendiri. Berhentilah mencintainya, Bagas!"Sorot mata nanar itu menatap lekat padaku. Aku tersenyum k
POV Yasmin."Meskipun aku masih mencintai Mas Bagas. Tapi aku tidak mungkin meninggalkan Bang Rasyid. Karena bagaimanapun juga aku sudah berjanji pada diriku sendiri, apapun yang terjadi aku akan mempertahankan pernikahan ini sampai kapanpun," batinku."Tidak Bang! Aku sudah mengubur semua kenanganku bersama Mas Bagas," jawabku.Lelaki yang duduk di hadapanku tersenyum bahagia melihat padaku. Sorot matanya nanar namun penuh haru. Perlahan lelaki itu pun bangkit mendekatiku lalu menjatuhkan pelukannya pada tubuhku."Terimakasih, Yas! Terimakasih!" ucap Bang Rasyid menghujani wajahku dengan kecupan. Begitu juga dengan Aska yang berada di pangkuanku. Kami saling berpelukan penuh kasih sayang.Beberapa saat Bang Rasyid tenggelam dalam kesedihan dan rasa haru. Sementara aku, bayangan Mas Bagas sedikitpun tidak beranjak dari benakku meskipun kini Bang Rasyid berada di sampingku.
POV Rasyid.Semua sudah terjadi dan tidak mungkin kembali. Dari rekaman CCTV rumah aku bisa tau siapakah yang sudah mencuri hartaku. Dalam rekaman itu terlihat jelas sese"Lihat, sekarang kamu bisa melihat siapakah Reza sebenarnya kan?" cetusku pada Ratih yang duduk di sampingku.Gadis muda itu hanya terdiam, tidak mampu berucap apapun. Wajahnya pun seketika berubah pucat. Tergambar jelas penyesalan dari wajah gadis itu."Maaf Abang!" lirih Ratih. Sesaat kemudian terdengar isakan yang disertai dengan bahu yang bergerak naik turun. Meskipun wajahnya tertunduk, aku bisa melihat jika gadis itu kini sedang menangis."Coba saja kamu mau mendengar nasehat Abang dan Mbak Yasmin, pasti semua tidak akan terjadi seperti ini Ratih!" cetusku benar-benar sangat kecewa pada Ratih. Aku terduduk lesu, menatap iba pada Ratih.Gadis muda itu hanya terisak. Tidak seperti biasanya berani mela
POV Reza."Baiklah! Jika kamu memang menolakku Mas. Tidak apa-apa, tapi setidaknya aku harus mengeruk habis semua harta-harta kamu hingga kamu jatuh miskin.""Kak Reza!"Ratih tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarku. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya memelukku dengan terisak membuatku tersadar dari lamunan."Ada apa Ratih?" tanyaku bersikap hangat kepada gadis bodoh yang mudah sekali untukku peralat.Beberapa saat Ratih terus menangis sesegukan. Ia menumpahkan semua beban yang berada di dalam dadanya. Tanpa aku tau apa yang sudah membuatnya menangis.Perlahan kulepaskan pelukan Ratih dari tubuhku. "Ada apa Ratih, katakanlah!" bujukku agar gadis itu berhenti menangis.Butiran bening dari dua bola mata itu justru semakin mengalir deras. Satu tangan Ratih menyodorkan sesuatu kepadaku."Astaga! Ratih!" sergahku terkejut saat meraih tespek berga
POV Rasyid"Karena pasien yang bernama Ratih Wijayanti tidak menggunakan BPJS maka untuk bagian administrasinya sebesar dua ratus juta. Ini perinciannya ya, Pak!" Wanita yang berada di loket administrasi itu memberikan rincian biaya pengobatan Ratih kepadaku."Baik Mbak, hari ini juga akan saya lunasi," ucapku pada wanita itu."Oh, ya Mbak bagaimana dengan tagihan pasien' atas nama Yasmin, apakah sudah dibayar?" imbuhku penasaran.Rasa malu bertemu dengan Yasmin membuatku mengurungkan diri untuk menjenguknya. Terlalu banyak kesalahan yang sudah Ratih lakukan kepada wanita itu begitu juga dengan diriku. Namun, justru Yasminlah yang sudah datang untuk menolong Ratih."Sebentar ya, Pak?" Wanita itu terlihat mengetikkan sesuatu pada keyboard, sesekali sorot matanya melihat pada layar monitor yang menyala."Untuk biaya pengobatan pasien yang bernama Yasmin sudah dilunasi
POV Yasmine"Terima kasih Mas sudah datang di saat yang tepat. Maaf aku sudah membohongi Mas Bagas!"Lelaki itu menyungingkan ulasan senyuman kecil padaku. "Iya Yas, sama-sama!" sahut Mas Bagas terdengar begitu lembut."Lalu bagaimana dengan pemuda itu, Mas!" tanyaku penasaran dengan nasib pacar Ratih yang tega ingin menggugurkan darah dagingnya sendiri."Polisi sudah meringkusnya bersama Dokter abal-abal itu. Semoga saja mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatan yang sudah mereka lakukan," sahut Mas Bagas."Lalu ..!""Ratih!" seru Mas Bagas memotong ucapanku. Seolah lelaki itu sudah tahu pertanyaan apalagi yang akan aku lontarkan kepadanya.Aku mengangguk lembut. "Ratih sudah melewati masa kritisnya. Meskipun terjadi luka pada rahimnya dan memungkinkan dia tidak akan bisa memiliki anak lagi.""Astaghfirullahaladzim!" Aku tid
POV RasyidTiba-tiba Reza menghilang bagaikan ditelan bumi. Wanita itu seolah tahu bahwa sebentar lagi keluarga dan suaminya akan datang ke sini untuk mencarinya. Ratih hanya mengatakan bahwa ia sempat mengantarkan Reza menuju terminal sebelum akhirnya nomor ponsel Reza pun tidak dapat dihubungi. Apakah kini aku sedang tertipu? Tidak aku rasa tidak, tapi mengapa Reza melarikan diri dari semua orang.Kuhempaskan tubuhku pada tepi ranjang berukuran king size yang berada di kamar Reza. Semua barang-barang wanita itu sudah raib tak tersisa. Sejenak aku berpikir, sepertinya Reza sudah merencanakan kepergiannya.Aku meraih ponsel yang berada di dalam saku celana. Beberapa kali benda pipi itu bergetar. Sesaat aku menjatuhkan pandanganku pada layar ponsel yang masih berkedip. Sebuah nomor tanpa nama sedang melakukan panggilan padaku."Halo!" sapaku setelah menekan tombol hijau pada layar"Ha