'Aku tidak akan pernah merubah apa yang telah terpatri dalam hatiku, sekeras Yasmin mencoba meruntuhkan kekuatan cintaku kepada Reza, itu hanyalah percikan kecil yang tidak akan pernah menimbulkan api cintaku kepadanya.'Aku memilih menghindari Yasmin. Membuatnya agar semakin membenciku. Dalam setiap perbuatanku, selalu kuselipkan sikap dingin dan beku pada gadis itu. Namun, gadis lugu itu sama sekali tidak pernah berubah. Dia melayaniku seperti layaknya seorang istri kepada suaminya. Menyiapkan segala keperluanku dan dengan sabar melayani ibuku yang mulai sakit-sakitan. Meskipun hampir satu tahun kita menikah aku sama sekali belum pernah menyentuhnya sekalipun.Tidak ada yang berubah, kami tetap tertidur di tempat yang berbeda. Mengurusi kehidupan kami masing-masing. Aku yang sibuk dengan pengangkatanku sebagai mandor perhutani dan Yasmin yang mulai menunjukan kemajuan dalam usahanya berjualan baju, hingga rencananya dalam
Setelan membaca deretan huruf yang Yasmin kirimkan kepadaku, aku kembali memasukkan ponselku ke dalam saku celana. Karena mengejar Reza saat ini jauh lebih penting untukku.Gadis itu terus mempercepat langkahnya dengan tangan satu yang mengusap lembut pipinya. Bahunya berguncang naik turun dengan suara isakan yang terdengar jelas dari tempatku berada."Dek!" Kuraih pergelangan tangan Reza, membuat langkah kakinya terhenti seketika. Gadis itu tak langsung menatapku, ia memalingkan wajah sembabnya dari tatapanku."Apalagi!" ucapnya terisak, sepertinya hatinya benar-benar kecewa dengan kenyataan yang telah kuceritakan kepadanya."Dek, sabarlah sebentar. Paling tahun depan rumah impian kita pasti akan terwujud, toh sekarang kan Mas sudah menjadi mandor di perhutani, apa perlu Mas nikahi kamu sekarang juga biar kamu percaya?" cetusku berusaha menyakinkan Reza.
POV YASMINNamaku Yasmin, hanya Yasmin tidak ada tambahan atau akhiran dari nama itu. Yasmin yang berarti adalah bunga melati. Ibuku berharap agar aku kelak tumbuh menjadi gadis yang baik hati yang mampu mengharumkan nama kedua orang tuaku yang sudah tidak ada.Ayahku meninggal ketika aku masih berada di dalam kandungan ibuku. Ayah meninggal karena kecelakaan tunggal. Sementara ibuku meninggal disaat melahirkan aku kedunia ini.Hanya paman Solehlah satu-satunya orang tua yang aku miliki, dia adalah adik kandung dari ibuku. Pria yang rela tidak menikah demi membesarkanku. Pernah suatu ketika paman hendak meminang seorang gadis dari kampung sebelah. Namun karena mengetahui paman memilikiku, gadis itu menolak mentah-mentah pinangan paman Soleh. Semenjak itu paman tidak pernah sekalipun melamar wanita manapun. Dia hanya berfok
POV YasminPria itu selalu bersikap dingin kepadaku. Bahkan dia tidak segan berkata kasar. Namun tak lantas aku harus membalas sikap buruknya itu dengan keburukan. Aku tetap melayaninya layaknya seorang istri kepada suami. Meskipun hampir satu tahun kami menikah, Mas Bagas belum pernah sekalipun menyentuhku. Bahkan pria itu tega memintaku untuk tidur di kasur tipis di atas lantai keramik yang sangat dingin sekali. Beruntungnya, Mas Bagas hanya pulang ke rumah disaat akhir pekan, sehingga setiap hari Senin hingga jumat aku bisa tidur nyenyak di atas kasur empuknya.Aku tau, selama ini ibu mertuaku selalu berusaha keras agar Mas Bagas bisa mencintaiku seperti halnya mencintai gadis pujaan hatinya itu. Tapi, Mas Bagas tetap sama, sepertinya cinta untuk gadis pujaan hatinya itu sudah mengakar di dalam hatinya tanpa bisa digoyahkan lagi.
'Biarlah aku memelukmu sebentar saja agar aku bisa menimbang cinta mana yang harus ku pilih.' MAS BAGAS.POV YasminMas Bagas duduk di tepi ranjang, mengikat tali sepatu kerjanya dan telah siap dengan seragam hijau khas mandor perhutani. Aku meletakan kopi susu pesanan Mas Bagas di atas nakas samping ranjang. Kemudian menghampiri Mas Bagas dan bergelayut manja di bahu kekarnya. Seminggu bersamanya membuatku semakin jatuh cinta kembali kepadanya. Rasa kecewa dan dendam melebur menjadi satu hilang bersama cinta yang justru semakin tumbuh subur di dalam hatiku.Mataku menatap rahang kekar pria yang telah sibuk dengan sepatu yang sedang ia kenakan. Tampan! Tapi aku takut kehilangannya. Terbesit rasa takut jika Mas Bagas ternyata masih bersama dengan gadis yang pernah menolak lamarannya dulu. Lalu, apa artinya dengan semua y
POV YasminSebelum berangkat berkerja, aku mampir ke sebuah apotik untuk membeli tes pack. Segera aku masukan alat pendeteksi kehamilan itu ke dalam tas setelah seorang karyawan apotik memberikannya kepadaku.Aku telah tiba di toko bajuku, yang masih tahap renovasi. Rencananya tokoku ini akan di sulap menjadi dua lantai. Lantai bawah akan aku gunakan untuk berjualan dan lantai atas bisa aku gunakan untuk tempat tinggal jika nanti aku sudah berpisah dengan Mas Bagas.Sesampainya di toko, aku segara meraih tes pack dari dalam tasku dan membawanya ke kamar mandi. Tidak lupa aku membaca petunjuk penggunaannya sebelum aku memakainya.Semua aturan telah aku lakukan sesuai prosedur. Kini tinggal menunggu hasilnya. Mataku menatap tajam pada alat kecil ajaib dalam genggamanku. Jantungku berdebar kencang, berharap yang muncul pada al
POV Mas Bagas.Hari ini aku memutuskan untuk pulang ke Purwodadi. Aku akan mengatakan kepada Yasmin, jika secepatnya aku akan menceraikannya. Keputusanku sudah final, hanya Reza yang pantas untuk menjadi pendamping hidupku. Bukan gadis biasa seperti Yasmin.Biarlah desiran ini aku buang jauh-jauh dari dalam hatiku. Toh lambat laun aku akan terbiasa tanpa Yasmin dan hidupku pun akan kembali indah seperti dulu bersama Reza.Subuh buta aku sudah memacu motorku menembus dinginnya udara pagi. Kabut tebal yang menyelimuti sepertinya tidak bisa diajak kompromi. Aku harus memelankan laju motorku untuk menjaga keamanan. Kerena jarak pandang yang sangat minim, hanya beberapa meter.Waktu tempuh dua jam kini molor menjadi tiga jam lebih. Ah, sial! Harusnya aku bisa sampai di rumah sebelum Yasmin pergi ke toko. Jika seperti ini, pasti
Bab sebelumnya"Tidak Yas, tidak. Aku benar-benar mencintaimu lebih dari Reza." Kulepaskan Cengkramanku. Segera kulingkarankan tanganku di perut ramping Yasmin."Terimakasih telah mengandung anakku!" lirihku berurai air mata. "Jangan tinggalkan aku Yas!" pintaku seraya memohon dengan mengusap lembut perut Yasmin yang masih rata.Next partYasmin hanya terisak. Tidak ada jawaban yang keluar dari bibirnya. Sesaat kubiarkan gadis itu tenggelam dalam benaknya. Namun, balasan cintaku tak kunjung keluar dari bibir Yasmin dan hal itu membuatku semakin takut.Kuputar tubuh Yasmin menghadapku, tanganku masih melingkar di pinggangnya. Sementara tangan Yasmin berganti melingkar pada leherku. Wajahnya masih tersimpan rapi tanpa berani melihat padaku."Katakan Yasmi
POV author.15 tahun kemudianLangit masih saja sama. Mendung datang bergulung-gulung. Lelaki bertubuh tinggi besar itu mempercepat langkah kakinya menuju sebuah rumah sederhana. Kedua tangannya menutup bagian kepalanya agar rintik hujan tidak membahasi tubuhnya. Menurut mitos hujan pertama kali itu bikin sakit.Cekret!Suara derit pintu yang terbuka menandakan bahwa pintu itu sudah lama tidak diberi pelumas. Seseorang yang duduk pada bangku kursi goyang melihat ke arah kedatangan lelaki tampan berkulit sawo matang yang menenteng sebuah kantong plastik di tangannya."Aska!" suara serak itu menandakan bahwa kini usia lelaki yang duduk di kursi goyang itu sudah tidak lagi muda. Sebuah senyuman tersungging dari bibir lelaki tua itu saat melihat kedatangan Aska."Papa, maaf jika aku terlambat datang ke sini. Tadi hujan turun cukup deras, jadi aku memutuskan untuk tinggal di ka
POV Reza"Apa? Bagaimana bisa?" Aku terhenyak saat salah satu karyawan tempatku karaoke melaporkan bahwa ada satu dari karyawanku yang membawa uang kantor."Bodoh!" hardikku kesal pada seorang karyawan yang mengadu kepadaku."Berapa juta uang yang dibawa oleh kariawan itu?" cetusku bersungut-sungut. Dadaku bergemuruh menahan amarah yang membuncah.Gadis muda yang tertunduk lesu di hadapanku itu tak bergeming. Sesekali ia melirik ke arahku dengan wajah' takut. "Sekitar seratus juta, Bu!" lirihnya seraya mengigit bibir bawahnya."Apa?" Seketika kedua bola mataku membulat penuh dan hampir lepas dari cangkangnya. "Seratus juta!" Kepalaku terasa berdenyut. Hampir saja tubuhku jatuh pingsan mendengar kerugian tempat karaoke yang baru saja aku rintis. Bagaimana bisa semua seperti ini."Bu Reza, Bu Reza!" Seseorang membantuku duduk pada bangku sofa saat aku hampir terjatuh. Dadaku
POV Bagas"Apakah kamu yakin Yasmin akan menerima kamu kembali, Bagas?" suara renta itu terdengar meragukanku.Bayangan pantulan wanita yang berada di kursi roda itu dari cermin itu terus mengawasiku. Aku tak bergeming, melihat pantulan diriku pada cermin yang berada di depanku."Aku yakin Bu, Yasmin pasti akan kembali padaku!" sahutku sekilas menoleh ke balik punggung.Aku segera menyelesaikan persiapanku. Meskipun aku bisa melihat dengan jelas keraguan dari wajah Ibu."Bagas!" lirih Ibu saat aku menyambar kunci mobil yang berada di atas nakas.Wajah sendu itu mengawasiku yang berjalan menghampirinya. "Ada apa ibu?" tanyaku menjatuhkan tubuhku di depan kedua pangkuan ibu."Jangan terlalu mengharapkan Yasmin. Kini Yasmin sudah memiliki kehidupan sendiri. Berhentilah mencintainya, Bagas!"Sorot mata nanar itu menatap lekat padaku. Aku tersenyum k
POV Yasmin."Meskipun aku masih mencintai Mas Bagas. Tapi aku tidak mungkin meninggalkan Bang Rasyid. Karena bagaimanapun juga aku sudah berjanji pada diriku sendiri, apapun yang terjadi aku akan mempertahankan pernikahan ini sampai kapanpun," batinku."Tidak Bang! Aku sudah mengubur semua kenanganku bersama Mas Bagas," jawabku.Lelaki yang duduk di hadapanku tersenyum bahagia melihat padaku. Sorot matanya nanar namun penuh haru. Perlahan lelaki itu pun bangkit mendekatiku lalu menjatuhkan pelukannya pada tubuhku."Terimakasih, Yas! Terimakasih!" ucap Bang Rasyid menghujani wajahku dengan kecupan. Begitu juga dengan Aska yang berada di pangkuanku. Kami saling berpelukan penuh kasih sayang.Beberapa saat Bang Rasyid tenggelam dalam kesedihan dan rasa haru. Sementara aku, bayangan Mas Bagas sedikitpun tidak beranjak dari benakku meskipun kini Bang Rasyid berada di sampingku.
POV Rasyid.Semua sudah terjadi dan tidak mungkin kembali. Dari rekaman CCTV rumah aku bisa tau siapakah yang sudah mencuri hartaku. Dalam rekaman itu terlihat jelas sese"Lihat, sekarang kamu bisa melihat siapakah Reza sebenarnya kan?" cetusku pada Ratih yang duduk di sampingku.Gadis muda itu hanya terdiam, tidak mampu berucap apapun. Wajahnya pun seketika berubah pucat. Tergambar jelas penyesalan dari wajah gadis itu."Maaf Abang!" lirih Ratih. Sesaat kemudian terdengar isakan yang disertai dengan bahu yang bergerak naik turun. Meskipun wajahnya tertunduk, aku bisa melihat jika gadis itu kini sedang menangis."Coba saja kamu mau mendengar nasehat Abang dan Mbak Yasmin, pasti semua tidak akan terjadi seperti ini Ratih!" cetusku benar-benar sangat kecewa pada Ratih. Aku terduduk lesu, menatap iba pada Ratih.Gadis muda itu hanya terisak. Tidak seperti biasanya berani mela
POV Reza."Baiklah! Jika kamu memang menolakku Mas. Tidak apa-apa, tapi setidaknya aku harus mengeruk habis semua harta-harta kamu hingga kamu jatuh miskin.""Kak Reza!"Ratih tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarku. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya memelukku dengan terisak membuatku tersadar dari lamunan."Ada apa Ratih?" tanyaku bersikap hangat kepada gadis bodoh yang mudah sekali untukku peralat.Beberapa saat Ratih terus menangis sesegukan. Ia menumpahkan semua beban yang berada di dalam dadanya. Tanpa aku tau apa yang sudah membuatnya menangis.Perlahan kulepaskan pelukan Ratih dari tubuhku. "Ada apa Ratih, katakanlah!" bujukku agar gadis itu berhenti menangis.Butiran bening dari dua bola mata itu justru semakin mengalir deras. Satu tangan Ratih menyodorkan sesuatu kepadaku."Astaga! Ratih!" sergahku terkejut saat meraih tespek berga
POV Rasyid"Karena pasien yang bernama Ratih Wijayanti tidak menggunakan BPJS maka untuk bagian administrasinya sebesar dua ratus juta. Ini perinciannya ya, Pak!" Wanita yang berada di loket administrasi itu memberikan rincian biaya pengobatan Ratih kepadaku."Baik Mbak, hari ini juga akan saya lunasi," ucapku pada wanita itu."Oh, ya Mbak bagaimana dengan tagihan pasien' atas nama Yasmin, apakah sudah dibayar?" imbuhku penasaran.Rasa malu bertemu dengan Yasmin membuatku mengurungkan diri untuk menjenguknya. Terlalu banyak kesalahan yang sudah Ratih lakukan kepada wanita itu begitu juga dengan diriku. Namun, justru Yasminlah yang sudah datang untuk menolong Ratih."Sebentar ya, Pak?" Wanita itu terlihat mengetikkan sesuatu pada keyboard, sesekali sorot matanya melihat pada layar monitor yang menyala."Untuk biaya pengobatan pasien yang bernama Yasmin sudah dilunasi
POV Yasmine"Terima kasih Mas sudah datang di saat yang tepat. Maaf aku sudah membohongi Mas Bagas!"Lelaki itu menyungingkan ulasan senyuman kecil padaku. "Iya Yas, sama-sama!" sahut Mas Bagas terdengar begitu lembut."Lalu bagaimana dengan pemuda itu, Mas!" tanyaku penasaran dengan nasib pacar Ratih yang tega ingin menggugurkan darah dagingnya sendiri."Polisi sudah meringkusnya bersama Dokter abal-abal itu. Semoga saja mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatan yang sudah mereka lakukan," sahut Mas Bagas."Lalu ..!""Ratih!" seru Mas Bagas memotong ucapanku. Seolah lelaki itu sudah tahu pertanyaan apalagi yang akan aku lontarkan kepadanya.Aku mengangguk lembut. "Ratih sudah melewati masa kritisnya. Meskipun terjadi luka pada rahimnya dan memungkinkan dia tidak akan bisa memiliki anak lagi.""Astaghfirullahaladzim!" Aku tid
POV RasyidTiba-tiba Reza menghilang bagaikan ditelan bumi. Wanita itu seolah tahu bahwa sebentar lagi keluarga dan suaminya akan datang ke sini untuk mencarinya. Ratih hanya mengatakan bahwa ia sempat mengantarkan Reza menuju terminal sebelum akhirnya nomor ponsel Reza pun tidak dapat dihubungi. Apakah kini aku sedang tertipu? Tidak aku rasa tidak, tapi mengapa Reza melarikan diri dari semua orang.Kuhempaskan tubuhku pada tepi ranjang berukuran king size yang berada di kamar Reza. Semua barang-barang wanita itu sudah raib tak tersisa. Sejenak aku berpikir, sepertinya Reza sudah merencanakan kepergiannya.Aku meraih ponsel yang berada di dalam saku celana. Beberapa kali benda pipi itu bergetar. Sesaat aku menjatuhkan pandanganku pada layar ponsel yang masih berkedip. Sebuah nomor tanpa nama sedang melakukan panggilan padaku."Halo!" sapaku setelah menekan tombol hijau pada layar"Ha