Semua Bab Balada Cinta ShaBar: Bab 41 - Bab 50

106 Bab

40. Akbar: Report!

Berangkat pukul sepuluh pagi dari Haneda, tiba di Baltimore masih pukul sepuluh pagi juga. Waktu seperti berjalan mundur.  Andai benar-benar bisa mundur, aku ingin kembali ke hari itu. Hari ketika Zara pergi. Argh! Jangan-jangan aku memang belum beranjak dari hari itu. Check in di hotel dekat John Hopkins Hospital, tempat Bunda Tania dirawat. Tadinya ini adalah hotel dengan pelayanan super buruk, tapi banyak yang terpaksa menginap di sini karena keluarga mereka dirawat di rumah sakit. Yah, daripada menghabiskan energi untuk mengeluh, kubeli saja hotelnya. Dengan kemampuan negosiasi yang luar biasa dari tim marketing, hotel ini berhasil dibeli dengan harga sangat masuk akal.    Ini pertama kali aku mengunjungi hotel setelah menjadi milik Purwaka G
Baca selengkapnya

41. Akbar: Bukan Siapa-siapa

Sudah sore saat aku terbangun. Panggilan terakhir ternyata lupa ditutup hingga baterai habis. Ya Allah, ini keterlaluan. Aku harus merapikan lagi hidupku.Kuisi ulang daya sementara bersiap untuk berangkat ke rumah sakit. Ada notifikasi voice chat dari Om Ghaffar. "Udah sampai mana, Bar? Sorry, ...." Jeda, perasaanku mulai tak enak, jantungku berdegup kencang. "Ah, Tania ...." Jeda lagi. Tanganku gemetar memasang kancing kemeja. Terdengar embusan napas keras. "Just get some rest before get here, okay?"Allah! Imajinasik
Baca selengkapnya

41. Akbar: Please, Don't Die

Aku berpisah dengannya di lobby rumahsakit. Dia harus menjenguk kakaknya yang dirawat karena jantung koroner. "Apa kamu masih di sini besok?" tanyanya sebelum kami berpisah."Tergantung kondisi ibuku."Dia tersenyum dan cahaya matahari yang merangsek melalui jendela kaca seolah pudar begitu saja. "Semoga besok kita masih bisa ketemu," katanya."Ya, mudah-mudahan." Aku benar-benar berharap besok masih di sini karena itu berarti kondisi Bunda cukup stabil hingga dapat bertahan, setidaknya untuk duapuluh empat jam ke depan. Tak seperti yang kubayangkan dari voice chat Om Ghaffar.Dia tersenyum lagi. "Ak
Baca selengkapnya

43. Alisha: Sekedip Mata

"Alisha ...."Akbar?Aku di sini. Kamu di mana?"Alisha ...."Ya? Kamu di mana?"You have to wake up, you know ...." Aku ngga tidur. Kamu di mana? "Kamu belum makan dessert box buatanku ..." Oh, ya. Awas, ya, kalo ngeles. Lima, loh!
Baca selengkapnya

44. Alisha: Irreparable

"Aku tak tahu, buat apa aku hidup," ujar Lintang lirih. Kepalanya nunduk, ngga tau apa yang dia liat di lantai. "Kamu sudah mengambil anakku dan suamiku. Aku tak punya apa-apa. Rasanya hidup dan mati sama saja," nyaris berbisik dia ngelanjutin.Duh, apa aku sejahat itu? "Aku ngga ngambil apa-apa darimu. Mereka datang dan aku terima.""Kenapa kamu terima? Harusnya kamu tolak, kan?""Kenapa ...?" Huh! Okay, mau berdebat kaya gimana juga, tetep aja aku yang salah. "Siapa yang bisa nolak cinta?"Dia diam, tapi matanya menatap geram."Kamu sendiri, apa cinta yang kamu berikan masih kurang sampe mereka nyari cinta di tempat lain?"Dia ngga jawab. Matanya membulat sama seperti mulutnya.
Baca selengkapnya

45. Akbar: Fight or Flight?

Aku baru duduk nyaman dalam taksi ketika pesan dari Topan masuk ke ponsel, "Saya khawatir Naila diculik, Pak." Kemudian sebuah tautan dengan informasi bahwa Topan sedang membagikan lokasinya secara real time.Dengan jari gemetar, kuikuti tautan di peta. Tampak Topan berjalan di jalan tol jagorawi menuju Bogor. Cepat-cepat kutelepon anak itu, "Sama siapa dia?""Mbak Naila ngga mau saya jemput, Pak. Dia keukeuh mau pulang sama cowoknya. Jadi ini saya lagi ngikutin. Trus barusan Mbak Naila chat, nyuruh nabrak mobilnya. Makanya saya curiga dia sebenernya lagi diculik."
Baca selengkapnya

46. Akbar: Take My Heart

Mata Amanda membeliak. "Kamu ...?" Kusandarkan kening ke tangan yang bertumpu di pintu. Kepala rasanya mulai pening. Hidungku menyentuh lembutnya helai rambut Amanda. Harum madu kembali menguasai indera penciuman. "Serius?" bisiknya di telingaku. Tanganku pegal. Rasanya tak kuat lagi menggenggam kunai yang sudah licin berlumur darah. Senjata tajam itu meluncur begitu saja, ujungnya memantul di tepi sepatuku. "Kamu bakal mati nanti ...," lirih suaranya mengalun di telinga. "Hidup pun buat apa?" balasku di kupingnya, "semua yang kusayangi udah mati." Tulang-tulang kakiku seperti berubah menjadi jelly. Aku melorot ke dada Amanda. S
Baca selengkapnya

47. Alisha: The Guardian

Sebelum tidur, telepon Akbar lagi, ngga ada nada sambung. Aneh, deh, Pak CEO, sibuk banget apa, sampe lupa ngecas? Ya udah, matiin hape, tinggal tidur. Jangan harap bisa bangunin tengah malem cuma buat minta report, huh!Paginya, abis salat subuh, nyalain lagi. Akbar masih ngga ada nada sambung juga. Ke mana, Pak Boss? Masa semaleman ngga sadar kalo hape blom dicas? Eh, tapi di sana, kan, siang, ya, berarti sesiangan dia ngga ngecas hape. Emangnya ngga pergi-pergi hari ini? Masa lupa ngecas, sih? Ngga bawa power bank, emangnya?Ah, udahlah. Telepon Naila aja. Ngga diangkat juga. Biar, deh, seenggaknya, telepon masih bisa masuk. Ngga kaya abangnya, sama sekali ngga aktif.
Baca selengkapnya

48. Alisha: Murah

Mas Arta berasumsi seenak perut. Aku musti ngejelasin panjang lebar bahwa ngga ada apa-apa di antara kami berdua. Dia cuma o-o aja dengan nada ngga percaya-percaya amat."Baguslah, kalau begitu. Berarti, Mbak Alisha tak akan terganggu dengan video Pak Akbar yang sedang viral," katanya tenang."Video apa?""Ah, tidak penting. Maaf sudah merepotkan. Saya akan cari solusi sendiri untuk antisipasi situasi."Ya, udah gitu aja. Aku jadi penasaran sama video viralnya. Otomatis search internet, deh. Langsung ketemu, dong. Video rekaman CCTV Akbar di lift lagi ciuman sama cewek. Caption-nya, sih, bilang kalo
Baca selengkapnya

49. Alisha: Penebus Dosa

"Apa aku semurah itu, Kak?"Aku bengong denger pertanyaan Naila. "Ngga-lah. Manusia ngga mungkin dihargai dengan murah atau mahal."Naila nangis lagi. "Aku denger percakapan mereka. Fikri bilang sama mereka kalo semua utangnya lunas. Mereka iya-iya aja. Tau, ngga, utangnya berapa?"Aku menggeleng. Kaki kiriku yang dipake buat berdiri rasanya jadi lemes banget."Sepuluh juta, Kak."Astaga! Aku sampe nutup mulut saking kagetnya. Cuma sepuluh juta? Ya, ampun!  Abangnya aja ngasih 1 M udah kaya bayar gorengan. Ini adeknya dihargain cuma sepuluh juta. Kalo Akbar tahu, udah dibejek-bejek itu Fikri. Kurang ajar!Airmata Naila meleleh lagi. "Padahal kalo cuma segitu, aku juga punya d
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status