Home / Fiksi Remaja / Musuh Besar Si Gendut / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Musuh Besar Si Gendut: Chapter 71 - Chapter 80

108 Chapters

71. Ciuman Louis

“Ada banyak hal yang ingin kuketahui tentangmu…Rose.”Aku diam, apakah aku sudah cukup nyaman menceritakan segalanya?“Apa yang ingin kau ketahui?” Tantangku.“Everything, like your fav color…your fav kind of guy…” Ia menyeringai.Aku tertawa kencang, “aku suka semuanya…dan aku tak punya tipe special, pria yang kusukai… aku tak punya tipe…asalakan kau tak brengsek, kukira aku tak masalah.”“That is a good news, setahuku…tak ada orang yang menyebutku brengsek sejauh ini.”Aku menatap layar televisi, sebuah pertunjukan komedi yang sejak tadi tak kami perhatikan acaranya. Louis masih menatapku sejak tadi, membuatku canggung.“I like you… sejak awal aku bertemu, aku merasa ada sesuatu yang menarik denganmu.. something intrigueing…”“Kau pasti akan kecewa kalau kau tahu siapa aku sesungguhnya&h
Read more

72. You In?

Aku tercekat dengan apa yang kulihat di pintu apartemenku.“Lindsay?!” Pekikku menghampiri sosok Lindsay yang susah payah menggendong Richard yang babak belur. Ada apa sebenarnya?“Si brengsek itu menghajar Richard sampai seperti ini…”“Who?” Tanyaku penasaran dengan penjelasan Lindsay.“Lucas, siapa lagi? Ia mengahdang kami yang mau keluar dari Bar, Richard dalam keadaan sadar…dan aku sedikit mabuk. Tanpa ada kata pembuka, Lucas langsung menghajarnya…sampai keadaan berbalik, aku yang sadar dan Richard yang seperti ini.”Lindsay mendudukkan Richard di sofa apartemenku, dan ia langsung ambruk. Aku bisa melihat wajahnya yang babak belur..ada banyak sekali bekas pukulan di wajahnya. Apakah seperti ini cara pria menyelesaikan masalah?“Ia tak bilang apa-apa?”Lindsay menggeleng. “Kau punya es batu? Atau apapun yangbeku dan bisa digunakan untuk mengompre
Read more

73. Erase Memory

Lindsay mengangguk, ia hanya melongokkan kepalanya ke ruang tamu. Louis kembali menatapku, aku masih bersandar di salah satu counterku yang masih kosong, belum berisi bahan makanan apapun. Selama ini kami membeli makan, karena aku masih terlalu malas memasak.“So… aku akan keluar, dan mengambil mobil ke lobby agar Lindsay dan Richard lebih mudah masuk.”“Okay?” Ucpaku bingung.Ia tertawa kencang, sampai Lindsay mendatangi kami dan bertanya ada apa, Louis menggeleng memberitahu tak ada sesuatu yang harus dikhawatirkan.“Kau ikut denganku, my lady…” Ucapnya menggandengku ke luar. Jalannya cepat dan tegap. Aku kesulitan, ia melambaikan tangannya kepada Lindsay dan memebritahu akan mengambil mobil, ia juga meminta Lindsay dan Richard berjalan ke lobby. Aku baru sadar ada sesuatu yang salah saat kami sudah keluar dari pintu unitku. Aku berhenti, dan membuat Louis berhenti dengan tanda tanya.“Ada a
Read more

74. Ciuman Sekilas

Seperti rencana, Louis mengemudikan mobil menuju lobby, sebelumnya ia menelepon asistennya dan memebritahu kedatangannya, ia meminta asisten membersihkan semuanya termasuk bahan makanan dan pakaian untuk dua orang perempuan.Ia memarkir mobil di depan, dan kami harus menunggu kedatangan  Lindsay.“Do you like my kiss?” Tanyanya tiba-tiba, aku sedang melihat keluar dan menoleh ke arahnya karena kaget.“Sorry?”“Do you want to be kissed? Ucapnya tersenyum kecil, lesung pipinya membuatku gagal focus. Kanapa ia terlihat seksi dan imut sekaligus. Kenapa itu terjadi? Sangat tak fair!“Kurasa itu bukan pertanyaanmu semula…”“Ha..ha, ya…aku sedikit merubahnya. So…yes or no?” Tanyanya lagi, wajahnya mendekat. Sampai hidungnya menempel di puncak hidungku. Ia mengedip sekali…napasku tercekat..ia membuatku salah tingkah.Aku akhirnya mengangguk. Ia lalu mendeka
Read more

75. Blush...

Ciuman itu masih membayang-bayangi tidurku, aku hanya bisa tidur selama dua jam, karena wajah Louis dan ciuman itu hadir lagi…membuat jantungku serasa mau copot. Ah…Louis!Kalau aku boleh memilih, aku mau membuat hidupku dipangkas saja…sebelum aku bertemu dengan Dave dan langsung ke momen ini. Seandainya aku bertemu dengan Louis sebelumnya. Sebelum aku rusak, seperti sekarang.Pintu kamarku diketuk dan itu Lindsay. Ia datang ke kamarku dengan wajah memerah seperti habis menangis. Ia lalu datang menghampiriku seperti robot dan langsung memeluk dengan erat. Aku memang sudah terbangun dan hanya duduk bersanar di head board. Sambil menunggu matahari menembus jendela kamar apartemen ini. Apartemen yang terlihat sangat mahal, aku mengagumi semua interiornya, memandangi wallpaper yang terlihat sangat nyata. Kalau benar Louis yang membuatnya sendii…fixs ia orang yang jenius dalam seni.“Ada apa Linds?” tanyaku, tapi aku mengelus p
Read more

76. Resort Di Pasific

Kami melakukan penerbangan sesuai dengan ucapan Louis, kami makan breakfast di apartemennya, ada seorang chef yang memasakkan untuk kami. Aku sangat impressed. Luar biasa!Louis memintaku duduk di sampingnya, ia membantuku memasangkan seat belt. Ini adalah pesawat pribadinya…ada tulisan namanya di badan pesawat, aku semakin bertanya-tanya…jangan-jangan ia adalah seorang pangeran dari negara antah berantah?!“Kau pernah naik pesawat?” Tanyanya kepadaku, aku mengangguk. Si belakang kami…jauh di belakang kami..maksudku, Lindsay dan Richard sedang berciuman. Mereka seperti lintah…bibir mereka saling menyedot satu sama lain. Aku merasa seperti seorang penguntit yang menyaksikan itu, akhirnya aku menoleh kea rah Louis. Aku tak bisa menyembunyikan rona merahku darinya. Ini benar-benar memalukan!“Kau mau adegan ciuman seperti itu?” Tanyanya dengan pandangan menggoda. Aku memukul bahunya, kenapa ia bisa tahu kala
Read more

77. Dave Mengesalkan

Louis sama sekali tak bercanda saat ia bilang ia menyewa satu lantai kamar resort ini. Sebuah kamar yang sangat luas, aku, Lindsay, Louis dan Richard mendapatkan kamar kami masing-masing…dan dengan ukuran yang sangat luas, bahkan kamarku memiliki ruang tamu, dapur dan ruang tamu, bukankah itu gila?!Louis memperislahkan kami beristirahat, ia bilang kita akan berkumpul kembali saat sore nanti, makanan akan dikirim oleh petugas resort…agar kami memiliki waktu istirahat yang sempurna. Aku tak bisa menyembunyikan senyumku saat menatap birunya laut yang terlihat dari jendela kamarku. Warnanya yang terang…biru torquise…seperti sebuah perhiasan…indeed…ini adalah kreasi Tuhan yang luar biasa. Ada banyak pepohonan tropis di sini…dan aku menikmatinya dengan haus…mataku seolah haus saat menikmati keindahan alam dari jendelaku.Aku diberikan pakaian oleh asisten Louis saat masih di apartemen, begitu juga Lindsay, Richard dan
Read more

78. Konfrontasi Kepada Nonna

Lindsay mengangkat telepon yang ia kira adalah makian itu. Ia diam, sesaat ia berkata Hello. Aku menunggu apa yang terjadi, wajah Lindsay sesekali menoleh ke arahku dengan raut bingung. Ia hanya berkata, ya…ya…lalu?“Ya, tapi kalian sudah bilang, kalau aku tak dibutuhkan di sana. Aku stress….aku mau lari dari kalian….aku akhirnya pergi liburan! Jangan salahkan aku!” Ucap Lindsay setengah berteriak. Ah…kurasa apa yang ia tebak tadi akhirnya terjadi. Apakah Neneknya semenakutkan itu? Tapi kenapa Madam Rose bilang kalau Sang Nyonya itu baik hati?Aku masih menunggu percakapan lagi, tapi Lindsay hanya diam, sesekali ia mengehle napas dengan panjang, ia sangat kesal. Bisa terlihat dari wajahnya. Akhirnya ia menyodorkan ponsel itu kepadaku.Aku kaget. Kenapa ia menyodorkannya kepadaku?“Ada yang mau bicara denganmu!” Ucapnya. Aku menerima ponsel yang disodorkan dengan wajah marah kepadaku. Lindsay benar
Read more

79. Bibir dan Manisnya Cokelat

Aku dan Lindsay melamun, kami memikirkan apa yang baru saja terjadi.“Apa kau mau pulang? Kalau kau memang mau ke Vegas…aku akan menemanimu….” Ucapku membuatnya bmenengok menghadapku.“Kau bercanda?” Tanyanya mengedip beberapa kali.Aku menggeleng.“No. aku tak mau ke sana…mereka sudah sangat keterlaluan, khususnya mahluk bernama Dave itu! Berani-beraninya dia!” Ucap Lindsay dengan kesal. Sepertinya ia menyimpan sebuah kemarahan yang amat besar kepada Dave.“Lalu? Kau tak kasihan dengan Dave?”“No! of ourse no! terserah dia mau jadi apa…biarkan saja…kita liburan di sini…have fun!”Lindsay berdiri, ia mengatakan apa yang menurutnya benar. Aku bahkan tak percaya ia akan membiarkan Dave begitu saja. Tapi.. kalau adiknya saja tak peduli..kenapa aku harus peduli? Toh dia sudah dewasa, sudah bisa berpikir dengan baik, dan ia dikelilingi ora
Read more

80. Bueno Yang Lancang

Louis selalu berhasil membuaiku dengan ciumannya, bibirnya yang hangat seperti mengelusku dengan lembut, saat keadaan semakin memanas ia selalu menghentikannya, ia bisa menjaga kondisi agar tak keluar batas.That is the thing I like about him, aku bisa mempercayainya.Seperti sebelumnya, ia berhenti…membuatku dan Louis akhirnya duduk bersampingan dengan strawberry berlumur coklat di tangan kami dan penuh dengan senyuman.“Rasanya seperti….” Ucapku sambil berpikir. Aku sedang mencari nama dari perasaanku saat ini.Ia menyahut dengan cepat. “Blissfull!”Aku setuju, sangat setuju.“Apa kau mau menghabiskan ini semua?” Tawanya kepada gunungan coklat yang dibaliknya adalah mesin yang mengeluarkan coklat dan membuatnya tetap cair, mengalirkannya keluar dan memutarnya kembalu agar terus mengalir.“Andai aku bisa menyimpannya…” Jawabku dengan wajah seperti bermimpi.I
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status