Aku dan Lindsay melamun, kami memikirkan apa yang baru saja terjadi.
“Apa kau mau pulang? Kalau kau memang mau ke Vegas…aku akan menemanimu….” Ucapku membuatnya bmenengok menghadapku.
“Kau bercanda?” Tanyanya mengedip beberapa kali.
Aku menggeleng.
“No. aku tak mau ke sana…mereka sudah sangat keterlaluan, khususnya mahluk bernama Dave itu! Berani-beraninya dia!” Ucap Lindsay dengan kesal. Sepertinya ia menyimpan sebuah kemarahan yang amat besar kepada Dave.
“Lalu? Kau tak kasihan dengan Dave?”
“No! of ourse no! terserah dia mau jadi apa…biarkan saja…kita liburan di sini…have fun!”
Lindsay berdiri, ia mengatakan apa yang menurutnya benar. Aku bahkan tak percaya ia akan membiarkan Dave begitu saja. Tapi.. kalau adiknya saja tak peduli..kenapa aku harus peduli? Toh dia sudah dewasa, sudah bisa berpikir dengan baik, dan ia dikelilingi ora
Louis selalu berhasil membuaiku dengan ciumannya, bibirnya yang hangat seperti mengelusku dengan lembut, saat keadaan semakin memanas ia selalu menghentikannya, ia bisa menjaga kondisi agar tak keluar batas.That is the thing I like about him, aku bisa mempercayainya.Seperti sebelumnya, ia berhenti…membuatku dan Louis akhirnya duduk bersampingan dengan strawberry berlumur coklat di tangan kami dan penuh dengan senyuman.“Rasanya seperti….” Ucapku sambil berpikir. Aku sedang mencari nama dari perasaanku saat ini.Ia menyahut dengan cepat. “Blissfull!”Aku setuju, sangat setuju.“Apa kau mau menghabiskan ini semua?” Tawanya kepada gunungan coklat yang dibaliknya adalah mesin yang mengeluarkan coklat dan membuatnya tetap cair, mengalirkannya keluar dan memutarnya kembalu agar terus mengalir.“Andai aku bisa menyimpannya…” Jawabku dengan wajah seperti bermimpi.I
Drama pertikaian Richard dan Bueno akhirnya berhasil dilerai oleh Louis. Saat Bueno lepas, Richard sempat mau berlari mengejarnya, aku berteriak kepada pria local yang sekarang sudah babak belur itu agar lari, lari yang cepat. Saat itu Richard menatap ke arahku dengan marah.“Kau harus sadar…membunuh seseorang atau melukainya sampai seperti itu bukan sebuah tindakan yang terpuji, kau bisa masuk polisi! Kenapa kau tak tenangkan dulu amarahmu!” Belaku kesal, aku memeluk Lindsay yang masih menangis.Apa Richard tak tahu kalau Lindsay sudah berciuman bahkan tidur dengan banyak pria, kenapa reaksinya seekstrim itu? Kenapa tak hanya sebuah teguran, atau bahkan sebuah pukulan di wajah, dan that’s it. Kurasa menghajarnya habis-habisan terlalu berlebihan.“Rose… bawa Lindsay ke kamar…” Ucap Louis kepadaku, aku mengangguk dan merangkul Lindsay, membawanya ke kamar. Aku bisa melihat Louis susah payah membawa Richard ke kam
Kami bisa tidur di malam hari, Lindsay akhirnya menginap di kamarku. Ia sepertinya sama sekali tak mau ditinggal sendiri. Louis walau dengan bersungut-sungut akhirnya mau kembali ke kamarnya.Lindsay tidur bersamaku, ia beberapa kali terlihat cemas dengan ponselnya. Aku bertanya apa yang terjadi sampai ia secemas ini? Ia terlihat lebih labil dari biasanya.Saat ini sudah menjelang pagi, Lindsay sudah duduk bersandar di head board dengan ponsel di tangannya, ia beberapa kali menggigiti kukunya…seperti orang yang gelisah. Sejak tadi malam kuperhatikan ia seperti itu.“Ada apa Linds? Kau terlihat tak tenang. Bukankah urusan ciuman itu sudah clear?” Kalau memang ia mencemaskan tentang Bueno atau Richard, bukankah Louis sudah membuat semuanya clear tadi malam?“Aku bukan memikirkan hal itu… ada hal lain yang membuatku semakin cemas…ini lebih gawat daripada orang local yang langsung menciumku itu!”“Jang
Pintu itu dibuka oleh seorang petugas yang sepertinya sudah lelah. Ia terlihat putus asa.Bukan petugas itu yang membuat aku dan Louis kaget. Tapi apa yang terjadi di tempat itu.Ada sebuah baku hantam hebat. Dua pria melawan satu orang pria yang semuanya kukenal. Lindsay terlihat menangis di pojok.“Hei! Hentikan!” teriak Louis yang berlari menuju pusat kerusuhan.Dave yang setengah pincang dengan Lucas yang seratus persen sehat. Sedang menghajar Richard sampai babak belur. Ya Tuhan …ini persis apa yang kulihat kemarin..tapi berbalik actor. Kini Richard yang babak belur.Louis menarik tangan Richard ke arahnya.“Hei…selesaikan ini dengan cara beradab! Jangan seperti bar-bar yang main keroyok! Siapa kalian?” Ucap Louis kesal.Aku melihat Lucas masih marah, dan ia sekarang sedang mengicar Louis. Aku mau berteriak untuknya…agar menghindar. Atau haruskah kami berlari. Louis cepat, ia menangkis
“Aku takkan pernah bisa mencintainya…setelah semu ahal yang terjadi. Aku tak pernah seyakin ini.” Ucapku mantap.“Jangan terlalu yakin…kita tak tahu masa depan, aku hanya mau kau jangan terlalu benci keadanya…”“Ya…aku akan coba.”Ia berbalik, “kita baru kenal beberapa hari…tapi apakah aku salah… kalau aku merasa memilikimu…Rose? Apakah aku sama brengseknya dengan pria itu. Saat aku bertemu dengannya… aku bisa lihat di matanya… kalau ia sangat mencintaimu. Bahkan mungkin lebih dari perasaanku kepadamu…aku jadi berpikir…”Aku dengan cepat meraih tangannya, “then…don’t! jangan berpikir. Ia …. Ia berbeda denganmu, kau menghormatiku… kau memeprlakukanku lebih baik, jauh lebih baik dari dirinya. Aku ….kalau aku boleh lancang mengatakannya. Kau menghargaiku…membuatku seperti seorang wanita ya
Kami berada di resort. Louis dengan sabar membantu Dave, Dave yang seperti biasa sangat menyebalkan…dengan omongannya yang pedas dan menusuk hati, tapi Louis tetap membantunya. Membuatku semakin kagum kepadanya.Aku dan Lindsay berjalan di belakang mereka. Richard membantu Louis, saat ia kesulitan membawa Dave. Untung saja di resort itu ada lift, karena tak mungkinkan… Louis menggendong Dave.“Kakakmu masih saja menyebalkan…walau dalam kondisi seperti ini!” Bisikku kepada Lindsay.Aku malas menyebut namanya, terasa pahit di lidahku.“Ya… sepertinya bahkan saat kiamat… ia akan tetap menjadi dirinya yang menyebalkan.” Bisik Lindsay.Louis membawa Dave ke kamarnya, sebelumnya ia meminta Richard untuk membereskan semua barang-barangnya, ia hanya memiliki beberapa baju di luar..sisanya masih rapih di koper mininya. Richard sudah membawa semua barang Louis dan sekarang Louis membawa Dave ke atas
“Ya. Aku juga berharap. Kau sudah tak memiliki perasaan apapun dengannya. Karena aku pasti akan sakit hati.” Kali ini Richard melanjutkan kalimatku.Aku mengangguk kepadanya.“Aku benci kepadanya…kepada kakakku…ia memperlakukanku…dan Rose semaunya…seperti kami bonekanya, yang berhak ia atur. I hate that. Kalau aku boleh berucap jahat… aku ingin mereka terluka..sakit atas apa yang telah mereka lakukan kepadaku. Apakah ini disebut dendam?”Richard mengangguk.“Well…sepertinya aku ketularan jadi orang jahat di sini…” Ucapku akhirnya.Aku lega dengan obrolan kami, setidaknya hatiku sekarang lebih lega…karena telah menjelaskannya kepada Lucas.“Boleh aku menginap di sini?” Tanyanya dengan raut wajah yang lebih rileks.Aku mengangkat bahuku, aku tak masalah.“Asal…no sex involved.”“Agree
Louis menggigiti kupingku dan menjilat leherku…sementara ia terus melangkah ke arah kasur, beberapa kali bibirnya menghisap dan menjilat leherku. Tangannya bergerilya menyentuh dan merasakan tubuh basahku.Aku hanya diam, aku sadar betul apa yang akan terjadi. Apakah seperti ini akhir dari masa lajangnya. Akankah pria ini akan langsung menidurinya.. begitu saja? Aku menutup matanya saat Louis meletakkanku di atas ranjang. Aku terbaring polos di atas kasur.Apakah aku siap untuk ini?Apakah ia membawa pengaman?Apakah ia benar-benar mencintaiku?Apakah aku mencintainya?Apakah ia akan marah, kalau aku memintanya untuk berhenti?Tapi aku menginginkannya! I want him…seutuhnya! Body and soul! I want to be his!Louis berhenti sesaat untuk menikmati pemandangan di depannya. Ia menyentuh setiap senti tubuh telanjangku dan mencium beberapa bagian anatomi terintim milikku. Aku menutup mata, beberapa kali aku harus menutup
Lindsay mendapatkan happy endingnya. Sehari setelah resepsi pernikahanku di Brazil, ia melangsungjan resepsi pernikahannya di hari berikutnya..di tempat yang sama…sama meriahnya dengan dirinya berbalut gaun indah dan mempesona. Lindsay menjalani pernikahannya dengan indah..ia dan Lucas berlibur ke beberapa pulau eksotis seperti Maldies, Bali dan Jeju…untuk bulan madu mereka. Mereka baru berhenti berpergian untuk bulan madu, saat Lindsay postif hamil dua bulan kemudian. Bukankah itu sangat enak? Lindsay maksudku, ia bisa mendapatkan bulan madunya selama dua bulan, traveling ke tempat indah..sebelum cooling down di Vegas karena hamil. Sementara aku, sejak pernikahanku… aku tak boleh berpergian kemanapun menggunakan persawat… karena kehamilanku, tentu saja. Perutku sudah sangat besar…bahkan aku tak bisa tidur dengan terlentang lagi… aku hamil anak kembar lagi! Dave dengan sperma yang seperti Sparta! Bagaiamana mungkin ia menggunakan kondom dan masih bisa membuatku hamil
Hal yang paling menyebalkan di dunia adalah menunggu. Aku berada di aula depan kastil kami di Brazil… menghadiri pernikahan super megah dari Dave dan Rose. Ya mereka akhirnya akan menikah, setelah diketahui Rose sedang mengandung anak Dave, mungkin hari ini adalah usia kandungannya yang ke delapan minggu. Seharusnya ini adalah upacara pernikahanku… namun semua itu akhirnya ditunda karena Dave lebih memiliki alasan urgensi. Sementara aku dan Lucas masih berjarak tempat..ia masih di Guatemala.Lucas kemarin malam berjanji akan datang, ia berusaha akan datang…menyelesaikan semua urusannya di sana…dan terbang di penerbangan pertama. Aku sampai sekarang belum bertemu dengannya, padahal acara sebentar lagi akan dimulai. Agh… kenapa ayah menjadi sangat menyebalkan..aku menyesal karena ak ikut dengan Lucas ke Guatemala, bahkan kami belum melaksanakan malam pertama kami. Damn it! Aku sudah protes kepada ayah, dan ia hanya menjawab bahwa Lucas belum m
Aku tak menerimanya, mataku memandang lurus ke arah matanya yang memohon."Aku tak suka susu." Jawabku ketus. "I just wanna sleep...in peace! Tak bisakah aku tidur?""Kau boleh tidur setelah meminum ini, kau muntah dan kehilangan tenaga...please Rose!""Kalau ini semua akibatmu, kenapa aku yang harus merasa susah.""Aku menderita saat tahu kau hamil dan kehilangan anak kita setelahnya, aku sering bermimpi dua anak lelaki lucu yang memiliki wajahmu dan warna rambutku... Rose..Mereka anak kita yang meninggal... Aku selalu menangis saat bangun tidur saat bermimpi mereka..jika saja semua baik-baik...mereka mungkin sudah lahir dan sangat menggemaskan..." Ia seperti orang yang meratap. Aku bisa melihat kesedihan dalam wajahnya.Kalau ia sudah seperti ini, aku tak bisa lagi mengelak. Akhirnya aku meminum habis susu itu, dan ia tersenyum lebar. Setelah meletakkan gelas susu itu..ia menunduk dan mencium perutku yang masih datar."Sehat terus... anak-
Aku menghabiskan waktu dua hari lagi di pantai yang sama dimana Dave dan aku kembali bersama. Ya.. aku sudah yakin dengan keputusan itu. Sejak saat itu juga, Dave memindahkan semua barang-barangnya ke kamar yang sama denganku."Persetan dengan penunggu kamar pojok! Aku tak mau lagi tinggal di kamar itu. Aku rela membeli berdus-dus kondom kalau perlu." Ucapnya suatu malam, saat aku memaksanya kembali ke kamar. Tentu saja ia mengatakannya dengan tenang dan penuh senyum. Yang ada di kepalanya adalah urusan ranjang. Thats it!"The condom part... Is actually not included!" Jawabku malas. Aku sedang berbalas pesan dengan Lindsay."It is! Tentu saja...! Apa mulai sekarang aku bisa melakukannya tanpa kondom?!"Pft... Ia terus mengulanginya. Ia sengaja membicarakan hal semacam itu agar ia mendapatkan jalur mulus melancarkan aksinya. Biasanya aku selalu terperdaya.Aku diam, malas membalas. Bahkan rambutku belum kering dari kejadian di kamar mandi baru
Ia melepaskan ciumannya, memangku dengan serius. "Be mine... Aku tak mau menunggu...now! Be mine! Linds... Please! Marry me!""Bukankah kau memang sudah jadi suamiku?" Jawabku masih terengah."Kau masih marah? Aku melakukannya hanya karena aku menginginkanmu...so bad Linds... Aku tak bisa melihat kau dengan pria lain." Ucapnya lagi."Hmm...""Kau boleh menghukumku.. apapun itu, tapi... Nikahi aku dulu...""Apa aku bisa menolak?" Tanyaku."No.. aku akan membawamu langsung ke altar.. saat ini..detik ini!" Ucapnya. Ia meletakkanku ke kursiku semula.Ia menyetir mobil dengan cepat. Aku hanya diam.. masih setengah shock dengan welcome kiss dari Lucas. Ia bilang mau menikah sekarang juga? Semoga saja ia hanya bercanda.Sepuluh menit berikutnya kami berada di parkiran sebuah capel. Ia tak bercanda!"Lucas!" Protesku."Please..Linds... I can't... Just can't stand it anymore!" Pintanya dengan sungguh-sungguh.
Aku masih tak percaya dengan apa yang Dave barusan bilang. Jadi dia dan Rose bersama?! Bagaimana bisa?! Apa jangan-jangan Dave menggunakan dukun untuk memantrai Jen? Ini di luar akal sehat?! Bahkan aku adiknya saja tak percaya Dave dan Rose akan bersama. Satu karena Rose dan Dave tidak satu kutub...mereka berlawanan, dua karena ada Louis?! Bagaimana bisa Rose meninggalkan Louis?!Aku ingin bicara langsung dengan Rose.. memastikan. Apa yang dikatakan oleh Dave benar. Tapi setiap kali aku meneleponnya kembali, nomor itu tidak diaktifkan.Nonna masuk ke dalam kamar, dengan segelas tehnya..sebuah teh dengan gelas elegan dari dinasti kuno. Mungkin dari dinasti Ming? Entahlah.. yang jelas itu adalah cangkir berharga lebih dari 15000USD dan selalu dibawa kemana-mana oleh Nonna. Rasa tehnya akan hambar kalau diseduh di gelas biasa. Huh the perks of being rich right?!"Linds..." Sapa Nonna dengan wajah senyum elegannya. Ia duduk di kursi yang menghadap jendela..meminum t
This is the moment of Truth! Aku akan menghubungi Louis. Aku sudah memakan sarapan begitu juga Dave. Ia memesankan English Breakfast terlezat yang ada, entah karena memang masakan itu penuh bumbu atau aku dan ia yang terlalu kelaparan. Aku duduk di atas kasur dengan ponsel di tangan..kami sudah mandi dan berpakaian yang normal. Aku mengenakan summer dress bertema floral..dan Dave mengenakan kaus putih berkerah dan celana jeans panjang.Ponsel itu hanya kupandangi layarnya. Aku sedang menyusun kalimat yang akan kukatakan kepada Louis.Dave sejak tadi hanya diam, ia membalas email dengan laptopnya di sampingku. Sesekali ia melihatku dan berhenti dari pekerjaannya."Wish me luck!" Gumamku lalu aku meneleponnya. Aku sempat berpikir mau mengirim pesan saja.. tapi aku merasa itu terlalu kejam...karena pasti ia akan sakit hati setelahnya, setidaknya aku menelepon...agar ia bisa leluasa bertanya."You can do it baby!" Gumam Dave. Ia berhenti dan memperhatikanku.
“Dave…Please..”“Apa Rose… apa yang kau mau?” Tanya Dave, suaranya serak. Ia juga tersengal.“Kau.. aku mau kau.” Ucapku. Entah keberanian dari mana yang membuatku berkata seperti itu. Yang jelas aku merasakan adanya dorongan dari dalam diriku yang ingin dituntaskan…dan aku mau Dave yang melakukannya.“Say it again Rose… sayangku..” Bisiknya lagi. Ia seperti sengaja hanya menciumi pipi dan hidungku, ia sengaja tak mencium bibirku.“You…I want you.. all of you!” Pintaku, kini aku memegang kepalanya dan menciumnya persis di bibir. Ia seperti api yang diberi gasoline, membara…semakin membara.“Kau yakin…sayang?” Bisiknya lagi.“Just fucking do it!” Bentakku kepadanya. Ia tertara..lalu dengan cepat ia membuka semua pakaiannya. Entah ini kali berapa aku melihatnya tanpa pakaian. Dan aku mengangumi tubuh indahn
Aku masih diam, mataku hanya mengerjap beberapa kali, ia sudah berada sangat dekat denganku.Saat hidungnya menempel dengan hidungku, aku baru sadar…dan bisa merasakan otakku memberi alarm bahaya.“Dave…stop!” Ucapku menahan pundaknya. Kedua tanganku berhasil menahannya mendekat lagi. Hidungnya sekarang berjarak sepuluh centi dari wajahku.“Why? Kenapa aku harus berhenti?”“Kau sudah berjanji…” Jawabku, masih menahan tubuhnya.“Aku tak pernah berjanji…” Tantangnya.“You did.” Ucapku sudah mulai kalut. Ia lebih besar…dan memiliki tenaga lebih besar daripadaku.“I didn’t.” Ia sekarang bisa mendekat lagi, ia memindahkan tanganku yangmenahan pundaknya menjadi berada di belakang lehernya. What…the?! How did he do that? Kenapa aku tak sadar.Ia tersenyum sekarang. Kedua tanganku berada di lehernya dan sekarang bibir