Home / Fiksi Remaja / Musuh Besar Si Gendut / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Musuh Besar Si Gendut: Chapter 61 - Chapter 70

108 Chapters

61. Sadar

Apa dia bilang? Baby? Aku tak sanggup lagi membuka mata. Aku tertidur dan merasakan seperti dipeluk sebuah selimut tebal dan hangat.Aku merasakan tidur yang nyenyak dan saat aku sadar aku sudah berada di ruangan yang berbeda dengan Lucas duduk di sampingku. Bau aniseptik sangat pekat dan hampir saja membuatku ingin muntah.Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, dan berusaha melihat lebih jelas dan mencari keberadaan Lindsay.“Kau sudah sadar…Lindsay sedang ke kamar mandi, ia mengeluh menjadi bau dan ingin mandi.” Ucap Lucas perlahan. “Apa kau mau minum?” Tawarnya. Aku mengangguk.Ia mengambilkan minuman botol dan memasukkan sebuah sedotan dari stainlees ke dalamnya dan membantuku minum.“Apa kau merasa baik? Apa ada rasa sakit? Apa yang kau rasakan?” Tanyanya dengan cepat, suaranya datar tapi aku bisa melihat raut wajah khawatir di wajah kakunya. Aku tersenyum dalam hati. Lindsay sangat beruntung mendapat
Read more

62. Kita... Putus!

Aku menatap mata hijaunya, aku mencoba mendeteksi kebohongan di sana. Tapi aku lupa, aku berhaapan dengan seorang agen..yang terbiasa dengan hal semacam ini, mungkin Lucas sudah ahli urusan menyembunyikan ekspresi wajah dan matanya. Jadi percuma saja aku mencari kebohongan itu lewat mata! Huh! “Good. Aku tak mau mahluk menyebalkan itu tahu tentang Rose hamil, atau keadaannya sekarang. Kalau sampai bocor, hanya satu pelakunya…Kau!” Tuntutku. “I know. Aku tahu kau akan bilang seperti itu. I wont.” Ucapnya. “Good. Karena aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku.” “Tapi…apakah menurutmu ini fair untuk Dave, maksudku… Rose mengandung anaknya, keturunan selanjutnya dari keluaraga konglomerat Watson.” Ucap Lucas lagi. Aku duduk di depannya dengan mata sinis. “Apakah menurutmu fair, untuk seorang pria melakukan sex dengan seorang gadis tanpa persetujuannya? Lalu pertunangan dadakan yang bahkan si perempuan tak ketahui, bahkan whether Rose mau menjadi ke
Read more

63. Apartemen Baru

Keadaan Rose sudah jauh lebih baik, setidaknya ia sudah tak sepucat saat itu. Aku sudah menemaninya selama satu minggu. Lucas setiap hari berusaha menemaniku, namun selalu kuusir. Setidaknya aku masih belum bisa mempercayainya sekarang ini.Aku bilang kepadanya, bahwa setidaknya untuk menunggu sampai bayi di dalam perut Rose lahir, lalu aku bisa memindahkannya ke suatu tempat. Dan saat itu terjadi, aku sudah lulus kuliah… jadi aku bisa ikut dengannya. Lucas akan kulihat ketetapan hatinya. Apakah ia memang akan setia menjaga rahasia ini? Atau berkhianat.DOkter yang bertugas memeriksa Rose datang setiap pagi, memeriksa kondisi Rose dan dua bayinya, sejauh ini kabar yang kudapat selalu positif. Bahwa kedua janin dalam keadaan baik-baik saja. Hanya Rose yang dalam masa pemulihan. Sepertinya ia memang haus makan bubur itu untuk waktu yang lama. Karena asam lambungnya sudah parah.Aku berpikir akan menyewa seorang pembantu rumah tangga untuk membantuku menguru
Read more

64. Kedatangan Dave

Lindsay sedang keluar untuk membeli makanan, ia akan berusaha mencarikan makanan yang bisa kumakan, sebuah makanan lunak. Ah…betapa menyebalkannya!Apartemen baru ini seperti sebuah mimpi, ini didapatkan Lindsay dari ayahnya yang selama ini tak mau memberikan fasilitas apapun kepada anak perempuannya. Lindsay selama ini mendapatkan fasilitas dari kakaknya.Ayahnya memberi apartemen ini sebagai hadian untuk Lindsay karena hampir lulus kuliah, betapa beruntungnya Lindsay. Berada di keluarga yang bisa memfasilitasinya. Aku jadi teringat dengan kondisiku saat ini. Aku mengandung! Ya Tuhan! Bahkan untuk bertahan hidup sendiri saja aku masih berhutang banyak dengan sahabatku…dan sekarang ada dua nyawa di dalam perutku. Bagaimana aku bisa menghidupi mereka nanti, harapanku setelah lulus harus kutunda..setidaknya sampai aku bisa meninggalkan calon bayi-bayi ini dengan perawat, aku bsia mencari kerja setelah itu.Aku sedang berada di kamar mandi indah milik
Read more

65. Perpisahan?

“Never!” Ucapku ketus kepada sosok Dave yang berdiri dengan posisi tegap dan menantang.“Kau memiliki sesuatu yang merupakan milikku…aku berhak atas bayi-bayi itu!” Ucapnya.“Never! I said never!” Ulangku, lalu aku berbalik dan masuk ke kamar. Aku memasukkan semua pakaianku dan perlengkapan lukisku ke sebuah duffel bag milikku. Aku akan pergi, jauh dari sini…jauh dari kota ini, menghindari seorang pria yang bernama Dave!Belum selesai aku berkemas, Dave berdiri di depan pintu, dengan kedua tangan di daun pintu, seakan mencegat aku untuk pergi.“Kau mau kemana?” Tanyanya dengan alis terangkat.“Get away! Away far from you!” Ucapku sinis. Aku selesai berkemas dan berdiri.“Aku adalah seorang manusia bebas…bukan budakmu! Bukan bonekamu! Aku berhak pergi kemanapun aku mau! And…you!” Ucapku menunjuk kea rah Dave. “Stay the hell away from me!&
Read more

66. Enough is Enough

Dua bulan setelah kejadian aku jatuh dari tangga apartemen milik Lucas, aku memulai hidupku yang baru di downtown California. Dave memaksa membelikanku sebuah apartemen di tengah pusat bisnis, agar aku mudah dalam mencari kerja, that’s it. Ia berjanji takkan menggangguku lagi. Aku kembali dengan postur tubuhku yang dulu, sedikit gempal. Terkadang aku masih memimpikan kedua sosok bayi yang pernah kukandung, kurasa mereka dua-duanya adalah pria, karena aku terus bermimpi dua anak lelaki yang luca dan menggemaskan sedang menghiburku dalam mimpiku. Sangat lucu…dan menyedihkan disisi yang lain.Lindsay berhasil lulus, dan ia ingin menginap di apartemenku.“Apa kau yakin, Lucas baik-baik saja?” Tanyaku mengambil sebuah cola dari dalam kulkas kecil.“Humm..” Jawab Lindsay yang sedang duduk santai di sofa kecil di depan tivi, ia sedang dalam mode santainya, ia hanya mengenakan hotpants dan sebuah tank top hitam. Ia baru saja selesai
Read more

67. Rossane Robinson

Aku berangkat kerja seperti biasa. Madam Rose adalah pemilik toko buku tempatku bekerja, ia jga punya art corner, yang berisi beberapa lukisan milik artis local. Aku sempat meminta ijin dengannya untuk menjual lukisanku di sana juga, dan ia setuju…dengan persetujuan berbagi hasil. Ia mendapatkan sepuluh persen dari penjualan lukisan itu. Dan aku menyetujuinya. Lukisanku yang hendak kujual belum selelsai, aku masih meletakkannya di gudang perpustakaan, karena aku mengerjakannya seusai shift bekerjaku usai.Aku emndengar kabar dari Travis, Clair dan Alicia…mereka mengabari bahwa mereka baik-baik saja. Clair mendapatkan pekerjaannya kembali, dan Travis membuka tokonya seperti semula. Tak ada yang salah. Good.Aku memebersihkan toko seperti biasa, plat ‘open’ belum kupasang, namun bunyi bel pintu berbunyi..pertanda ada seseorang yang memasuki toko ini, aku menghampirinya.Lucas! Itu adalah Lucas!“Lucas?” Tanyaku tak perc
Read more

68. Lucas Panik

Aku tercekat. Ia hanya tersenyum penuh rasa tertarik.“I am so sorry Mam… tapi bisakah anda tak memberi tahu bahwa aku adalah karyawanmu?” Tanyaku penuh harap. Itu adalah hal terakhir yang kuinginkan, bertemu dengan nenek Dave yang katanya controlling itu.“Silly! Tentu ia sudah tahu dari awal. Ia mengetahuinya sejak pertama kau kerja di sini. Justru aku yang baru tahu!” Ucapnya yang membuatku mencelos.Aku hanya bisa berharap kalau aku dan nenek dari Dave tak pernah berjodoh untuk bertemu.“Aku menangkap…bahwa kau adalah mantan kekasih dari cucuk lelakinya satu-satunya. Sang calon penerus kerjaan bisnis keluarga Robinson, benar begitu?”Aku menggeleng. Karena aku dan Dave tak pernah pacaran kaa? Kami tak ada hubungan apapun.“Jangan mengelak, ia sendiri yang mengatakannya kepadaku. Kurasa ia sangat tertarik denganmu!”Kuharap tidak benar terjadi! Aku hanya menggeleng. Jang
Read more

69. Double Date?

Makanan kami datang, sejak tadi aku memberi kode kapada Lindsay agar ia pergi bersamaku ke toilet, tapi sahabatku itu sudah terhanyut dengan romansa bersama Richard…ia seperti terpesona dengan pria itu.Aku merasakan tanganku disentuh, aku menoleh ke arah Louis, ya memang ia yang menyentuh tanganku.“Kau terlihat tak tenang… ada apa?” Tanyanya dengan lembut. Sebenarnya apa ini? Double date? Aku langsung menyesali keputusanku untuk ikut. Seharusnya aku di rumah saja!“Hmm.. aku khawatir dengan Lindsay… ada yang harus kukatakan kepadanya seara pribadi…hmm… kurasa aku harus ke kamar kecil!” Ucapku lalu aku menarik tangan Lindsay. Ia cukup kaget dengan tindakanku, tapi tetap terlihat posh dan santai.  Ia melambai ke arahRichard, mengisyaratkan..aku takkan lama!“Apa-apaan Rose?!” Protesnya setelah kami masuk ke kamar kecil berbau citrus milik café ini, sangat nyaman dan harum.
Read more

70. New Crush-Louis

“And… you should smile more…you look cute.” Ucapnya mengelus pipiku.Aku tersipu, dengan kelakuannya. Ia manis dan sopan, ia memperhatikanku tak seperti lainnya. He saw me from the inside.“Kau jangan berkata terlalu manis kepadaku, nanti aku salah paham.” Ucapku melepaskan tangannya dari pipiku.“I am being honest!” Ucap Louis, aku tak bisa berkata-kata lagi. Kami dalam posisi canggung, saling berdiri berhadapan.“Well… kau bilang mau melihatku melukis, kau masih tertarik?” Ucapku mengalihkan pembicaraan.“Ya, tentu!” Ucapnya tersenyum lebar, ia sudah duduk di atas ranjangku.Aku duduk di sampingnya dan mendekatkan canvas ke arahku. Aku mulai melengkapi kekurangan dalam lukisan itu, wajahku sedikit berkerut saat melukis. Mencoba konsentrasi penuh.Aku menyelesaikan bagian wajah yang masih belum sempurna, Louis terlihat asyik memperhatikan jemariku yang m
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status