Beranda / Romansa / Mantan Jadi Bos / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Mantan Jadi Bos: Bab 21 - Bab 30

86 Bab

Part 21

"Jadi, ada kepentingan apa yang membuat Bapak sampai menyuruh saya ke sini?" tanyaku ketus ketika tiba di ruangan CEO alias kandang macan.  Berdiri tegak memandang ke arah Gaza yang tengah duduk membelakangiku di kursi panasnya.  Sebenarnya dari lubuk hati terdalam, aku malas sekali bertandang ke ruangan ini, sampai-sampai mengorbankan jam makan siangku bersama teman-teman.  "Duduk!" perintah Gaza, masih membelakangiku.  Oke, tanpa disuruh dua kali, aku pun mendaratkan pantatku di kursi depan meja Gaza. Capek tau, dari tadi berdiri terus, untung lagi nggak pake sepatu hak tinggi.  Gaza masih belum mau memberi tahu perihal kenapa ia memanggilku ke sini. Dia masih diam, dan itu membuatku kesal.  "Pak, saya sudah di sini, cepat sampaikan keperluan Bapak ke saya, biar cepet selesai. Saya kan mau makan siang bareng temen-temen," kataku sedikit memaksa. Bodo amat kalau dia merasa tidak dihormati, lagian ditunggu
Baca selengkapnya

Part 22

"Oke. Saya akan beri tahu kamu. Tapi tentunya itu tidak gratis. Ada harga yang harus kamu bayar."  Ya ampun! Perhitungan banget sih, nih orang. Rasanya pengen nendang dia ke Antartika, deh.  "Apa yang harus saya lakukan, Pak?"  "Gampang! Cukup pulang dengan saya nanti," kata Gaza. Nih, mau modus kali, ya.  "Ngapain pulang bareng Bapak? Mending  Bapak kasih tau aja alamat bengkelnya di mana. Saya bisa ke sana sendiri, kok."  Ogah, kali pulang bareng dia. Masa pagi, siang, sore, sama mantan terus. Mana mantan udah punya  cewek baru, lagi, nanti bisa-bisa aku dikatain pelakor.  "Kalau menolak tawaran saya, ya, sudah. Saya tidak akan memberi tahu kamu di mana tempat bengkel itu. Biar kamu terus dihantui sama hutang kamu itu."  Nih orang pinter banget nyari kesempatan, ya.  "Ya, udah, saya ikut Bapak. Tapi, setelah urusan saya dengan orang bengkel selesai, Bapak harus berjanj
Baca selengkapnya

Part 23

"Eh, kita mau ke mana lagi sih?" tanyaku ketus, "tempat kost gue udah deket dari sini. Lo nggak perlu nganter gue."  "Siapa bilang mau mengantar kamu? Kamu yang harus ikut saya."  "Ya, tapi ke mana, Bambang!"  "Ke hotel."  "Hah?!" Aku melongo. "Ngapain?" Gaza tak menjawab pertanyaanku, sebaliknya dia cuma cengar-cengir nggak jelas sambil fokus nyetir. Gila mendadak mungkin dia, ya?  "Za, lo jangan macem-macem, ya. Lo emang bos gue, tapi bukan berarti lo bisa ngajakin gue ke hotel. Gue masih punya harga diri, Gaza!" cecarku.  Lagi-lagi Gaza cuma cengar-cengir doang, dan itu bikin aku tambah kesal.  ==========Aufa========= Setibanya di hotel, Gaza mengajakku ke kafe yang memang masih satu gedung dengan hotel ini. Seenggaknya aku masih bisa sedikit bernapas lega karena Gaza nggak nyewa kamar buat ....  "Sedari tadi kamu pasti berpikir kalau saya mau mengajak kamu chec
Baca selengkapnya

Part 24

"Jadi, kemarin om kamu yang adiknya almarhum ayah kamu datang ke sini. Dia bilang, ingin menjodohkan kamu sama teman bisnisnya, La." "Apa?! Jodohin Alula, Bu? Sama siapa?" "Iya, La, katanya om kamu mau jodohin kamu. Tapi, sama siapa ibu nggak tau," jawab ibu. Duh, jangan-jangan aku mau dijodohin sama temennya om. Otomatis umurnya juga nggak jauh beda dari om, dong. Atau bahkan mungkin lebih tua. Iiih ... ogah, mending kalau dijodohin sama mantan, eh! "Halo, Alula. Kamu nggak tidur, kan? Masih dengerin ibu?" tanya ibu. Mungkin bingung karena aku dari tadi diem aja, mikirin kemungkinan-kemungkinan dari perjodohan itu. "Iya, Bu, Alula denger, kok," ucapku lesu. Gimana mau semangat, coba, orang dapat kabar duka seperti itu. Aku memang paling nggak suka dijodoh-jodohin seperti itu. Terdengar helaan napas berat ibu di seberang sana, kemudian beliau berucap, "ibu sih, terserah sama kamu aja, La. Mau nerima ya, si
Baca selengkapnya

Part 25

Sejak memberi tahu Gaza kalau aku dijodohin, dia tak lagi menggangguku. Nggak lagi nyuruh-nyuruh yang bukan kerjaanku, dan nggak lagi nyuruh aku ke ruangannya. Dia seperti menjaga jarak denganku, kami bagai orang yang nggak saling kenal. Berpapasan pun dia cuma melirik aja, dan nggak pernah negur. Entah kenapa sikap Gaza yang demikian padaku, justru membuatku sedikit merasa kehilangan. Aku seperti orang yang nggak diinginkan, ditambah lagi, akhir-akhir ini Lashira rajin banget datang ke kantor, dan memamerkan kemesraan pada semua penghuni kantor ini. Cemburu? Enggak sih, cuma aku kesal aja, kenapa mantan justru nasibnya lebih terdepan daripada aku. Punya jabatan yang bagus, pacarnya cantik, lagi. Sedangkan aku cuma karyawan biasa, dan sampai saat ini masih jomlo. Ngenes banget kan, kerja di perusahaan punya mantan, tiap hari harus lihat adegan kemesraan si mantan bareng ceweknya. "La, gue heran deh, sama lo. Akhir-akhi
Baca selengkapnya

Part 26

"Kamu mau, Alula?" Sekarang giliran Gaza yang bertanya, dan mulai melihat ke arahku. Padahal dari tadi dia sok-sokan nggak menganggap ada aku di sini.Pandangan mataku dan Gaza bertemu. Tatapan yang sudah lama nggak aku lihat semenjak dia mulai menghindariku. Dan sekarang, demi permintaan pacarnya itu, Gaza menyuruhku? "Mau, ya, Alula, please ...," rayu Lashira dengan tatapan memohonnya, dan sekarang dia memegang lenganku, seperti anak kecil yang sedang meminta dibelikan permen oleh ibunya. Aku bingung, mau menurutinya atau enggak. Mau menurut, kok aku rasanya kek jadi babu, tapi kalau nggak dituruti, aku kasihan sama Lashira. "Eh, maaf, Alulanya nggak bisa. Dia lagi capek, jadi jangan disuruh-suruh," kata Alena dengan tegas. Kuyakin sahabatku ini pasti nggak rela aku disuruh-suruh sama pacar mantannya.Alena menyenggol lenganku, dan reflek aku menoleh ke arahnya. Dia berkedip dan itu adalah isyarat agar aku menurutinya."I
Baca selengkapnya

Part 27

"Kamu mau jadi partner saya malam ini, Baby?" bisiknya di telingaku. Seketika tubuhku menegang dipanggil seperti itu olehnya. Degub jantung kini kian kencang, apalagi saat kutahu Alena menghilang entah ke mana, hingga menyisakanku berdua dengan Gaza.  Kenapa waktu dipanggil dengan sebutan 'baby' tadi, aku seperti akan mengingat sesuatu, tapi aku juga bingung itu apa. Rasanya sebutan itu kek familiar. "Kalau kamu diam, berarti jawabannya, iya," putus Gaza, dan kini dia sudah berani menggenggam tanganku.  Ada gelenyar aneh saat tangan ini digenggam olehnya. Waktu pacaran dulu,   sepertinya kami nggak pernah bergenggaman tangan seperti ini. Dulu Gaza adalah orang yang sangat menghormati perempuan.  Aku buru-buru sadar saat Gaza mulai menuntunku dan berjalan beberapa langkah dari tempat tadi. "Lepas, Pak! Saya nggak mau jadi partner Bapak."  "Kenapa kamu jadi berubah pikiran?" Gaza menatapku heran. "Saya da
Baca selengkapnya

Part 28

Merasakan kepala yang sedikit pusing, aku mencoba untuk membuka mata. Tunggu, kenapa bagian perutku terasa berat, seperti ada sesuatu di atasnya? Begitu kubuka mata, aku langsung kaget karena ada sebuah tangan kokoh berada melingkar di perutku. Dan ...."Aaargh!" jeritku ketika tahu siapa pemilik tangan itu, yang posisinya tidur sambil memelukku. Refleks, aku pun terduduk. Dia pun terbangun, mungkin karena kaget mendengarku menjerit. "Alula! Ini masih pagi, kenapa kamu teriak-teriak?" tanyanya tanpa merasa bersalah. "Harusnya gue yang tanya sama lo, kenapa lo bisa tidur sambil meluk gue?" Aku balik bertanya dengan nada kesal. Yang ditanya hanya menaikkan sebelah alisnya, lalu kembali memejamkan mata. Tentu itu membuatku jadi tambah kesal. "Gaza jawab! Kenapa lo bisa tidur di sini?" tanyaku lagi, "pasti lo nyelonong masuk ke kost gue, kan?" Gaza bangkit, lalu duduk sambil bersandar pada
Baca selengkapnya

Bab 29

"Bi, kalau boleh tau, hubungan Gaza sama Lashira sudah sejauh apa, Bi?" "Non Lashira sama tuan Gaza ...." "Bi Ijah, sarapannya sudah siap?" tanya Gaza yang tiba-tiba datang. Huh! Mengganggu saja, padahal sebentar lagi semua bakal terkuak. "Sudah, Tuan. Nasi goreng ebi sesuai request-an Tuan tadi malam." Gaza mengangguk, lalu duduk di meja makan. Bi Ijah segera menyiapkan sarapan untuk majikannya itu, sedangkan aku kembali lagi ke kamar Gaza setelah dia menyuruh agar aku mandi di kamar mandi yang terletak di kamarnya. Setelah berada di kamar mandi, aku bingung, karena sehabis mandi nanti mau pakai baju apa. Nggak mungkin dong, piyamanya dipakai lagi, gaun yang tadi malam juga nggak tahu di mana. Saat sedang mikir sambil mondar-mandir di kamar mandi, tiba-tiba pintunya diketuk. "Non Alula, ini bibi, mau bawain baju ganti buat Non." Wah, kebetulan banget, tuh."Iy
Baca selengkapnya

Part 30

 "La, lo dari mana aja?" tanya Alena begitu aku sampai di depan pintu kost-ku. Ternyata semalam dia pulang ke sini. "Harusnya gue yang tanya ke lo, lo ke mana aja, sampai gue bisa di apartemen Gaza," kataku sambil nyelonong masuk ke tempat berteduhku selama aku mencari nafkah di kota ini. Setelahnya, aku langsung merebahkan tubuh di kasur lantai yang sudah mulai lusuh.Alena menggaruk-garuk kepalanya yang aku yakin nggak gatal itu. Dia duduk sambil mengamatiku."Keknya lo salah paham, La. Gue jelasin, ya." Dia mengambil napas sejenak. "Jadi, semalam gue liat lo pingsan, dan lagi ditolong sama pak Gaza, La. Gue mendekat, dan bilang sama pak Gaza kalau mau bawa pulang lo. Tapi, waktu gue mau pesen taksi online, pak Gaza bilang kalau dia yang mau nganterin lo pulang, dia minta alamat kost ini ke gue, ya, udah gue kasih." "Terus, setelah itu?" tanyaku mulai penasaran. Kini aku ikut duduk menghadap Alena. "Setelah gu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status