Semua Bab Balada Asmara Biduan Dangdut: Bab 41 - Bab 50

146 Bab

AKU PERGI TIDAK LAMA

H-1 menjelang rekaman.Pagi ini kami harus berangkat. Setidaknya nanti kami sampai di Ibu Kota saat malam hari, lalu beristirahat, kemudian esoknya kami akan melakoni rekaman. Begitulah rencananya. Pagi ini, setelah berpamit kepada keluarga masing-masing, kami sudah janjian untuk berkumpul di Warung Kopi Mbok Bariyah menunggu travel yang akan menjemput.Yang datang paling awal adalah aku. Segera kupesan kopi hitam tanpa gula seperti biasa. Saat menyajikannya Mbok Bariyah heran sebab aku membawa koper yang cukup besar.“Kamu diusir Emakmu, Kir?” ledeknya sambil ketawa.“Halah, bukan. Ini kami udah mau berangkat lho, Mbok.”“Ke Ibu Kota?”“Iya. Eh, Kang Bambang sama Dewik belum ke sini, ya?”“Belum tuh. Daritadi Mbok belum lihat. Eh, emangnya kalian sudah mantap betul ya mau rekaman lagu di Ibu Kota?”Aku tertawa. “Ya iyalah, Mbok.”“Nah, nanti k
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-28
Baca selengkapnya

HARI KEBERANGKATAN

Sesampai di stasiun Inces langsung menyambut. Matanya sembap. Rautnya seperti tidak bergairah. Kang Bambang segera memeluknya dan berkata, “Aku ikut bela sungkawa atas meninggalnya kekasihmu, Inces.” Inces tergugu menumpahkan air mata.Kalau saja Inces tahu siapa pelakunya, pasti dia akan ngamuk besar. Dewik memegang tanganku erat sekali. Dia berbisik, “Drama apa ini, Mas? Jangan sampai bencong itu tahu kenyataan yang sebenarnya.”Aku berkedip menyuruh betina ini agar diam. “Jangan bahas sekarang!”“Sebagai hadiah kuberikan ini padamu, Inces.” Kang Bambang mengeluarkan jam tangan Swiss Army lalu memakaikannya ke tangan Inces.“Oh, kau ini baik sekali. Aku akan mengingat kebaikanmu selalu.” Inces berusaha tersenyum meski matanya masih menitikkan air mata.Selanjutnya Dewik ikut menyalami Inces serta mengucapkan bela sungkawa. Inces memeluknya erat. Berikutnya aku pun menyalaminya, serta den
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-28
Baca selengkapnya

IBU KOTA

Ibu Kota sibuk. Deretan gedung-gedung pencakar langti menyambut kedatangan kami. Kubangunkan Dewik yang masih tertidur, dan betapa betina itu takjub saat melihat pemandangan di luar jendela kereta api. Meski telah malam, tapi Ibu Kota terlihat seperti tak pernah tidur. Lampu-lampu terang. Orang berjalan lalu lalang. Macet jalanan. Klason saling berbunyi, saling memarahi. Dan masih ada banyak hal yang tidak mungkin bisa kutuliskan semuanya. “Menakjubkan!” Satu kalimat keluar dari mulutku secara spontan, seperti orang ndeso yang baru saja masuk ke kota. “Aku baru sadar jika ternyata Ibu Kota lebih indah ketimbang yang aku lihat di televisi,” ungkap Dewik yang juga terkagum. Tiba-tiba terdengar suara dari sepiker di dalam kereta, menginformasikan jika penumpang harus bersiap-siap sebab sebentar lagi akan sampai. Kang Bambang menghapiri tempat duduk kami. “Ayo kemasi barang-barang. Jangan sampai ada yang tertinggal.” “Siap, Kang!”
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-28
Baca selengkapnya

ADEGAN RANJANG 18+

(BERISI KONTEN 18++ DAN BAB INI BISA ‘DI-SKIP’ UNTUK TIDAK DIBACA!)Aku cepat menutup mata, dan secepat itu pula betina itu tersenyum. “Kenapa?” tanyanya tertawa. Astaga, dia baru saja menanggalkan tank top dan celananya di depan laki-laki yang bukan suaminya dan masih bisa menanyakan ‘kenapa’?Aku meneguk air liur. Kuintip dari balik calah-celah jariku. Harus kuakui bahwa ‘buahnya’ besar dan padat, menggantung agak ke samping dan di antara keduanya ada jarak seukuran 3 jari. Meski masih tertutupi braa tapi bisa kulihat ia menyembul.“Apa kamu gila?” kataku.“Kenapa? Kenapa bisa aku gila? Aku hanya gerah dan aku melepas baju sebab aku ingin mandi. Apa ada yang salah?”Aku tak menjawab. Aku berahi. Mulutku seolah kaku sebab ada wanita hanya memakai braa dan CD berada di depanku saat ini.Dewik lalu duduk di sebuah sofa yang terletak di samping ranjang. Dia membuka HP dan
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-29
Baca selengkapnya

LATIHAN

Ketika laki-laki maupun perempuan mulai mencicipi cinta, maka mereka tidak dapat lagi menikmati persahabatannya. **** Terbangun dari tidur aku tak mengenakan sehelai pun kain. Dewik masih terlelap di sebelahku. Kulirik jam, ternyata masih pukul 04.00 pagi. Bayangan Emak terlintas di dalam kepalaku, dan berkata, “Kir, jangan lupa sholat.”Ah, sholat? Yang benar saja? Semalam aku baru saja melakukan dosa, yaitu meniduri wanita yang seharusnya tidak kutiduri, lalu mengapa aku yang hina ini harus menghadap Sang Kuasa?Apakah itu pantas?Sepertinya tidak. Maka aku lanjut menarik selimutku dan memejam mata.Jam dinding berdetak. Seolah suaranya sedang ingin mengganggu tidurku, menggelitik telingaku. “Aggrrhh,” ucapku geram. Aku tak bisa tidur lagi. Banyak sekali hal yang terlintas dalam batok kepalaku sekarang. Bagaimana ini?Kulihat wanita itu. Dia sedang tidur lelap seperti putri tidur.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-29
Baca selengkapnya

STUDIO REKAMAN

Pukul 12.00 siang.Kami harus belajar bersabar sebab saat ini kami terjebak macet di jalan. Suara klakson bertalu-talu saling bersahutan. Meski di dalam taksi ada AC pedingin, tapi rasanya dalam dada panas.“Maklumlah, ya, namanya juga Ibu Kota. Macet sudah jadi makanan sehari-hari,” kata Inces yang duduk di jok depan sebelah supir.Gedung-gedung dan bangunan megah berada di sepanjang jalan yang tadi aku kagumi seketika menjadi tiada arti. Kemegahan Ibu Kota seperti tidak menyenangkan lagi. Macet ini seolah menjadi penyakit serius.“Ngomong-ngomong, kalian tahu tidak siapa pemilik studio rekaman yang mau kita pakai?” tanya Inces lagi.Kami semua diam.“Wah, kalian perlu tahu ya, dia itu Ahmad Deddy.”“Ahmad Deddy musisi yang terkenal itu?” tanyaku kaget.Inces terbahak. “Iya.”“Ahmad Deddy yang punya istri 2 itu?” tanya Dewik.Inces mengangguk
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-29
Baca selengkapnya

JAMILLA

Aku hanya mengangguk canggung. Sementara Jamilla terus menjabat tanganku bahkan semakin lama semakin erat.“Siapa namamu?” tanyanya.“Cukir,” jawabku pendek.“Oh, nama yang unik,” komentarnya dengan aksen bule. Setahuku dia memang blasteran Indonesia dan Inggris. Rambut pirang panjangnya semakin menambahku yakin jika wanita itu berdarah campuran.Aku melepaskan jabat tangan.“Cikur, ya? Aku belum pernah mendengar nama seperti itu sebelumnya. Tapi tak masalah. Yang unik itu yang menarik. Pasti aku akan mudah mengingatnya ya, Cukir.” Dia tersenyum. Sementara aku hanya menggaruk-garuk kepala saja. Tidak tahu apakah kalimat tersebut merupakan pujian, atau  malah sebuah ejekan?“Baiklah kalau begitu, Cukir. Karena di rumah pembantuku sedang pulang kampung, bagaimana kalau kau membantuku untuk membuat minum untuk teman-temanmu?”“Aku saja!” sahut Dewik cepat. Betin
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-30
Baca selengkapnya

DUET TERSELUBUNG

Begitu sampai di depan aku meletakkan dan mendapat semprotan langsung dari Dewik.“Kenapa buat minum lama sekali, mas? Kamu ngapain aja di dalam?” Wajahnya kesal. Bibirnya maju. Matanya menatap curiga.“Cuma bikin minum. Nggak ngapa-ngaapain lah,” ucapku lugu dan tanpa merasalah bersalah.Deik yang tidak puas dengan jawabanku segera mencengkram burungku.“Awww!!” Aku berteriak.“Awas ya kalau kamu sampai macam-macam sama wanita lain. Kupotong-potong burungmu!”Bukannya memabantu, Inces dan Kang Bambang malah ikut ketawa. Dasar teman tak berguna.Tak lama kemudian kami duduk dengan tenang, sambil menikmati situasi di sekitar. Semua orang memuji ketenangan yang dibangun dalam rumah ini. Mulai dari tanaman, pohon-pohon, kolam ikan, dan juga suara burung yang berkicau merdu. Ah, seperti sedang di desa saja…“Memang aneh ya, Cin. Eike suka heran sama kelakuan orang-orang.&
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-30
Baca selengkapnya

INSIDEN REKAMAN

Aku tak menyangka  jika ternyata rekaman lagu adalah kegiatan yang sangat menguras tenaga. Bahkan ini lebih capek daripada kami manggung seharian penuh. Semua hal harus dikerahkan di sini. Konsentrasi. Ketepatan. Menjaga mood. Dan juga improvisasi. Empat hal tersebut sangat memegang peran penting dari terciptanya sebuah lagu.Hari berangsur gelap. Dan malam pun datang. Jam dinding di dalam ruang rekaman menunjukkan sudah pukul 23.00. Meski rekaman telah usai, tapi tak bisa dipungkiri bahwa dalam prosesnya tadi, aku sempat beradu mulut dengan Kang Bambang akibat berbeda pendapat.Masalah teknis sebenarnya. Aku ingin menambahkan aransemen keyboard di bagian reff akhir, tapi Kang Bambang menolak. Dia katakan, bahwa bagian akhir itu sebaiknya dibuat senyap saja. Dia ingin hanya ada suara kendang dan vokal, tanpa perlu dibumbui instrumen macam-macam.Tapi pendapatku lain. Aku ingin ditambahi ‘string’ agar nuansanya lebih dapat. Akhirnya, kami tak sep
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-30
Baca selengkapnya

KOTA YANG TAK PERNAH TIDUR

Setelah mandi aku langsung merebah diri. Aku bersumpah kami cuma mandi, dan tidak melakukan perbuatan apa-apa. Tadi, aku mengajak betina itu mandi bersama hanya karena agar dia tidak ngomel lagi mengenai Jamilla.Dia ikut merebahkan badan di sampingku.“Capek, Mas?” tanyanya.“Lumayan,” jawabku pendek.Kemudian kami berbincang mengenai banyak hal sambil menatap langit-langit kamar hotel. Semakin lama berbincang, semakin pula aku tahu bahwa perasaannya kepadaku sangatlah tulus. Dari caranya tertawa, memerhatikanku, dan terutama menatapku, aku mengetahui perasaannya itu.“Apa kamu mencintaiku?” tanyanya di sela-sela perbincangan kami.Dan selalu saja aku menjawabnya dengan anggukan kecil.“Mana yang kamu pilih, Mas? Menikahi seorang wanita biduan dangdut, atau menikahi seorang gadis anak kiai?”Mataku memebelalak. Tentu saja aku tahu maksud tersembunyi dari pertanyaan tersebut.
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-11-30
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
15
DMCA.com Protection Status