Home / Romansa / Balada Asmara Biduan Dangdut / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Balada Asmara Biduan Dangdut: Chapter 31 - Chapter 40

146 Chapters

ADEGAN PENCULIKAN

Rohmat, sang kekasih tercinta Inces, kini sedang mangkal di pasar. Dia itu sejatinya laki-laki, tapi berdandan ala-ala wanita, memakai bedak, gincu, bulu mata palsu, dan ‘baju haram’ yang punggungnya kelihatan. Dia mangkal bersama waria-waria lainnya di sana, di bawah lampu pasar yang menyala kuning temaram.Dari sebrang jalan aku mengamatinya. Kang Bambang yang berada di sebelahku pun berbisik, “Kamu harus pancing dia dulu biar mau ke sini, Kir.”Aku menatap heran. “Caranya?”“Ya kamu godain dia lah. Apalagi?”Sial! Menggoda bencong? Najis tralala, euy!!Aku menggeleng. Menatap Kang Bambang penuh makna. “Kang, demi kehormatanku dan nama baik keluargaku. Aku nggak sudi!”Dijitak kepalaku. “Udahlah cepat. Lagian ini cuma pura-pura aja. Toh nanti kalau Rohmat sampai di sini kita bakal langsung sekap, masukin ke karung lalu bawa pergi pakai motor.”Gila! Gila! Gila!
last updateLast Updated : 2021-11-26
Read more

WARIA MENGAMUK

Rohmat menjerit seperti baru saja melihat hantu. Tanpa banyak kata, aku dan Kang Bambang segera membekap mulutnya dengan kain yang sudah dibasahi oleh cairan tertentu. Sehingga jeritan Rohmat berhenti. Dia pingsan untuk sementara ini.“Beres,” kata Kang Bambang membuka karung goni. Kemudian Rohmat dimasukkan ke dalam sana, dan kami berdua membawanya membawa sepeda motor. **** Di Markas.Layar HP Kang Bambang menunjukkan tulisan 17 panggilan tak terjawab. Semuanya dari Inces. Dewik yang menunggu kami di markas tampak cemas. Dan begitu kami datang betina itu segera berkata, “Gimana? Apakah berhasil? Dari tadi Inces telpon terus tapi nggak aku angkat.”Aku dan Kang Bambang mengangkat karung goni yang berisi Rohmat ke dalam Markas, lalu memasukkannya ke dalam kamar.“Demi Tuhan, ini penculikan!” Dewik tercengang. Betina itu tidak menyangka jika aku dan Kang Bambang akan melakukan ha
last updateLast Updated : 2021-11-26
Read more

BUANG SAJA WARIA

Sesampai di Markas situasi masih sepi. Dewik bahkan pulas tertidur di ruang tamu, sementara Rohmat di kamar belum juga siuman, masih terikat dan lelap. Sambil memandangi Rohmat aku mulai berpikir, betapa mengerikan ternyata jika mempunyai masalah dengan para waria-waria itu.“Kita bebaskan saja Rohmat, Kang,” kataku.Kang Bambang tak menanggapi. Dia malah sibuk ke dapur membuat kopi lagi lalu kemudian duduk di sebelahku.“Apa kamu takut?”“Nggak juga sih sebenarnya. Tapi kalau masalah ini nanti bisa berbuntut panjang, malah repot buat grup musik dangdut kita.”Kang Bambang mengibaskan tangan tanda tak setuju. “Kamu masih ingat perkataan Inces kemarin? Di dalam dunia hiburan itu berlaku hukum rimba. Di sini semuanya akan saling memangsa. Yang lemah akan tewas. Pemenangnya adalah yang kuat. Kamu pikir di dunia hiburan itu mudah? Sekadar modal punya suara bagus, tampang menawan, karya keren, lantas bisa jadi b
last updateLast Updated : 2021-11-27
Read more

DI PANGKUANMU

Paginya aku terbagun. Gorden ruang tamu telah disingkap dan cahaya matahari menusuk ke mataku. Perih. Tapi sebantar, seingatku semalam aku tidur tak memakai bantal, tapi mengapa sekarang kepalaku menyentuh sesuatu yang kenyal?“Selamat pagi, Mas.” Dewik tersenyum. Rambutnya dikuncir sehingga bisa kulihat lehernya yang seksi itu. Dan aku terkejut saat menyadari rupanya aku tengah tidur di pangkuannya.Aku langsung terperanjat!“Kenapa?” tanya betina itu heran. “Kalau masih ngantuk, lanjutin saja tidurnya, Mas.” Dia lalu mendorong kepalaku ke pangkuannya lagi.Aku merasa tak berdaya. Ingin rasanya aku bangun dari gumpalan daging lembut ini. Tapi aku tiada sanggup. Di sini begitu nikmat, begitu hangat. Belum lagi sekarang tepat di atas kepalaku terdapat dua buah bongkahan daging yang besar.“Kamu pasti masih capek kan semalam begadang?” Dewik menatap mataku. Dan seperti bayi yang minta disusui, aku menga
last updateLast Updated : 2021-11-27
Read more

WARGA GEGER

Di Warung Kopi Mbok Bariyah.Seluruh warga geger. Berita kematian seorang bencong di sungai hari ini menjadi perbincangan hangat seantero kecamatan. Di warung kopi, di sawah, di dapur-dapur rumah, di puskesmas dan juga di pasar, rasanya tidak ada satu orang pun yang akan luput mengenai kabar berikut:“Seorang bencong bernama Lily alias Rohmat terkapar tak bernyawa di dekat sungai. Kabarnya, dia diperkosa oleh seseorang sebelum ditemukan mati.”“Ngeri sekali. Siapa pelakunya yang tega dan keji itu?”“Denger-denger sih katanya gerombolan supir bus malam.”“Ah, yang bener? Astaga! Ini sih perbuatan sangat bejad!”“Betul sekali! Meski bencong, tapi dia juga manusia yang punya hak untuk hidup!”“Siapa nama pelakunya?”“Aku nggak tahu. Tapi yang jelas pelakunya supir bus malam.”Aku cukup lega saat menguping permbicaraan orang-orang tersebut di
last updateLast Updated : 2021-11-27
Read more

SEBUAH SURAT

“Mak, ayo pulang.”“Kenapa, Kir?”“Aku lapar,” bisikku lirih.Karena Emak nggak tega lihat perutku keroncongan, akhirnya kami pamit pulang. Abah Yai berpesan padaku, untuk jangan sering tidur menginap di tempat orang lain.“Temanilah Emakmu. Kasihan kalau nanti ada maling malam-malam.” Abah Yai bercanda.Aisyah kemudian mendekat dan memberikan bungkusan jajan padaku. “Ini buat Mas Cukir,” katanya manis sekali. “Aku tadi pagi bikin kue. Tapi maaf ya, Mas, kalau rasanya kurang enak. Aku lagi belajar bikin kue kering.”Wajahku berbinar. “Waah cocok banget buat temen rokok. Hahahaa!”“Huss!” Emak menyikutku. Matanya melotot. “Jangan keras-keras kalau ketawa. Nggak sopan ah.”“Iya-iya, Maaf,” ujarku sambil menggaruk-garuk kepala. Aisyah tersenyum senang saat kuterima kue kering buatannya.Setelah itu aku dan
last updateLast Updated : 2021-11-27
Read more

SUARA HATI AISYAH

H-5 menjelang rekaman.Pagi cerah, langit-langit rekah,cahaya matahari menembus ke bumi dengan perlahan dan tabah. Tadi pagi aku solat subuh berjamaah seperti yang disuruhkan Emak, tapi setalah itu aku ngantuk berat dan kembali tidur. Hingga pagi Emak kembali datang ke kamarku guna membangunkanku.“Bangun, Kir. Itu ada Aiysah.”“Astagfirullah!”“Kenapa kamu ini? Kayak orang kesetrum aja?”“Dimana Aisyah, Mak?” tanyaku mengucek mata.“Di luar itu nungguin kamu. Dia mau ngajak kamu jalan-jalan pagi sambil berjemur bareng Temu.”Baiklah kalau begitu. Maka hal pertama yang harus kulakukan adalah mandi sebersih mungkin, gosok gigi hingga gigiku menjadi seputih mungkin, dan memakai minyak wangi agar harum seharum-harumnya.Aku beranjak dan langsung melakukan itu semua. Aku bersiul-siul di kamar mandi. Membayangkan wajah Aisyah yang manis, lugu, polos, tentu membuat bulu kudu
last updateLast Updated : 2021-11-27
Read more

GUDANG LAMA

H-4 menjelang rekaman. Karena ini adalah waktu dimana grup musik dangdut Tak Usah Kau Risau Rumput Tetangga Masih Hijau fokus beristirahat, maka tidak banyak yang kukerjakan. Sesekali bersama Emak aku hanya mampir ke Pondok untuk mengunjungi Temu. Lain kali aku hanya rebahan saja, sambil mengorek-orek barang bekas milik bapak yang tersimpan di dalam gudang. Seperti yang kulakukan hari ini. Selepas minum kopi di pagi hari, aku iseng masuk ke gudang untuk mencari barang-barang peninggalan bapak. Banyak sekali rupanya. Tidak tertata rapi, sebab gudang ini lebih sering dihuni tikus-tikus dan kecoa daripada dimasuki manusia. Foto bapak terpajang di sana, di dinding dekat jendela gudang. Kuamati lekat-lekat, kutaksir usia bapak saat di foto itu masih muda, mungkin sama sepertiku. “Ah, sekarang aku baru sadar dari siapa ketampananku ini berasal,” kataku menghibur diri sendiri. Meski seorang pemabuk berat, namun tak bisa dipungkiri Bapak memang seorang kepala
last updateLast Updated : 2021-11-27
Read more

SAAT EMAK KEHILANGAN BAPAK

H-3 menjelang rekaman.Aku mulai berkemas menyiapkan segala keperluan. Mulai dari baju, alat mandi, keyboard, dan juga hati. Ya, untuk masalah hati, sebenarnya aku tak tega meninggalkan Emak sendirian di rumah sampai beberapa hari ke depan. Pasalnya aku masih mengingat dengan jelas kejadian di hari-hari itu.Tepatnya setelah Bapak meninggal dunia, Emak langsung syok! Dia kurus dan kerontang sebab tak pernah menganal apa itu yang namanya makan. Kami berusaha membujuk, merayu, dan bahkan dokter harus menyuntikkan gizi ke dalam tubuh Emak secara paksa, tapi itu tak cukup membantu. Emak mogok makan. Kami semua khawatir. Dan ketika ditanya, kenapa Emak tak mau makan? Jawaban Emak selalu sama.“Yang aku inginkan saat ini hany bertemu suamiku.”Matanya kosong. Seperti sedang melihat bintang di kejauhan malam. Tidak ada warna di kulitnya, semuanya seraba pucat, seperti jika kau sedang menonton acara televise di layar hitam putih. Dunia Emak tidak berw
last updateLast Updated : 2021-11-28
Read more

UNTUK PENGINGAT

H-2 menjelang rekaman.“Besok kamu berangkat ke Ibu Kota ya, Kir?” Selepas subuh Emak menyuruhku untuk tidak tidur, lalu menanyaiku begitu. Kami duduk di teras rumah. Langit masih gelap, meski berangsur-angsur membiru dengan tabah.“Iya, Mak. Emak baik-baik ya di rumah. Nanti, aku tinggalin uang yang cukup deh buat Emak.” Aku menyeruput kopiku yang masih panas. Emak menatapku tajam, seperti sedang menyelidik.“Di sana kamu kalian tidur dimana nanti?”“Ada hotel, Mak. Semua sudah dipersiapkan sama manajer kami. Mulai dari transport, jadwal, sampai penginapan. Beres pokoknya. Kami sebagai pemain tinggal ngikut aja.”Emak masih menatapku. “Kamu mau sekamar sama Dewik?”Hampir tersendak. Kutaruh kembali gelas kopiku. “Ya nggak tahu nanti, Mak. Bisa sekamar, bisa juga enggak. Kan udah aku bilang, semua yang ngatur itu manajer.”“Fiuuhh… Sebenarnya Emak itu
last updateLast Updated : 2021-11-28
Read more
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status