Share

STUDIO REKAMAN

Penulis: Haras
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-29 22:50:27

Pukul 12.00 siang.

Kami harus belajar bersabar sebab saat ini kami terjebak macet di jalan. Suara klakson bertalu-talu saling bersahutan. Meski di dalam taksi ada AC pedingin, tapi rasanya dalam dada panas.

“Maklumlah, ya, namanya juga Ibu Kota. Macet sudah jadi makanan sehari-hari,” kata Inces yang duduk di jok depan sebelah supir.

Gedung-gedung dan bangunan megah berada di sepanjang jalan yang tadi aku kagumi seketika menjadi tiada arti. Kemegahan Ibu Kota seperti tidak menyenangkan lagi. Macet ini seolah menjadi penyakit serius.

“Ngomong-ngomong, kalian tahu tidak siapa pemilik studio rekaman yang mau kita pakai?” tanya Inces lagi.

Kami semua diam.

“Wah, kalian perlu tahu ya, dia itu Ahmad Deddy.”

“Ahmad Deddy musisi yang terkenal itu?” tanyaku kaget.

Inces terbahak. “Iya.”

“Ahmad Deddy yang punya istri 2 itu?” tanya Dewik.

Inces mengangguk

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   JAMILLA

    Aku hanya mengangguk canggung. Sementara Jamilla terus menjabat tanganku bahkan semakin lama semakin erat.“Siapa namamu?” tanyanya.“Cukir,” jawabku pendek.“Oh, nama yang unik,” komentarnya dengan aksen bule. Setahuku dia memang blasteran Indonesia dan Inggris. Rambut pirang panjangnya semakin menambahku yakin jika wanita itu berdarah campuran.Aku melepaskan jabat tangan.“Cikur, ya? Aku belum pernah mendengar nama seperti itu sebelumnya. Tapi tak masalah. Yang unik itu yang menarik. Pasti aku akan mudah mengingatnya ya, Cukir.” Dia tersenyum. Sementara aku hanya menggaruk-garuk kepala saja. Tidak tahu apakah kalimat tersebut merupakan pujian, atau malah sebuah ejekan?“Baiklah kalau begitu, Cukir. Karena di rumah pembantuku sedang pulang kampung, bagaimana kalau kau membantuku untuk membuat minum untuk teman-temanmu?”“Aku saja!” sahut Dewik cepat. Betin

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-30
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   DUET TERSELUBUNG

    Begitu sampai di depan aku meletakkan dan mendapat semprotan langsung dari Dewik.“Kenapa buat minum lama sekali, mas? Kamu ngapain aja di dalam?” Wajahnya kesal. Bibirnya maju. Matanya menatap curiga.“Cuma bikin minum. Nggak ngapa-ngaapain lah,” ucapku lugu dan tanpa merasalah bersalah.Deik yang tidak puas dengan jawabanku segera mencengkram burungku.“Awww!!” Aku berteriak.“Awas ya kalau kamu sampai macam-macam sama wanita lain. Kupotong-potong burungmu!”Bukannya memabantu, Inces dan Kang Bambang malah ikut ketawa. Dasar teman tak berguna.Tak lama kemudian kami duduk dengan tenang, sambil menikmati situasi di sekitar. Semua orang memuji ketenangan yang dibangun dalam rumah ini. Mulai dari tanaman, pohon-pohon, kolam ikan, dan juga suara burung yang berkicau merdu. Ah, seperti sedang di desa saja…“Memang aneh ya, Cin. Eike suka heran sama kelakuan orang-orang.&

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-30
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   INSIDEN REKAMAN

    Aku tak menyangka jika ternyata rekaman lagu adalah kegiatan yang sangat menguras tenaga. Bahkan ini lebih capek daripada kami manggung seharian penuh. Semua hal harus dikerahkan di sini. Konsentrasi. Ketepatan. Menjaga mood. Dan juga improvisasi. Empat hal tersebut sangat memegang peran penting dari terciptanya sebuah lagu.Hari berangsur gelap. Dan malam pun datang. Jam dinding di dalam ruang rekaman menunjukkan sudah pukul 23.00. Meski rekaman telah usai, tapi tak bisa dipungkiri bahwa dalam prosesnya tadi, aku sempat beradu mulut dengan Kang Bambang akibat berbeda pendapat.Masalah teknis sebenarnya. Aku ingin menambahkan aransemen keyboard di bagian reff akhir, tapi Kang Bambang menolak. Dia katakan, bahwa bagian akhir itu sebaiknya dibuat senyap saja. Dia ingin hanya ada suara kendang dan vokal, tanpa perlu dibumbui instrumen macam-macam.Tapi pendapatku lain. Aku ingin ditambahi ‘string’ agar nuansanya lebih dapat. Akhirnya, kami tak sep

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-30
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   KOTA YANG TAK PERNAH TIDUR

    Setelah mandi aku langsung merebah diri. Aku bersumpah kami cuma mandi, dan tidak melakukan perbuatan apa-apa. Tadi, aku mengajak betina itu mandi bersama hanya karena agar dia tidak ngomel lagi mengenai Jamilla.Dia ikut merebahkan badan di sampingku.“Capek, Mas?” tanyanya.“Lumayan,” jawabku pendek.Kemudian kami berbincang mengenai banyak hal sambil menatap langit-langit kamar hotel. Semakin lama berbincang, semakin pula aku tahu bahwa perasaannya kepadaku sangatlah tulus. Dari caranya tertawa, memerhatikanku, dan terutama menatapku, aku mengetahui perasaannya itu.“Apa kamu mencintaiku?” tanyanya di sela-sela perbincangan kami.Dan selalu saja aku menjawabnya dengan anggukan kecil.“Mana yang kamu pilih, Mas? Menikahi seorang wanita biduan dangdut, atau menikahi seorang gadis anak kiai?”Mataku memebelalak. Tentu saja aku tahu maksud tersembunyi dari pertanyaan tersebut.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-30
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   MABUK BERAT

    Entah sudah berapa botol yang telah kami habiskan. Mataku meredup, segalanya tampak pudar. Dunia seolah sedang berputar di kepala. Alunan musik keras yang tadinya berdebum kini telah berhenti.Senyap. Senyap sekali. Orang-orang pergi, satu per satu meninggalkan tempat ini. Mereka bergelak tawa, saling merangkul demi membantu temannya yang tengah mabuk berat untuk masuk ke dalam mobil. Tak hanya dirangkul. Namun ada juga yang diseret secara paksa. Bau alkohol menguar dimana-mana.“Kalian tahu? Setelah acara selesai seperti ini orang-orang akan bercinta dengan kenalannya.” Inces tertawa. Dia mabuk berat. Seorang pria berseragam sekuriti juga tepar di sampingnya.“Yup, ayok pulang!” Kang Bambang berdiri merangkul teman wanitanya yang berbaju merah. Dia juga mabuk. Dia sudah tidak sabar ingin menggagahi wanita tersebut.Semuanya tepar. Bahkan Dewik sudah tidak sadarkan diri memelukku.Inces segera menelpon taksi untuk menjemput

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-30
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   IBU KOTA LEBIH KEJAM DARIPADA IBU TIRI

    Di luar dugaan, setiba di kamar hotel ternyata Dewik masih tidur. Pukul 08.00 pagi. Aku lega, sebab aku tidak perlu menjelaskan barusan dari mana. Meski sebenarnya aku masih penasaran, apa yang terjadi semalam hingga bisa aku terbangun di rumah Jamilla?Kubuka jendela kamar hotel. Dewik sedikit membuka matanya.“Hai,” sapaku.“Jam berapa ini, Mas?”“Jam delapan,” ucapku sambil mendekatinya. “Kalau masih ngantuk, tidurlah dulu.”“Tumben kamu bangun pagi?” tanyanya curiga. Sepertinya dia juga tidak tahu jika aku semalam tak tidur di sini. Mungkin karena dia tepar dan lupa atas segala sesuatu.“Ya, aku barusan terbangun ke kamar kecil. Sekarang kamu tidurlah. Nanti saja bangunnya nggak apa-apa.”“Memangnya kamu mau kemana, Mas?”“Pergi sebentar,” kataku sambil beranjak. “Aku mau nemuin Inces.”Dewik yang masih ngantuk

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-30
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   HADIAH JAMILLA

    Sesuai janji, hari ini lagu kami akan jadi. Tak terasa waktu 2x24 jam berlalu, sehingga sore ini setelah Ahmad Deddy menelpon Inces, kami segera berangkat ke rumahnya.Ada perasaan cemas, was-was, dan lebih tepatnya semuanya meledak di hatiku menjadi satu, serupa kembang api yang meledak di hitamnya langit malam. Bukan hanya soal bagaimana nanti jadinya lagu kami, namun juga masalah mengenai hubungan terselubung antara aku dan Jamilla, sedangkan Dewik dengan Ahmad Deddy.Sebenarnya Dewik sampai saat ini tidak tahu jika dirinya telah ditiduri Ahmad Deddy di malam itu. Sebab dia tidak sadarkan diri setelah meneguk alkohol banyak sekali, plus dicambur obat tertentu dari Inces. Namun jujur saja, yang menjadi kekhawatiranku adalah, bagaimana nanti jika sampai betina itu bunting?Ah, sebaiknya aku tidak perlu memikirkan hal buruk semacam itu sekarang. Toh, itu cuma murni dugaanku saja. Yang paling penting untuk saat ini adalah fokus untuk mengejar cita-cita, membesark

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01
  • Balada Asmara Biduan Dangdut   PESTA DADAKAN

    Kubawa nampan berisi minuman ini ke studio rekaman sambil menggerutu. Sial, apa maksudnya Jamilla memberiku alat kontrasepsi? Atau malah jangan-jagan malam itu aku sudah tidur dengannya dengan tanpa kusadari?“Ah, biarlah, kamu tidak perlu memikirkan segala hal yang tidak berada di jangkauanm. Hidup harus terus berlanjut. Sekarang fokuslah kepada masa depan grup musik dangdutmu!” kataku menyengamati diri sendiri.Hari yang panas. Pasti mereka semua sekarang sedang kehausan. Tapi ternyata dugaanku salah besar. Sebab sesampainya aku di studio rekaman, ternyata mereka semua sedang menggila.“Goyaangg mantaapp!!!”“Serrr!! Aseekk!! Aseekk!!”Studio rekaman yang harusnya tenang berubah seketika menjadi pesta dadakan!Lagu baru kami disetel keras-keras. Dan semua orang sedang bergoyang menikmatinya.Dewik mengucir rambutnya, lalu memegang microphone dan bernyanyi dengan semangat menggelora. Ahmad Deddy te

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-01

Bab terbaru

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   TAMAT + EKSTRA BAB

    Dua Tahun Kemudian.Kupandangi foto-foto pernikahan di dalam album. Lembar demi lembar kubuka perlahan, sesekali senyumku terbit. Hingga seketika ingatanku terseret kembali di hari pernikahan itu.Pagi itu, acara cukup meriah digelar di pelataran pondok. Tenda-tenda besar warna biru diberdirikan, lengkap dengan kursi dan meja dan tentunya pelaminan serba putih.Saat itu aku masih ingat, tamu udangan kebanyakan dihadiri oleh tamu dari Abah Yai, dan hanya sedikit sekali kawan-kawanku yang datang, paling-paling dari kawan-kawan Emak atau teman dari tetangga desa sebelah.Kang Bambang tentu saja tidak bisa pulang. Inces juga tidak hadir. Dan Dewik tentu saja tidak mungkin mendatangi acara tersebut. Meskipun ketiganya saat itu sudah kuberi undangan dan kabar, namun aku tahu jika mereka sedang sangat sibuk, mempersiapkan konser tour keliling Indonesia bersama Mbak Inul Daratista.Dan sekarang, 2 tahun sudah berlalu, tidak terasa.Pagi ini seperti

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   MELAMARMU

    Seminggu Berlalu...Langit pagi yang cerah, sebagaimana cerah hati dan perasaanku. Hari ini adalah momentum bersejarah, sebab pada akhirnya, aku akan melamar seorang gadis anak Kiai, Aisyah.Sejak habis subuh, aku sudah sibuk mandi dan berdandan sangat rapi. Meskipun jarak rumah kami hanyalah selemparan batu, tapi aku tidak mau menyepelekan, apalagi kalau nanti sampai telat!Emak pun sudah ikut berdandan seraya mempersiapkan semua keperluan. Kotak-kotak yang berisi barang-barang seserahan, seperti jajanan pasar, baju-baju gamis, alat-alat mandi, roti, seperangkat alat rias, semua sudah tertata rapi di teras rumah, dibungkus kotak mika transparan serta diberi ikatan pita berwarna biru.Dan di antara kotak-kota besar itu, ada sebuah kotak kecil yang berisi cincin bbermata berlian biru. Mengilap terkena cahaya matahari pagi.Duh... cantiknya.Orang-orang mulai berdatangan di pagi yang masih ranum itu. Mereka adalah Pak Erte, Pak Erwe, serta beb

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   BERLIAN BIRU

    “Cincin siapa ini, Kir? Atau ini jangan-jangan mau diberikan ke Aisyah?” Emak berkata dengan masih menerawang cincin tersebut di bawah sinar matahari.Tampak berkilau dan terang, perhiasan itu jika ditilik sekilas memang sangat mahal.“Mmm, cincin itu sebenarnya punya Raline, Mak. Wanita itu yang memberikannya padaku. Dia bilang, suatau hari pasti akan berguna.”“Raline artis itu?”Aku mengangguk.Emak lanjut bicara dengan tertawa-tawa, “Woalah, ada-ada aja. Masak barang sebagus ini dikasihkan ke kamu?”“Memangnya itu bagus, Mak?”Emak mengendikkan kedua bahu. “Kalau pastinya ya Emak kurang tahu. Soalnya ini berlian. Tapi, Emak yakin harganya sangat mahal.”Tiba-tiba terbesit ide brilian. “Mak, pagi ini mau ke pasar nggak?”“Iya. Emak mau beli sayur buat masak.”“Yuk aku anterin, hehehehee. Sekalian manasin Vespa,

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   PENGAKUAN DOSA

    Awalnya aku tak ingin mengangkat. Lama telepon kubiarkan berdering. Tapi pada akhirya kuangkat juga panggilan tersebut.“Hallo?”“Mas...” suara Dewik serak, seperti baru saja menangis. “Kamu pulang tanpa pamit sama aku?”“Aku pikir kemarin kamu sedang sibuk.”“Tapi kalau sampai tidak pamit itu keterlaluan, Mas. Kita pergi ke Ibu Kota bersama, lalu sekarang kamu memutuskan untuk pulang dan menikai seorang gadis lain, aku terima! Tapi apakah berat mengucapkan pamit?”Sebentar aku diam. Suara seraknya semakin kentara.“Mas? Hallo?”“Aku tahu kamu sedang sibuk dengan seorang laki-laki muda pengusaha kaya raya. Sebab itulah aku sengaja tidak pamit. Aku taku ganggu.”“Astaga, Mas! Mas?”Telepon kututup. Singkat tapi padat, aku tak ingin bicara lagi dengan dia. Malam ini tidak tepat. Sebab aku ingin segera tidur, dan berharap m

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   KESEPAKATAN

    Selepas shalat magrib aku langsung diajak Abah Yai menuju ke Ndalem. Memang benar ternyata, setelah shalat hatiku terasa lebih adem.Abah Yai mempersilakan aku duduk dan berkata, “Gimana? Sudah adem kan hatinya sekarang?”“Betul, Yai. Sudah enakan.”“Nah, makanya jangan pernah tinggalkan sholat, ya.”Aku hanya mengangguk.“Jadi gimana tadi, soal mau melamar Aisyah? Nak Cukir sudah janji sama Aisyah?”“Betul, Yai. Bahkan saya sekarang ini sudah tidak ikut ke grup dangdut lagi. Saya sudah keluar karena saya ingin melamar Aisyah.”Mendengarku bicara, Abah Yai membuang napas berat. Seperti ada penyesalan dalam dadanya.“Mmm, maaf, Nak Cukir. Aisyah sekarang sudah dilamar sama orang. Lebih tepatnya kemarin siang, rombongan teman Abah datang ke sini buat melamarkan putranya. Yah, sayang sekali. Padahal kalau Nak Cukir yang melamar duluan tentu saja Abah mau.”

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   KABAR MENGEJUTKAN

    Aku tiba di gang ujung desa saat hari hampir surup. Langit senja menguning keemasan, sebentar lagi pasti akan padam.Aku berjalan pelan dengan tangan membawa koper dan barang-barang serta sedikit oleh-oleh yang sengaja aku beli di stasiun tadi. Meski uangku telah habis, tapi membawa buah tangan adalah hal yang lumrah dan harus kulakukan.“Emak lagi apa, ya?” batinku girang merasa sudah rindu sekali dengan perempuan tua itu. Maka segera kakiku melangkah lebih melalui jalan desa yang becek, barangkali hujan baru saja reda.Begitu sampai di depan rumah, betapa aku kaget karena merasa asing dengan bangunan tersebut. Aku sampai mengucek-ngucek mata guna memastikan jika penglihatanku tidak keliru.“Apa benar ini rumahku?”Sebab rumah yang tadinya kurang layak pakai kini telah menjadi lantai dua. Emak pasti sudah memanggil tukang dan juga merehapnya. Semuanya di cat serba warna putih dan bahkan kami sekarang memiliki pagar da

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   KEPERGIAN

    Pagi yang cerah.Aku terbangun dengan mata masih berat, dan ternyata Kang Bambang tidur di sebelahku.Semalam dia ikut bantu-bantu mengemasi barang-barangku, dan sekarang, waktunya aku pulang ke desa untuk menemui Emak dan Aisyah.Ada perasaan sedih sebenarnya, mengingat bila selama ini perjalanan di Ibu Kota tidaklah mudah. Tapi, keputusanku sudah bulat sempurna, sehingga aku beranjak dari kasur kemudian mandi.Selesai mandi, aku menyisir rambutku agar rapi.“Kang, oi, bangun, Kang!” Badan Kang Bambang kugoyang-goyangkan, dan seketika matanya mengerjap.“Eh?”“Anterin aku ke stasiun, yuk!”“Kamu yakin mau pulang sekarang?” tanyanya sambil menguap.“Yakin lah.”“Nggak nunggu yang lainnya?”“Lainnya siapa?”“Dewik, Inces, atau Yudi Keling mungkin?”Kulihat di sekitar Markas. Sepi. Manusia-manusia yan

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   SEMUANYA HARTA RAIB

    “Tolong berhenti di minimarket depan itu, Pak.”“Baik.”Setelah taksi merapat di bahu jalan, segera aku keluar dan mengambil 2 botol minuman. Satu untuk aku, satunya lagi untuk si supir.Namun ketika sampai kasir dan kuberikan kartu ATM, lagi-lagi ini eror.“Maaf, Pak, kartunya nggak bisa dipakai.”“Apa? Kenapa bisa begitu?”“Saya kurang tahu. Sepertinya ada yang memblokir kartu bapak.”“Mana mungkin, Mbak? Aku nggak pernah merasa memblokirnya.”Si kasir menyerahkan kartu tersebut dan berkata, “Kalau ada orang lain yang punya semua identitas bapak, mungkin saja dia yang melaukannya.”“Pasti ini ulah Inces!”“Maaf, Pak?”“Oh, nggak apa-apa. Mmm, kalau begitu saya bayar pakai uang tunai saja.”“Baik, Pak.”Dengan perasaan kesal aku menuju ke taksi dan langsung pulan

  • Balada Asmara Biduan Dangdut   MATA-MATA

    “Kenapa? Ada apa di meja VIP nomor tujuh?” tanyaku penasaran.Lita dengan wajah yang serius berkata, “Ada Mbak Dewik, Mas.”“Dewik?”“Iya. Sepertinya dia sedang mabuk berat. Barusan aku menyapa, tapi Mbak Dewik hanya ketawa-tawa seperti tidak mengenalku. Dan yang jelas, dia sedang bersama laki-laki muda yang mesum itu, berduaan saja,” pungkas Lita kemudian dia mengelap meja bar.Sial. Apa yang mesti kulakukan sekarang? Apakah aku harus pergi ke meja VIP nomor tujuh kemudian membawanya pulang? Atau aku biarkan saja dia, toh sekarang kami punya kehidupan sendiri-sendiri? Bingung. Aku benar-benar bingung.Malam semakin ramai. Pengunjung makin banyak memadati club, dan satu per satu mereka memesan minuman. Ada yang datang berdua membawa pasangan. Namun kebanyakan mereka atang sendirian, dan nanti berharap sepulang dari sini mereka akan membawa pasangan dalam keadaan mabuk kemudian melakukan kencan satu ma

DMCA.com Protection Status