Home / Romansa / Om Sweet Om / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Om Sweet Om: Chapter 1 - Chapter 10

62 Chapters

Awal Bermula

Seorang gadis kecil berlari menuju ke depan, saat melihat sesosok orang yang dia sayang datang berkunjung. Sudah lama mereka tak bertemu. Itu membuatnya rindu.   "Om Nerooo ...!" Tania nama gadis kecil itu. Dengan hati riang gembira menyambut dan memeluk lelaki yang dia sebut Nero tadi.   "Tania sayang." Nero balas memeluk dan menggendong gadis kecil itu, lalu berputar-putar sebentar. Mereka sama-sama tertawa dan merasa senang.   "Om lama enggak datang." Tania merajuk dengan bibirnya yang ditekuk, tetapi setelah itu tersenyum senang. Tangannya masih erat memeluk Nero.  
last updateLast Updated : 2021-05-31
Read more

Pernikahan

Terdengar suara tangis seorang gadis remaja di sebuah kamar hotel. Dia terlihat cantik dengan kebaya putih. Hanya saja, riasannya luntur semua karena air mata yang tak berhenti menetes sejak tadi. "Ayo, Tania. Kita keluar. Acaranya sebentar lagi dimulai." Bram membujuk putrinya. "Nggak mau," ucapnya menggeleng. Sudah hampir setengah jam sejak riasan selesai dan dia tidak mau keluar sama sekali. Ovi, bahkan sudah beberapa kali bolak balik membujuk. Setiap kali ada yang bertanya kenapa Tania belum muncul, dia hanya menjawab make-up belum selesai. "Jangan begitu, Nak. Semua orang sudah menunggu di depan." Bram memeluk bahu putrinya, tapi gadis itu tetap tidak mau. Air matanya tumpah, membuat make-up yang tadinya sudah sempurna menjadi luntur lagi. Entah sudah berapa kali, bedak dan lisptik ditempel. Untunglah, jasa rias yang mereka sewa adalah orang yang sabar. Tapi sepertinya, akan akan
last updateLast Updated : 2021-06-01
Read more

Permintaan Terakhir

Kedatangan Bram pagi-pagi di ruangannya sungguh mengagetkan Nero. Mereka biasanya suka berdiskusi tentang banyak hal, terutama tentang pekerjaan. Kadang bisa menghabiskan waktu seharian di ruangan ini, jika memang ada proyek penting yang harus diselesaikan. Kali ini tidak seperti biasanya, maksud kedatangan masnya itu berbeda. "Mas mohon, Nero. Nikahi Tania. Mas lagi sekarat. Cuma sama kamu, mas percayakan dia." Bram menggengam tangan Nero. Matanya berkaca-kaca. Nero tak dapat menduga, apa maksud dari ucapan Bram tadi. Ada apa ini? Sungguh dia tidak menyangka Bram menyampaikan semuanya, dan ini sangat sulit untuk diterima. "Mas, jangan kayak gini." Dia memegang lengan Bram. Beberapa tahun terakhir ini, lelaki itu terlihat semakin menua dan tampak lelah. Padahal usia mereka tidak terpaut jauh. Hanya selisih beberapa tahun. Bram lebih tua darinya. "Umur mas mungkin gak lama lagi. Mas, gak bisa biarkan Ta
last updateLast Updated : 2021-06-01
Read more

Ragu

Ovi menyodorkan sesendok nasi ke mulut keponakannya. Sejak pagi Tania tidak mau makan. Padahal acara padat. Bisa batal kalau sampai dia sakit. "Ayo, Sayang. Makan dulu," bujuk Ovi. "Tania gak lapar, Tante," tolaknya. "Nanti kamu lemes, loh. Nanti malam mau lanjut acara lagi. Masa' pengantin baru sakit habis nikahan," bujuk Ovi lembut. Membuat Tania menerima keadaan memang sulit. Ovi menunggu cukup lama hingga akhirnya gadis itu menurut, menghabiskan sesuap demi sesuap makanan yang ada. Dia sama sekali tidak berselera melihat menu apa pun. Tania merasa hampa. Semua rasa bercampur menjadi satu di dadanya. Sedih, marah, kecewa, juga benci. Kecewa kepada semua orang. Kepada papa dan keluarganya. Dengan Nero apalagi. Rasa sayangnya kini berubah menjadi benci. "Habis makan kamu istirahat bentar. Tadi tante udah bilang sama yang lain, kamu gak boleh digangguin dulu."
last updateLast Updated : 2021-06-01
Read more

Malam Pertama

Ketukan di pintu membuat Tania tersadar dari tidurnya. Dia menggeliat malas.   "Taniaaaa ... ini Tante."   Ovi mengetuk pintu pelan. Sedari tadi dia menunggu di luar tapi belum ada jawaban. Padahal mereka sudah ditunggu untuk dirias untuk acara resepsi.   Mendengar suara ketukan, Tania membuka mata. Dia terbangun dengan kepala yang terasa berat. Wanita itu tiba-tiba tersadar kalau ada yang memeluknya dari belakang, padahal rasanya tadi tidur sendirian.   Tania membalikkan badan dan terkejut setengah mati.   "Om Nero!!"   Nero tersentak. Di
last updateLast Updated : 2021-06-01
Read more

Galau

Suara piring pecah dan teriakan membuat Nero terbangun. Lelaki itu langsung berlari ke bawah untuk melihat apa yang terjadi. Satu per satu ruangan dia datangi tetapi tidak ada apa-apa. Ketika suara isakan terdengar dari dapur, Nero bergegas ke belakang. Tangan Tania berlumuran darah. Tampak pisau yang jatuh, juga piring dan gelas yang pecah. Ada sayuran yang berserakan di lantai. "Kamu kenapa?"  Nero menarik tangan Tania dan membersihkannya di wastafel. Namun, darahnya tetap saja mengucur dan tidak mau berhenti. Lukanya harus segera ditutup, jika tidak cairan merah itu tetap saja mengucur. "Luka," jawabnya sesegukan.  "Bentar, om ambilin plester."  Nero berlari menuju kotak obat. Mengambil perban dan plester. Membalut luka itu. Tidak terlalu dalam sebenarnya. Luka gores biasa, tetapi yang terluka ini anak manja. Jadi panjang ceritanya. "Sakit," isak Tania dengan bibir cemberut tak karuan. Dia persis seperti bocah
last updateLast Updated : 2021-06-01
Read more

Mencoba

Suara piring pecah dan teriakan membuat Nero terbangun. Lelaki itu langsung berlari ke bawah untuk melihat apa yang terjadi. Satu per satu ruangan dia datangi tetapi tidak ada apa-apa. Ketika suara isakan terdengar dari dapur, Nero bergegas ke belakang. Tangan Tania berlumuran darah. Tampak pisau yang jatuh, juga piring dan gelas yang pecah. Ada sayuran yang berserakan di lantai. "Kamu kenapa?"  Nero menarik tangan Tania dan membersihkannya di wastafel. Namun, darahnya tetap saja mengucur dan tidak mau berhenti. Lukanya harus segera ditutup, jika tidak cairan merah itu tetap saja mengucur. "Luka," jawabnya sesegukan.  "Bentar, om ambilin plester."  Nero berlari menuju kotak obat. Mengambil perban dan plester. Membalut luka itu. Tidak terlalu dalam sebenarnya. Luka gores biasa, tetapi yang terluka ini anak manja. Jadi panjang ceritanya. "Sakit," isak Tania dengan bibir cemberut tak karuan. Dia persis seperti bocah
last updateLast Updated : 2021-06-01
Read more

Kasmaran

Tania tampak ragu-ragu. Sedari tadi dia bolak-balik, ingin mendekati suaminya tetapi sungkan. Gadis itu mengusap telapak tangan berulang kali karena gugup. Nero nampak serius sekali mengerjakan laporan. Entah kenapa kali ini dia membawa semua alat kerja di ruang keluarga. Biasanya juga di dalam kamar. "Om." Tania mendekati Nero yang sedari tadi sibuk dengan laptopnya. "Apa?" Nero menaikkan kacamata tetapi masih fokus menatap layar. Jika sudah banyak kerjaan begini, dia bisa lupa waktu. "Om," rengeknya lagi. Merasa diabaikan, Tania berkali-kali mencolek bahu bahu suaminya untuk meminta perhatian. "Apa?! Ngomong aja, gak usah manja." Nero masih mengetik sesuatu di keyboard. Dia sebenarnya tidak suka diganggu saat bekerja karena bisa hilang konsentrasi. Apalagi kalau pengganggunya cantik begini, bisa buyar semuanya.
last updateLast Updated : 2021-06-01
Read more

Misi

"Pagi, Om." Tania tersenyum manis menyambut Nero yang sedang berjalan menuju dapur. Dia tampil berbeda kali ini, memakai dress selutut dan mengurai rambutnya. Pastinya cantik dan harum menggoda. Nero menatap meja makan dengan penuh takjub. Berbagai macam makanan tersedia. Pas sekali dengan perutnya yang memang sudah kelaparan. "Kamu yang masak?" Lelaki itu menunjuk satu per satu menu yang tersaji. "Bukan. Ini masakan Bibik," jawab Tania malu-malu. Memang dia tidak bisa memasak. Sejak ada Ijah urusan dapur menjadi lebih ringan. "Oh. Bik Ijah ke mana?" tanya Nero mencari sosok wanita paruh baya yang sedari tadi tak nampak. "Ke pasar. Belanja. Bahan makanan habis," jawab Tania santai. "Ayo, makan. Om pasti lapar, kan? Aku temenin." Tania duduk di sebelah Nero, lalu mengambilkan piring dan menyendok nasi goreng beserta lauknya.
last updateLast Updated : 2021-06-01
Read more

Papa Ke Mana?

Semenjak akur, mereka sering menghabiskan waktu bersama di saat senggang, juga di hari libur. Tania sudah tidak sungkan lagi bermanja atau meminta sesuatu kepada suaminya. Hubungan mereka sudah kembali normal seperti dulu, sekali pun belum dekat layaknya pasangan suami istri yang lain. Nero juga menuruti apa saja kemauan Tania asalkan dia sanggup. "Papa ke mana ya, Om? Kok hampir tiap bulan keluar negeri. Dulu-dulu gak gitu, deh." Tania bersandar di bahu Nero. Mereka berdua sedang menonton film di ruang keluarga. Lengan Nero melingkar di pinggangnya. Kalau orang lain yang melihat, pasti berpikir bahwa pasangan ini romantis sekali.  "Ke Singapura," jawab Nero. "Masa?" "Kenapa, kangen sama papa ya?" Nero mengambil snack. Sedari tadi mulutnya tak berhenti mengunyah makanan. Gerah kalau Tania menempel terus. Dia tidak tahan sebenarnya, hanya berpur
last updateLast Updated : 2021-06-01
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status