Semua Bab Kinara Setengah Manusia Setengah Burung: Bab 1 - Bab 10

38 Bab

BAB I Up normal

 Udara dipenuhi oksigen membuat paru-paru manusia yang terlalu sering menghirup zat-zat kimia berbahaya dan asap-asap kendaraan maupun pabrik menjadi lebih sehat. Cuaca hari ini sangat mendukung untuk acara tamasya keluarga. Alex bersama dengan mama papanya berkunjung ke rumah saudara sepupunya yang bernama Tar. Dua keluarga itu berencana untuk berlibur di daerah yang sejuk dan jauh dari hiruk pikuk kota. Jarak yang ditempuh kurang lebih 60km. Sepanjang perjalanan Alex hanya memandangai layar handphonenya. Jika Tar tidak ikut, Alex akan melarikan diri pulang ke rumah lagi.            Alex adalah salah satu cowok paling tampan di sekolahnya. Kurang satu tahun lagi ia harus memilih universitas serta program studi yang cocok dengan hobinya. Pengganggu terbesar dalam hidupnya adalah para gadis yang tergila-gila dengan muka gantengnya. Setiap hari valentine lokernya penuh sesak dengan berbagai jenis cokelat. Laci
Baca selengkapnya

BAB II Arca Keramat

Keluarga Tar dan Alex sepakat untuk membawa satu mobil saja. Tentunya kedua anak itu duduk dibangku paling belakang. Mereka masih larut dalam pemikiran masing-masing. Tar sibuk mencari cara agar Alex percaya perkataannya. Sedangkan Alex berencana memberikan kejutan spektakuler untuk sepupunya tercinta. Jalanan sepi dengan tanjakan yang berkelok-kelok. Kanan-kiri jalan yang mereka lewati adalah hutan pinus. Sesekali terlihat monyet kecil bergelantungan pada batang pohon bersama kelompoknya. Sedikit sekali jumlah mobil yang berpapasan. Hawa dingin mulai terasa hingga menembus kulit. Alex segera mengenakan sweter bergaris hitam dan putih yang sedari tadi hanya ia tempelkan dipundaknya. Dua jam kemudian samapailah dua keluarga itu pada tempat tujuan.Alex dan Tar mulai berpisah dari orang tuanya dan mencari tempat yang cocok untuk melanjutkan obrolan mereka yang sempat terhenti.“Aku haus. Mana soft drink yang tadi tante bawa?” Alex memecah suasana.&ldq
Baca selengkapnya

BAB III Anubis

“Tangkap monster itu!” Teriakan orang-orang semakin menggila.Kaki Alex terasa begitu sakit. Badannya pegal-pegal. Ia tidak paham bagaimana hal aneh ini bisa menimpa dirinya. Wujudnya mendadak berubah menyeramkan menyerupai monster burung. Ia menjelma menjadi manusia burung setelah bangun tidur. Tar tidak mengenalinya lagi. Alex masih trauma mengingat pantulan dirinya dari cermin yang ada di kamar villa. Bulu-bulu halus dan panjang tumbuh di bawah lengannya. Bibirnya berubah menjadi paruh kecil yang keras. Ketampanannya lenyap seketika.Cahaya bulan purnama menjadi penerang jalan satu-satunya bagi Alex. Jalanan ke arah hutan dipenuhi rumput berduri. Kaki Alex berdarah akibar tertusuk duri berkali-kali. Rasanya ia ingin menjerit sekeras-kerasnya. Namun, hal itu terlalu berbahaya bagi keselamatannya. Satu hal yang mungkin ia lakukan ialah lari lebih jauh dan mencari tempat yang aman untuk bersembunyi hingga wujudnya kembali seperti sedia kala. Pikirannya kaca
Baca selengkapnya

BAB IV Falseland

“Selamat datang di Falseland Kinara!” suara Medusa menyadarkan Kinara.            Kinara berkedip-kedip untuk menyesuaikan diri pada cahaya terang di tempat yang amat asing. Pandangannya penuh selidik melihat ke segala penjuru. Kanan, kiri, depan, belakang, atas, bawah. Ia terkejut menatap makhluk aneh yang ada di depannya. Sepasang pegasus[1] berdiri di samping Anubis dan Medusa. Warnanya putih. Sayapnya lebar dan sangat indah. Sejenak Kinara tampak terpesona.“Kami pergi dulu. Beradaptasilah dengan baik! Ingat misimu di sini adalah untuk menjadi manusia lagi. Baiklah pada semua makhluk meski mereka tampak berbeda dari dirimu,” Anubis berkata bijak seraya naik ke punggung pegasus. Medusa menyusulnya. Sedetik kemudian keduanya terbang ke langit dan meninggalkan Kinara seorang diri.            Falseland, tempat itu sangat jauh da
Baca selengkapnya

BAB V Satir

“Bentangkan sayapmu! Cepat!” suara Kappa sangat jelas.            Kinara mencoba membentangkan tangannya. Sayapnya terbuka lebar. Sedetik kemudian ia mengambang di udara. Tepat satu meter di atas permukaan tanah. Hampir saja ia mati konyol. Seperti burung kecil yang baru belajar terbang, Kinara merasa bahagia. Kepakan sayapnya kuat dan ia segera terbang bebas ke arah langit. Pengalaman yang sangat menakjubkan. Ternyata terbang lumayan melelahkan. Ia putuskan untuk berbincang kembali dengan Kappa.“Bolehkah aku meminta sedikit air kolam ini? Aku kehausan.”“Bravo! Akhirnya kau paham Kinara. Ijin untuk meminta sesuatu sangat penting di sini,” Kappa tersenyum ramah.“Wow airnya segar. Rasanya mirip strawberry squash. Apakah ini air soda dicampur buah-buahan?” pertanyaan Kinara membuat Kappa tersenyum.“Bukan seperti itu. Selama ini air di sini
Baca selengkapnya

BAB VI Kedatangan Detektif

Hujan deras disertai petir menggelegar membuat suasana rumah Tar bertambah suram. Sudah sebulan sejak Alex menghilang belum ada sama sekali petunjuk yang berarti. Pihak kepolisian sudah menangani kasus itu dengan usaha yang maksimal. Dua orang detektif muda masih terus mencari jejak dan bukti-bukti demi menemukan kembali orang bernama Alex yang dilaporkan hilang secara misterius di sebuah villa dekat dengan hutan pinus.“Kasus ini membuatku gila. Apakah kau percaya takhayul?” salah satu detektif yang bernama Marko bertanya kepada rekannya.“Aku tipikal orang yang selalu realistis. Bisa jadi ini kasus penculikan untuk penjualan organ vital. Susah dipecahkan karena sang pelaku sangat jeli dan teliti. jika kita mampu memecahkannya mungkin sindikat penjualan organ ini bisa segera kita ringkus,” jawab detektif Devgan.“Please! Beberapa saksi di lokasi kejadian menyebut melihat monster menyerupai manusia burung. Jika itu satu orang saksi,
Baca selengkapnya

BAB VII Tulang Belulang

Suasana hutan menjadi riuh. Burung-burung beterbangan karena kaget mendengar suara keras. Tar berlari mengikuti detektif Devgan. Hutan itu seakan menolak kehadiran mereka berdua. Akhirnya ada sebuah batu yang besar dan memiliki lubang di bagian tengah. Sepintas bentuknya mirip gua dan menjadi alternatif terbaik sebagai tempat sembunyi. Baik Tar maupun detektif Devgan belum bisa bernapas lega. Keduanya sulit berhirup oksigen dan penuh keringat dingin. Senter yang mereka bawa benar-benar berguna dalam keadaan seperti itu. Mereka berdua segera membersihkan sedikit tempat untuk sekedar duduk dan bersandar. Sebenarnya tempat itu berbau menyengat. Sisa-sisa buah busuk bercampur kotoran hewan bertebaran di mana-mana. Namun, mereka berdua tetap bertahan.“Bagaimana keadaanmu? Apakah baik-baik saja?” tanya detektif Devgan.“Buruk. Napasku masih belum stabil. Jantungku hampir copot. Suara apa itu tadi? Kenapa kita harus melarikan diri seperti ini?” Tar be
Baca selengkapnya

BAB VIII Misi Penyamaran

Secepatnya polisi segera di TKP (tempat kejadian perkara) penemuan tulang belulang manusia. Detektif Devgan menyalakan alarm bantuan. Kini, hutan itu menjadi semakin ramai oleh polisi bersama tim forensik dan media yang hendak meliput berita. Hewan-hewan penghuni hutan semakin kuwalahan menghadapi para manusia yang tingkat kepekaannya rendah untuk sedikit memahami tata krama saat berada di alam terbuka.“Bodoh! Mengapa kau bergerak sendiri tanpa berdiskusi dengan tim?” suara detektif Marko meninggi. Mukanya memerah karena menahan amarah.“ya, kuakui bahwa tindakanku gegabah. Namun, kau sama sekali tidak peduli dengan penuturan dari saksi kunci sehingga kita belum bisa menemukan apa-apa,” detektif Devgan merasa lelah dan banyak tanah mengotori baju serta celananya.“Mitologi lagi yang kau bahas. Sadarlah! Kau telah membawa saksi ke dalam keadaan berbahaya. Jika kerangka yang kau temukan itu adalah korban pembunuhan, berarti pelaku bi
Baca selengkapnya

BAB IX Hujan Api

“Bangunlah! Ayo bangun! Kumohon, jangan mati di sini!”            Sebuah suara yang masih asing bagi Kinara terdengar dari samping kirinya. Perlahan mata Kinara mulai terbuka. Ia berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya redup yang ada di dalam ruangan sempit. Udaranya pengab dan terasa panas. Bulu-bulunya seperti mengering. Kepalanya masih pening. Tangan kanannya terasa ngilu, berat, perih, dan macam-macam bercampur menjadi satu. Alas tidurnya keras. Meski begitu terlalu hangat seperti di samping perapian. Tenaganya terkuras habis. Entah kenapa ia sangat ingin minum. Perutnya juga lapar.“Di mana aku?” suara Kinara terdengar lirih seperti orang berbisik.“Astaga, terimakasih. Akhirnya kau sadar juga. Kita sudah berada di tempat ini selama dua hari,” manusia kelinci memegang kakinya dan tersenyum senang.“Kau siapa? Tempat apa ini?”“Rupanya
Baca selengkapnya

BAB X Diam

Hujan api telah berhenti. Kinara dan Rhara masih berada di dalam terowongan dengan persediaan makanan yang semakin menipis. Rasa haus mencekik kerongkongan Kinara. Rhara masih memantau sekeliling menggunakan teropong tahan api.“Bagaimana keadaan di luar? Kapan kita mulai mencari air? Aku mulai dehidrasi,” Kinara terbatuk-batuk sedikit dan mengusap keringat yang terus bermunculan di dahinya.“Lihatlah sendiri keadaan di luar!” Rhara menyerahkan teropongnya.            Mata Kinara terasa pedih. Terlihat suasana di luar terowongan masih penuh kabut disertai asap. Lama-lama api mulai mengecil kemudian benar-benar padam. Semua pohon, rumput, dan bunga-bunga habis dilalap api. Langit berwarna abu-abu pekat. Negeri dongeng itu luluh lantah dalam waktu singkat. Sekarang menyerupai pada abu. Dominasi warna masih hitam dan sedikit putih dari kepulan asap. Kering kerontang tanpa ada air.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status