Home / Pendekar / Janu: Tahap Awal / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Janu: Tahap Awal: Chapter 101 - Chapter 110

121 Chapters

CP 101. Kembali

"Semoga kalian bisa melewati tahap pencerahan!"Suara lelaki misterius terdengar sampai ke telinga keempat remaja. Setelah itu suara itu hilang, dan hutan menjadi sepi kembali.Saat keempatnya terbebas dari kekakuan, mereka mendengar petunjuk dari si lelaki misterius. Walaupun mereka sempat kaget, namun ketiga remaja dengan sigap memberi hormat. Wulung yang melihat sikap rekan rekannya ikut memberi hormat."Apa yang terjadi kak? Suara siapa itu?" Wulung yang baru sadar bertanya pelan."Sstt!" Malya menyuruhnya diam."Tuan, maafkan kami apabila semalam kami lancang. Terimakasih telah memberitahu tentang keberadaan pohon walikukun. Untuk saran yang tuan berikan, akan saya coba." Janu kembali memberi hormat ke arah gua.Rangin dan Malya juga memberi hormat. Sejak semalam mereka sadar bahwa mereka telah melakukan kesalahan. Mereka tanpa sengaja memasuki wilayah pertapaan orang.Disini mereka ingat akan informasi yang diberikan Wulung di M
Read more

CP 102. Giriloka

"Para pendekar sekalian, terimakasih sekali lagi atas bantuannya tempo hari. Kami juga minta maaf atas perlakuan kami sebelumnya, kami sangat malu apabila mengingat kejadian waktu itu.""Santai saja tuan tumenggung, yang penting saat ini kondisi sudah cukup aman." Balas Janu."Oh iya tuan, apa kalian sudah berhasil menemukan pohon walikukun yang kalian cari? Saya dengar kabar, di daerah Pegunungan Sewu ada seorang pertapa sakti yang menjaga wilayah sana.""Kami sudah berhasil menemukan kayu walikukun yang kami cari. Dan benar, memang ada seorang pertapa sakti yang bersemadi disana. Kami berhasil menemukan kayu ini berkat arahannya juga.""Owh, dari yang saya dengar, pertapa itu sangat menakutkan dan jahat. Tapi kalian berhasil meminta bantuan darinya. Selamat kalau begitu!""Yah, kami hanya beruntung saja. Kami juga tidak tahu apapun tentang pertapa itu. Yang pasti, kami berhasil selamat dari sana tanpa kurang suatu apapun."Mendengar penjel
Read more

CP 103. Dwi Tungga Baruna

Di pusat penempaan, keempat remaja segera menyerahkan bahan bahan yang mereka peroleh. Mereka menyerahkan beberapa butir batu wesi ireng, beberapa bongkah pecahan batu ketumbar, sebatang kayu walikukun, dan dua buah sisik naga."Kak Lestaman, aku ingin membuat sebuah tongkat, eh, tombak sekalian, dari bahan kayu walikukun ini. Untuk ukuran dan bentuk mata tombak, aku serahkan kepada kak Lestaman." Jelas Wulung."Kalau aku, tolong buatkan senjata apa saja dari bebatuan wesi ireng." Sahut Rangin."Kak, bu...""Sebentar sebentar!... Jelaskan dahulu ilmu kalian, dan bakat kalian!" Potong Lestaman saat Malya mau berbicara."Jelaskan satu per satu. Kau, bicara dahulu!" Tunjuk Lestaman kepada Wulung."Ee, aku memakai ilmu dari kitab sungai lembah berangin. Keahlianku memakai senjata tongkat, dan bakatku adalah unsur air dan angin. Aku memilih senjata tombak karena melihat daya serangnya yang lebih kuat dibanding hanya menggunakan tongkat.""
Read more

CP 104. Lima Tahun Berselang

Lima tahun dijalani Janu dengan meditasi. Kini dia sudah menginjak usia dua puluh dua tahun. Bagi ukuran orang orang Jawa, dia sudah terlalu tua untuk menikah. Namun disini, dia sebagai seorang pendekar, tidak terlalu memikirkannya. Memang, usia orang yang memiliki kekuatan dan kesaktian jauh lebih lama dibandingkan orang biasa.Semakin dewasa, kini Janu terlihat lebih tampan. Rambutnya yang ikal panjang, kini sudah dipotong sebahu. Tubuhnya yang kurus namun tegap ditambah kulit sawo matang, membuatnya terlihat sangat flamboyan. Ditambah lagi matanya yang tajam dan wajahnya yang tirus, semakin meningkatkan kharisma dirinya.Dia bersama dengan ketiga rekannya, kini sudah benar benar menjadi murid inti Perguruan Pinus Angin. Mereka menjadi murid termuda yang berhasil menjadi murid inti perguruan itu.Selama menjadi murid inti, keempatnya sama sekali tidak diperbolehkan keluar perguruan tanpa pemberitahuan. Mereka diminta untuk terus bermeditasi sebelum mencapai ta
Read more

CP 105. Tahap Pencerahan

Siang hari, Janu dan kawan kawannya sedang berada di salah satu taman asoka. Mereka tengah mendengarkan petuah dari Guru Gatri, seorang guru pertapa dari Perguruan Pinus Angin.Ķali ini mereka datang ke taman asoka karena ada sesuatu yang mereka ingin tahu berkenaan dengan tahap pencerahan. Sekaligus karena acara pemberian petuah dan wejangan sangat jarang dilakukan dan aji mumpung kali ini ada."Nah, bakat dan peningkatan kekuatan juga berkenaan dengan hati. Setiap orang memiliki bakat yang berbeda, selain bawaan dari lahir juga tergantung dari keteguhan hati. Bagaimana kecepatan kalian dalam menapaki setiap tingkat kekuatan, dan bagaimana keahlian kalian memanfaatkan energi alam. Semua itu tercermin dari ketetapan hati kalian.""Hmm, baiklah! Sekarang aku beri waktu kalian untuk bertanya." Setelah lama Guru Gatri memberi wejangan, kini dia memberi kesempatan bertanya.Beberapa murid perguruan yang ada disana saling pandang. Setelah mendapat
Read more

CP 106. Dharavan

Di lokasi lain, di Giriloka, ada sebuah pertemuan antar pemimpin perguruan di tanah Jawa. Mpu Sadhana duduk bersila di pendopo, Ki Ekadanta dan Mpu Kalya duduk di sebelahnya dengan khidmat. Disekitar mereka, para pemimpin perguruan lain dan para pendekar kenamaan juga duduk bersila, membentuk lingkaran di dalam pendopo."Selamat datang para pendekar sekalian! Terimakasih sudah mau menyempatkan diri ke perguruan ini. Sudah lama sekali sejak terakhir kita berkumpul. Baik, tanpa panjang lebar, alasanku mengundang kalian kemari lima tahun lalu adalah karena maraknya kejahatan yang terjadi akhir akhir ini.""Seperti yang kalian tahu, banyak sekali teror yang muncul di seluruh wilayah Jawa, mulai dari perampok, hewan buas, hingga siluman. Mereka tahun tahun belakangan ini semakin berani turun dari sarangnya. Sesuai pesanku dalam undangan, juga meminta kalian untuk menolong para warga dimanapun.""Nah, berkaitan dengan semua itu, aku mengumpulkan kalian ta
Read more

CP 107. Tugas Baru

"Maaf Mpu Sadhana, perkenankan saya menyela." Sahut seorang pendekar muda."Silahkan.""Begini, menurut saya masalah ini termasuk masalah yang sangat darurat. Berdasarkan cerita dari para sesepuh sekalian, tidak hanya sekali dua kali saja para penganut ilmu hitam berbuat kerusakan yang besar. Teror kali ini bukan hanya mengancam Mataram saja, namun kerajaan sekitarnya juga bisa terpengaruh.""Oleh karena itu, saya, Birawan, mengajukan diri untuk memberantas perkumpulan para penganut ilmu hitam itu." Tegasnya."Bagus, aku setuju! Sudah lama sekali aku tidak menggerakkan tulang tua ini." Ujar Mpu Kalya antusias."Ah, kalau saja aku belum sampai ke tingkat moksa." Gumam seorang pertapa tua."Guru Maruci tidak usah ikut. Guru mengamati saja perkembangannya. Apabila ternyata nanti ada musuh yang juga memiliki kekuatan setara moksa, baru kita nanti bertindak." Ujar Ki Ekadanta."Begini saja, mungkin banyak dari kita yang sudah mencapai ting
Read more

CP 108. Dendam Masih Menyala

"Sudah lama sekali ya! Dulu kalian masih sangat bocah, apalagi saat pertama kali kita bertemu di Janti, haha...""Oh iya, bagaimana pelatihan kalian sebagai murid inti perguruan?" Tanya Rakawan."Membosankan kak! Setiap hari hanya meditasi dan berlatih, kami jarang diperbolehkan untuk keluar perguruan." Gerutu Malya."Memangnya kalian sekarang sudah sampai tahap apa?""Kami sudah sampai tahap pencerahan. Susah untuk naik lagi, butuh keberuntungan mungkin."Mendengar jawaban Malya, Rakawan dan para murid lain pun sedikit menahan nafas. Mereka agak kaget dengan kemampuan peningkatan kekuatan yang sangat cepat itu."Selamat! Selamat! Tak sia sia kalian jadi murid inti." Ucap Rakawan. Dia terlihat agak aneh saat mengucap selamat. Tampak kalau dia sedikit iri dengan kemampuan mereka."Yah, setidaknya kami harus mengejar kekuatan kak Suli." Gumam Malya."Oh! Apa kalian mengambil tugas lain selain ke Masin?" Tanya Rakawan mengalihkan
Read more

CP 109. Serangan Balik

Dua hari selanjutnya, rombongan murid Perguruan Pinus Angin berangkat menuju Masin. Di perguruan, kini tidak banyak tampak para murid yang berkeliaran. Kebanyakan sudah berangkat menunaikan tugas masing masing.Sepuluh pemuda berjalan agak cepat meninggalkan gerbang perguruan. Sampai di hutan, mereka langsung mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa. Mereka tidak membuang waktu, berjalan tanpa henti bergerak ke Masin.Sampai di Masin, mereka langsung menuju ke desa terdekat. Mereka ingin tahu sejauh mana kerusakan yang telah terjadi di desa desa perbatasan.Sepuluh orang tersebut terbagi ke dalam dua kelompok yang saling menyebar, satu ke selatan, satu lagi ke barat. Tiba di desa perbatasan, banyak sekali rumah yang tampak kosong tak berpenghuni. Sebagian besar warga sudah mengungsi ke pusat kademangan. Hanya tersisa beberapa saja warga disana.Para murid Perguruan Pinus Angin menemukan bahwa ladang di sekitar desa desa termasuk sawah semuanya sudah rusa
Read more

CP 110. Hutan Segorokayu

Rangin hanya sebentar di rumah Tumenggung Arya Mahanta. Setelah dia bertemu ayah dan ibunya, dia dan Malya membantu mengobati para pengungsi sekejab, lalu bergegas lagi menjumpai Janu.Sementara itu di tempat lain, Janu tengah berada di antara para pengungsi, membagi bagikan makanan kepada mereka. Selagi membagikan makanan, dia, Wulung, dan salah satu murid mencari informasi seputar desa yang diserang."Ki, kalau boleh tahu, kenapa para kera menyerang desa desa?" Tanya Janu kepada salah satu pengungsi."Saya tidak tahu tuan. Yang pasti, saya lihat dengan mata kepala saya kalau para kera itu datang dari selatan, dan langsung menyerang kebun dan sawah kami."'Hmm, dari selatan ya?'"Terimakasih ki.""Oh iya tuan. Waktu pada kera menyerang desa kami, saya melihat ada seekor kera berbulu merah, besar sekali, berdiri diatas sebuah pohon melihat kearah kami. Untung saja saya berhasil melarikan diri.""Kera berbulu merah bertubuh besar!?"
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status