"Sudah lama sekali ya! Dulu kalian masih sangat bocah, apalagi saat pertama kali kita bertemu di Janti, haha..."
"Oh iya, bagaimana pelatihan kalian sebagai murid inti perguruan?" Tanya Rakawan.
"Membosankan kak! Setiap hari hanya meditasi dan berlatih, kami jarang diperbolehkan untuk keluar perguruan." Gerutu Malya.
"Memangnya kalian sekarang sudah sampai tahap apa?"
"Kami sudah sampai tahap pencerahan. Susah untuk naik lagi, butuh keberuntungan mungkin."
Mendengar jawaban Malya, Rakawan dan para murid lain pun sedikit menahan nafas. Mereka agak kaget dengan kemampuan peningkatan kekuatan yang sangat cepat itu.
"Selamat! Selamat! Tak sia sia kalian jadi murid inti." Ucap Rakawan. Dia terlihat agak aneh saat mengucap selamat. Tampak kalau dia sedikit iri dengan kemampuan mereka.
"Yah, setidaknya kami harus mengejar kekuatan kak Suli." Gumam Malya.
"Oh! Apa kalian mengambil tugas lain selain ke Masin?" Tanya Rakawan mengalihkan
Dua hari selanjutnya, rombongan murid Perguruan Pinus Angin berangkat menuju Masin. Di perguruan, kini tidak banyak tampak para murid yang berkeliaran. Kebanyakan sudah berangkat menunaikan tugas masing masing.Sepuluh pemuda berjalan agak cepat meninggalkan gerbang perguruan. Sampai di hutan, mereka langsung mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa. Mereka tidak membuang waktu, berjalan tanpa henti bergerak ke Masin.Sampai di Masin, mereka langsung menuju ke desa terdekat. Mereka ingin tahu sejauh mana kerusakan yang telah terjadi di desa desa perbatasan.Sepuluh orang tersebut terbagi ke dalam dua kelompok yang saling menyebar, satu ke selatan, satu lagi ke barat. Tiba di desa perbatasan, banyak sekali rumah yang tampak kosong tak berpenghuni. Sebagian besar warga sudah mengungsi ke pusat kademangan. Hanya tersisa beberapa saja warga disana.Para murid Perguruan Pinus Angin menemukan bahwa ladang di sekitar desa desa termasuk sawah semuanya sudah rusa
Rangin hanya sebentar di rumah Tumenggung Arya Mahanta. Setelah dia bertemu ayah dan ibunya, dia dan Malya membantu mengobati para pengungsi sekejab, lalu bergegas lagi menjumpai Janu.Sementara itu di tempat lain, Janu tengah berada di antara para pengungsi, membagi bagikan makanan kepada mereka. Selagi membagikan makanan, dia, Wulung, dan salah satu murid mencari informasi seputar desa yang diserang."Ki, kalau boleh tahu, kenapa para kera menyerang desa desa?" Tanya Janu kepada salah satu pengungsi."Saya tidak tahu tuan. Yang pasti, saya lihat dengan mata kepala saya kalau para kera itu datang dari selatan, dan langsung menyerang kebun dan sawah kami."'Hmm, dari selatan ya?'"Terimakasih ki.""Oh iya tuan. Waktu pada kera menyerang desa kami, saya melihat ada seekor kera berbulu merah, besar sekali, berdiri diatas sebuah pohon melihat kearah kami. Untung saja saya berhasil melarikan diri.""Kera berbulu merah bertubuh besar!?"
"Aku merasakan adanya aura panas di lembah sana. Kemungkinan sang siluman ada disana. Dan mungkin saja lembah itu adalah sarang para kera." Terang Rakawan."Ya, aku juga merasakannya. Tampaknya kita berada di tempat yang tepat." Tambah Pramodya."Akan aku beritahu rencana kita. Disini kita tidak tahu kekuatan sang siluman. Oleh karena itu, aku dan Pramodya akan menghadapinya. Sementara aku menghadapi sang siluman, kami berdua akan menjauhkannya dari sarang ini. Begitu dia keluar dari sana, kalian hancurkan lembah itu.""Bagaimana kalau kalian kesulitan menghadapi siluman itu?" Tanya salah satu murid."Hmm, kalau begitu, Janu dan Malya sebagai yang terkuat setelah kami akan ikut membantu kalau kami terdesak. Yang lain, tetap fokus pada tugasnya!""Baik kak!"Setelah rencana disusun, rombongan itu segera bersiap. Mereka mencari tempat untuk bersembunyi, senjata siap di genggaman.Rakawan mengambil sebuah tempat yang agak jauh. Dia
Tiba di dalam lembah, ada ratusan ekor kera berkeliaran disana sini, menggantung dari satu pohon ke pohon yang lain, kelihatan tenang walau pemimpinnya tidak ada disana. Tampaknya kera kera ini tidak sadar kalau pemimpinnya tidak ada disana.Lembah tersebut terlihat seperti surga bagi para kera. Pohon pohon yang berbuah sangat lebat dan banyak, menjadi tempat yang menyenangkan bagi kerumunan itu. Kalau tidak karena sang siluman yang memerintahkan mereka menyerang desa, mereka tidak akan mau meninggalkan lembah.Dengan satu teriakan keras, Rangin langsung memerintahkan para pasukan menyerang kera kera itu.Para kera yang tidak menyadari kedatangan para prajurit pun kaget. Suara raungan dan geraman hewan liar itu bersahutan saling memperingatkan anggotanya. Kera kera betina dan bayi kera segera berkumpul dan berlindung. Sementara para kera jantan berkerumun menyerang para prajurit di garis depan.Para kera melompat dari pepohonan menyerang kepala para praju
Melihat pemimpinnya kalah, para kera yang lain berhamburan ke segala arah. Bagai tubuh tak berkepala, kera kera itu seakan kembali ke sifatnya yang biasa, yang biasanya takut apabila melihat manusia. Dengan tewasnya Lutung Kasyapa, selesai pula tugas Janu dan kawan kawan di Masin. Para prajurit dan murid Perguruan Pinus Angin bisa bernafas lega, kewaspadaan mereka mengendor melihat para kera bergelantungan kabur dari lokasi itu. Para murid perguruan, termasuk Rakawan, terlihat kelelahan setelah bertempur dengan hebat dengan sang siluman. Murid murid dan prajurit yang terluka langsung diberikan pertolongan oleh para prajurit yang sehat. Dua minggu berlalu sejak penyerangan ke hutan Segorokayu, Janu dan ketiga rekannya kini sudah tiba di Lasem. Mereka tidak mau berlama lama di Masin, karena masih ada tugas yang harus dikerjakan di Lasem. Mereka harus membasmi komplotan perampok Tanduk Api yang bertahun tahun meresahkan warga. Di pusat kadipaten, mereka
"Kita bagi kelompok dalam empat penjuru! Aku ke utara, sisanya kalian bagi saja sendiri, siapa yang akan mengikutiku." Tegas Suli.Para murid pun langsung membagi menjadi empat kelompok, masing masing mengepung dari empat sudut bukit. Janu, Rangin, dan Wulung bergerak ke sisi timur. Sedangkan Malya, bersama murid murid yang lain mengepung dari arah selatan.Disini belum ada yang menyadari pergerakan para murid Perguruan Pinus Angin. Mereka melakukan penyergapan dengan sangat senyap dan tanpa suara, aura mereka pun bahkan dihilangkan. Dengan gesit mereka berjalan mengendap endap dari semak ke semak, pohon ke pohon.Setelah merasa cukup dekat dengan target, mereka langsung menghabisi para penjaga itu dengan senyap. Di luar, para penjaga yang berada di setiap sudut dihabisi tanpa sisa. Tidak ada suara apapun terdengar selain kematian.Para murid berhasil menyusup ke dalam menerobos pagar bambu. Mereka pun bergerak menuju ke pondok pondok yang tersebar disana
Janu dan Wulung juga telah selesai dengan pondok terakhir di wilayahnya. Mereka mendengar keributan di sudut bukit, mereka pun lantas segera menghampirinya.Di satu titik, mereka melihat dari kejauhan beberapa murid tengah bertahan dari serangan para perampok. Di sisi lain, mereka juga melihat lawannya, Jalada, dengan amarahnya menyerang membabi buta.Malya pun terlihat tengah menghadapi Andaka yang sedang mengamuk seperti banteng kesetanan. Sementara itu Rangin yang sedari tadi sudah memisahkan diri tengah mengahadapi lima perampok sekaligus. Nyi Kupita yang hendak membantu Jalada juga tengah ditahan oleh Suli."Wulung, aku akan menghadapi Jalada! Kau urus anak buahnya." Tegas Janu."Tapi kak..." Ujar Wulung sedikit emosi. Dia juga ingin menghadapi Jalada.Janu menatap Wulung, matanya memancarkan keinginan yang sangat kuat. Beberapa saat Wulung mendesah. Dia pun mengangguk."Baik lah kak. Hati hati!" Ucap Wulung pelan. Dia kemudian berlari
Jalada menyerang dengan membabi buta, tidak sadar bahwa senjatanya rusak parah melawan pisau Dwitungga Baruna. Sampai akhirnya goloknya patah, barulah dia mampu dibekuk oleh Janu. Dengan mengorbankan dada kanannya, Janu berhasil menghujamkan pisaunya ke perut Jalada. Ditambah dengan luka yang cukup lebar di leher, membuat lelaki itu pun terjatuh kehilangan nyawa.Para pengikut Jalada kaget melihat pimpinan mereka tewas di tangan Janu. Mereka serasa tidak percaya melihat junjungannya yang selama ini dianggap paling kuat dan brutal bisa sampai meregang nyawa dikalahkan oleh Janu.Kijan, Andaka, dan para wakil perampok yang lain pun juga ikut kaget. Keringat dingin mengucur deras, kini tidak ada lagi yang mampu menahan serangan para murid Perguruan Pinus Angin. Beberapa langsung berlari melarikan diri, sebagian besar masih terdiam di tempat.Melihat Jalada tewas, Nyi Kupita langsung ambil langkah seribu. Dia pergi begitu saja dari hadapan Suli yang tadi sempat mela