Lima tahun dijalani Janu dengan meditasi. Kini dia sudah menginjak usia dua puluh dua tahun. Bagi ukuran orang orang Jawa, dia sudah terlalu tua untuk menikah. Namun disini, dia sebagai seorang pendekar, tidak terlalu memikirkannya. Memang, usia orang yang memiliki kekuatan dan kesaktian jauh lebih lama dibandingkan orang biasa.
Semakin dewasa, kini Janu terlihat lebih tampan. Rambutnya yang ikal panjang, kini sudah dipotong sebahu. Tubuhnya yang kurus namun tegap ditambah kulit sawo matang, membuatnya terlihat sangat flamboyan. Ditambah lagi matanya yang tajam dan wajahnya yang tirus, semakin meningkatkan kharisma dirinya.
Dia bersama dengan ketiga rekannya, kini sudah benar benar menjadi murid inti Perguruan Pinus Angin. Mereka menjadi murid termuda yang berhasil menjadi murid inti perguruan itu.
Selama menjadi murid inti, keempatnya sama sekali tidak diperbolehkan keluar perguruan tanpa pemberitahuan. Mereka diminta untuk terus bermeditasi sebelum mencapai ta
Siang hari, Janu dan kawan kawannya sedang berada di salah satu taman asoka. Mereka tengah mendengarkan petuah dari Guru Gatri, seorang guru pertapa dari Perguruan Pinus Angin.Ķali ini mereka datang ke taman asoka karena ada sesuatu yang mereka ingin tahu berkenaan dengan tahap pencerahan. Sekaligus karena acara pemberian petuah dan wejangan sangat jarang dilakukan dan aji mumpung kali ini ada."Nah, bakat dan peningkatan kekuatan juga berkenaan dengan hati. Setiap orang memiliki bakat yang berbeda, selain bawaan dari lahir juga tergantung dari keteguhan hati. Bagaimana kecepatan kalian dalam menapaki setiap tingkat kekuatan, dan bagaimana keahlian kalian memanfaatkan energi alam. Semua itu tercermin dari ketetapan hati kalian.""Hmm, baiklah! Sekarang aku beri waktu kalian untuk bertanya."Setelah lama Guru Gatri memberi wejangan, kini dia memberi kesempatan bertanya.Beberapa murid perguruan yang ada disana saling pandang. Setelah mendapat
Di lokasi lain, di Giriloka, ada sebuah pertemuan antar pemimpin perguruan di tanah Jawa. Mpu Sadhana duduk bersila di pendopo, Ki Ekadanta dan Mpu Kalya duduk di sebelahnya dengan khidmat.Disekitar mereka, para pemimpin perguruan lain dan para pendekar kenamaan juga duduk bersila, membentuk lingkaran di dalam pendopo."Selamat datang para pendekar sekalian! Terimakasih sudah mau menyempatkan diri ke perguruan ini. Sudah lama sekali sejak terakhir kita berkumpul. Baik, tanpa panjang lebar, alasanku mengundang kalian kemari lima tahun lalu adalah karena maraknya kejahatan yang terjadi akhir akhir ini.""Seperti yang kalian tahu, banyak sekali teror yang muncul di seluruh wilayah Jawa, mulai dari perampok, hewan buas, hingga siluman. Mereka tahun tahun belakangan ini semakin berani turun dari sarangnya. Sesuai pesanku dalam undangan, juga meminta kalian untuk menolong para warga dimanapun.""Nah, berkaitan dengan semua itu, aku mengumpulkan kalian ta
"Maaf Mpu Sadhana, perkenankan saya menyela." Sahut seorang pendekar muda."Silahkan.""Begini, menurut saya masalah ini termasuk masalah yang sangat darurat. Berdasarkan cerita dari para sesepuh sekalian, tidak hanya sekali dua kali saja para penganut ilmu hitam berbuat kerusakan yang besar. Teror kali ini bukan hanya mengancam Mataram saja, namun kerajaan sekitarnya juga bisa terpengaruh.""Oleh karena itu, saya, Birawan, mengajukan diri untuk memberantas perkumpulan para penganut ilmu hitam itu." Tegasnya."Bagus, aku setuju! Sudah lama sekali aku tidak menggerakkan tulang tua ini." Ujar Mpu Kalya antusias."Ah, kalau saja aku belum sampai ke tingkat moksa." Gumam seorang pertapa tua."Guru Maruci tidak usah ikut. Guru mengamati saja perkembangannya. Apabila ternyata nanti ada musuh yang juga memiliki kekuatan setara moksa, baru kita nanti bertindak." Ujar Ki Ekadanta."Begini saja, mungkin banyak dari kita yang sudah mencapai ting
"Sudah lama sekali ya! Dulu kalian masih sangat bocah, apalagi saat pertama kali kita bertemu di Janti, haha...""Oh iya, bagaimana pelatihan kalian sebagai murid inti perguruan?" Tanya Rakawan."Membosankan kak! Setiap hari hanya meditasi dan berlatih, kami jarang diperbolehkan untuk keluar perguruan." Gerutu Malya."Memangnya kalian sekarang sudah sampai tahap apa?""Kami sudah sampai tahap pencerahan. Susah untuk naik lagi, butuh keberuntungan mungkin."Mendengar jawaban Malya, Rakawan dan para murid lain pun sedikit menahan nafas. Mereka agak kaget dengan kemampuan peningkatan kekuatan yang sangat cepat itu."Selamat! Selamat! Tak sia sia kalian jadi murid inti." Ucap Rakawan. Dia terlihat agak aneh saat mengucap selamat. Tampak kalau dia sedikit iri dengan kemampuan mereka."Yah, setidaknya kami harus mengejar kekuatan kak Suli." Gumam Malya."Oh! Apa kalian mengambil tugas lain selain ke Masin?" Tanya Rakawan mengalihkan
Dua hari selanjutnya, rombongan murid Perguruan Pinus Angin berangkat menuju Masin. Di perguruan, kini tidak banyak tampak para murid yang berkeliaran. Kebanyakan sudah berangkat menunaikan tugas masing masing.Sepuluh pemuda berjalan agak cepat meninggalkan gerbang perguruan. Sampai di hutan, mereka langsung mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa. Mereka tidak membuang waktu, berjalan tanpa henti bergerak ke Masin.Sampai di Masin, mereka langsung menuju ke desa terdekat. Mereka ingin tahu sejauh mana kerusakan yang telah terjadi di desa desa perbatasan.Sepuluh orang tersebut terbagi ke dalam dua kelompok yang saling menyebar, satu ke selatan, satu lagi ke barat. Tiba di desa perbatasan, banyak sekali rumah yang tampak kosong tak berpenghuni. Sebagian besar warga sudah mengungsi ke pusat kademangan. Hanya tersisa beberapa saja warga disana.Para murid Perguruan Pinus Angin menemukan bahwa ladang di sekitar desa desa termasuk sawah semuanya sudah rusa
Rangin hanya sebentar di rumah Tumenggung Arya Mahanta. Setelah dia bertemu ayah dan ibunya, dia dan Malya membantu mengobati para pengungsi sekejab, lalu bergegas lagi menjumpai Janu.Sementara itu di tempat lain, Janu tengah berada di antara para pengungsi, membagi bagikan makanan kepada mereka. Selagi membagikan makanan, dia, Wulung, dan salah satu murid mencari informasi seputar desa yang diserang."Ki, kalau boleh tahu, kenapa para kera menyerang desa desa?" Tanya Janu kepada salah satu pengungsi."Saya tidak tahu tuan. Yang pasti, saya lihat dengan mata kepala saya kalau para kera itu datang dari selatan, dan langsung menyerang kebun dan sawah kami."'Hmm, dari selatan ya?'"Terimakasih ki.""Oh iya tuan. Waktu pada kera menyerang desa kami, saya melihat ada seekor kera berbulu merah, besar sekali, berdiri diatas sebuah pohon melihat kearah kami. Untung saja saya berhasil melarikan diri.""Kera berbulu merah bertubuh besar!?"
"Aku merasakan adanya aura panas di lembah sana. Kemungkinan sang siluman ada disana. Dan mungkin saja lembah itu adalah sarang para kera." Terang Rakawan."Ya, aku juga merasakannya. Tampaknya kita berada di tempat yang tepat." Tambah Pramodya."Akan aku beritahu rencana kita. Disini kita tidak tahu kekuatan sang siluman. Oleh karena itu, aku dan Pramodya akan menghadapinya. Sementara aku menghadapi sang siluman, kami berdua akan menjauhkannya dari sarang ini. Begitu dia keluar dari sana, kalian hancurkan lembah itu.""Bagaimana kalau kalian kesulitan menghadapi siluman itu?" Tanya salah satu murid."Hmm, kalau begitu, Janu dan Malya sebagai yang terkuat setelah kami akan ikut membantu kalau kami terdesak. Yang lain, tetap fokus pada tugasnya!""Baik kak!"Setelah rencana disusun, rombongan itu segera bersiap. Mereka mencari tempat untuk bersembunyi, senjata siap di genggaman.Rakawan mengambil sebuah tempat yang agak jauh. Dia
Tiba di dalam lembah, ada ratusan ekor kera berkeliaran disana sini, menggantung dari satu pohon ke pohon yang lain, kelihatan tenang walau pemimpinnya tidak ada disana. Tampaknya kera kera ini tidak sadar kalau pemimpinnya tidak ada disana.Lembah tersebut terlihat seperti surga bagi para kera. Pohon pohon yang berbuah sangat lebat dan banyak, menjadi tempat yang menyenangkan bagi kerumunan itu. Kalau tidak karena sang siluman yang memerintahkan mereka menyerang desa, mereka tidak akan mau meninggalkan lembah.Dengan satu teriakan keras, Rangin langsung memerintahkan para pasukan menyerang kera kera itu.Para kera yang tidak menyadari kedatangan para prajurit pun kaget. Suara raungan dan geraman hewan liar itu bersahutan saling memperingatkan anggotanya. Kera kera betina dan bayi kera segera berkumpul dan berlindung. Sementara para kera jantan berkerumun menyerang para prajurit di garis depan.Para kera melompat dari pepohonan menyerang kepala para praju