Home / Romansa / Aku Suka Kamu, Tapi .... / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Aku Suka Kamu, Tapi ....: Chapter 11 - Chapter 20

114 Chapters

Maafkan Aku

Adit hanya sekilas melihat Sena. Waktu gadis itu melintas dengan setengah berlari menuju anak tangga. Ia baru keluar dari kelasnya sendiri yang lorongnya menghadap ke tangga utama. Saat gadis itu kemudian tersandung, Adit berusaha memburu, berharap waktu berhenti beberapa saat. Sehingga ia bisa menyelamatkan Sena kali ini. Namun, semua hanya harapa Adit saja. Pada kenyataannya waktu tidak pernah berhenti, tetap berjalan dengan konstan. Adit melihat sendiri bagaimana Sena berguling di tangga dan setengah sadar mencoba duduk dan dari pelipisnya keluar darah. “Sena! Kamu bisa mendengarku?” Adit adalah orang pertama yang sampai dan bertanya. Pandangan Senas ama sekali tak fokus. Gadis cantik teman SMAnya seperti orang linglung. Lama sampai didengar Adit jawaban atas pertanyaannya. Lalu setelahnya Sena ambruk, tak sadarkan diri. Dalam sekali tarikan napas, Adit mengakat Sena ke dalam gendongannya. Ia berjalan dengan hati-hati menuruni anak tangga dan seten
Read more

Satu Kesempatan yang Diberikan Tuhan

Sena bertemu Adit pertama kali pada masa orientasi siswa di sekolah. SMA 9 Nusantara benar-benar mempersiapkan semua dengan begitu baik saat itu. Masa MOS sangat menyenangkan dan seru. Namun, tetap saja bertemu dengan senior yang galak cukup menakutkan buat mereka semua. “Kamu baik-baik saja?” Sena yang sedang menahan sakit perut karena lupa sarapan tadi pagi perlahan mendogakkan kepala. Seorang pemuda dengan potongan rambut tentara mendekat. “Wajahmu pucat sejak masuk ke dalam barisan tadi. Kamu yakin tidak apa-apa?” Sekali lagi pemuda yang sama bertanya. Wajahnya terlihat cemas. Tatapannya intens memandang wajah Sena. Tangannya kemudian terulur menyentuh dahi Sena, mengukur suhu tubuh tentu saja. “Kamu memang sedikit panas. Mau kuantar ke UKS?” tanyanya kemudian. Sena sejak tadi masih belum menjawab. Ia meremas perutnya yang semakin melilit dari waktu ke waktu. Beberapa kakak kelas yang melihat pemuda tersebut berjongkok di d
Read more

Aku Masih Menyukaimu

“Terima kasih, ya.”Senyum manis Sena terukir sangat indah. Wajahnya yang putih walau tanpa balutan make up mempesona Adit kembali. Ia tak menyangka bisa melihat senyum ramah Sena lagi. Ia sudah menyerah saat memunggungi Sena di pertemua terakhir ketika SMA. Walau tahu jika salah, keegoisannya masih tetap dipertahankan hari itu.“Sa-ma-sama.” Tergagap Adit menjawab.Ia merasa amat canggung duduk di samping tempat tidur rumah sakit dan kemudian mengobrol. Di sofa belakang, Mama Sena dan Raina memperhatikan gerak-gerik mereka.“Nama kamu Adit, kan? Kata Mama aku mengalami amnesia karena benturan di kepala. Seharusnya aku sudah lulus tahun lalu. Maaf, karena malah manggil kamu kemari.” Sena begitu lancar bicara dengan Adit.Padahal pada acara reuni kemarin dan pagi tadi saat bertemu Reno, memandang wajah Adit saja ia muak.“Nggak apa-apa.”“Apa hubungan kita baik selama di SMA?”
Read more

Sahabat Itu Ada Walau Luka di Antara Mereka

Sena tersenyum manis sekali. Jantung Reno jungkir balik karena itu. Ia baru mencapai pintu masuk dan tak berani lagi melangkah lebih jauh.“Kenapa hanya berdiri di sana? Silakan masuk,” panggil Sena sambil melambai menggunakan tangannya yang bebas.Reno melirik Adit lebih dulu. Dilihatnya Adit mengangkat bahu dan tersenyum, tanda ia sama sekali tidak keberatan. Pemuda sahabatnya itu mundur, memilih menjatuhkan bokongnya di atas kursi sofa empuk tak jauh dari ranjang Sena.“Kita pernah sekelas?”Reno melongo. Adit memang sudah menjelaskan kalau Sena mengalami amnesia. Akan tetapi, ia sama sekali tak menyangka gadis cantik ini juga lupa tentangnya.“Kita sekelas pas kelas dua. Apa kabar?” tanya Reno setelah memberitahu yang sebenarnya. Ia lalu memperhatikan buah-buahan yang dibaw, tetapi belum diserahkan.“Sudah lebih baik.” Sena terdengar riang kini.Tidak seperti saat bertemu dengan Reno
Read more

Pencarian Tersangka

Adit ingin sekali menanyakan pada Reno apa yang terjadi kemarin. Namun, lidahnya kelu. Seolah tumbuh sebuah tulang di dalam sana, membuatnya berhenti berucap.Reno juga sepertinya tidak ingin membicarakan soal kemarin. Sebab baru saja turun dari motornya di parkiran kampus MIPA dan bertemu dengan Adit, Reno langsung bertanya tentang pelaku perempuan yang mendorong Sena.“Aku rasa dia sudah ada di kampus sekarang.”Reno mengangguk dan mulai berjalan mendahului Adit. Ia bersemangat sekali untuk menangkap basah perempuan yang dilihat Adit sudah melakukan kejahatan pada Sena.“Kamu ingat namanya?”“Tidak, aku tidak tahu nama gadis itu. Aku hanya tahu dia satu jurusan denganku dan merupakan senior di sini.”Reno berhenti sebentar. “Artinya dia merasa punya kuasa melakukan hal seperti itu pada junior?”Adit terdiam sebentar lalu berpikir. “Aku tidak berpikir begitu.”Reno me
Read more

Saksi Mata Lain

“Kamu menyukai makanan di restoran ini?” Reno duduk di depan Endah.Gadis tersebut berhenti mengunyah dan mengangguk sambil tersenyum, berusaha tampak manis.Namun, Reno melihatnya sebagai sesuatu yang memuakkan. Jika bukan karena harus mendapatkan kesaksian Endah untuk kasus Sena, ia tak akan mau beramah-tamah dengan orang di depannya.“Syukurlah.” Reno mengambil gelas berisi kopi hitam buatannya.Pelan-pelan disesapnya cairan hitam agak pekat yang sama sekali tak dicampur dengan pemanis tersebut. Untuk pecinta kopi sepertinya, cairan hitam tanpa pemanis ini masih menyisakan rasa nikmat luar biasa di lidahnya.“Jadi, kenapa kamu datang sendirian? Bukannya kamu bilang akan datang dengan seorang teman?” Reno mulai bertanya, berusaha bersikap bahwa mereka berteman.Wajah Endah yang sejak tadi datang penuh senyuman berubah. Reno tidak bisa mendeskripsikan keadaan itu. Ada ketidaksukaan juga kekecewaan di sana
Read more

Pengakuan

Adit mengusap wajahnya dengan kasar. Ia mondar-mandir selama beberapa saat sebelum duduk lagi di depan Reno.“Kamu harusnya tidak mengatakan itu pada Endah!” seru Adit berang.Reno sama sekali tak bereaksi. Ia duduk tenang sambil memandangi wajah Adit yang telah berubah warna menjadi merah padam.“Kenapa diam saja? Katakan sesuatu!” Kali ini Adit merangsek maju, memegang kerah baju Reno.Jika masih tak ada penjelasan terkait kejadian yang tidak menguntungkan ini, maka Adit tak akan segan-segan melayangkan tinju.Reno melepaskan kedua tangan Adit yang mengenggam keras kerah bajunya. “Lalu aku harus jadi penipu sepertimu?”Reno menatap tajam, tepat ke pupil Adit. Ia sama sekali tak berkedip selama beberapa saat. Napasnya juga teratur, tidak ada emosi dalam pembawaannya.“Apa maksudmu?” Suara Adit yang tadi meninggi kini lemah.Ia merasa tertampar di tempat yang seharusnya. Adit menj
Read more

Sesuatu yang Terasa Aneh

“Kenapa Monik membenciku?”Reno mendapat pertanyaan itu saat hanya berdua dengan Sena.Hari ini tiba-tiba saja Sena mendatangi kafenya diantar Pak Sarmin. Rayna telah pergi ke lokasi pemotretan dan mulai bersiap dan meminta Sena untuk makan terlebih dahulu. Ia merasa mendapatkan kesempatan untuk bertanya pada lelaki yang mengaku teman saat SMA—Reno.Reno yang mendapatkan pertanyaan seperti hanya diam. Ia memperhatikan Sena, menilai apa yang sebenarnya diinginkan Sena dari pertanyaan tersebut. Namun, Reno tidak bisa menduga apa yang ada di dalam pikiran Sena.“Aku tidak tahu.”“Aku tidak pernah menganggunya. Aku tidak pernah berusaha menarik perhatian yang dia inginkan.” Sena berhenti bicara sebentar, matanya memperhatikan interior kafe. “Mungkin—aku tidak pernah mencari masalah dengannya.”Reno tersenyum. Ia membiarkan pelayan kafe meletakan minuman dan pesanan Sena terlebih dahulu
Read more

Rencana Sena

“Kamu mau membantuku, kan?” tanya Sena dengan mata berbinar cantik. Reno yang sedang memasukan laporan keuangan kafe hari ini ke dalam komputer tercenung seketika, tak menyangka diminta demikian, dan kehilngan fokus. Ia melirik para pelangan yang menikmati makan di meja mereka. Berharap salah satu dari para pelangan itu kemudian berdiri dan membayar pesana, sehingga untuk beberapa lama ia tak perlu berpikir. “Kenapa wajahmu begitu? Kamu terganggu ya?” Wajah Sena berubah menjadi sendu. Reno menjadi panik. Ia langsung berdiri dari kursi putar di belakang meja kasir dan memaksakan diri tersenyum. “Tidak, bukan begitu.” Matanya lalu dengan liar mencari alasan. “Aku belum makan siang, jadi … maaf.” Reno membuang napas pasrah. Sena lalu tersenyum lebar. Ia lalu melirik papan menu di bagian pemesanan. “Ayo makan siang bareng. Hari ini aku libur pemotretan dan juga syuting,” katanya sambil berjalan ke bagian pemesanan. Reno melambai memanggil seorang
Read more

Saat Tahu Begitu Menyukainya

Dengan keengganan yang luar biasa, Reno menyiapkan acara makan malam yang diminta Sena. Kesal, jelas. Cemburu, sangat dirasakannya kini. Hatinya seperti terbakar sesuatu. Udara yang keluar dari air conditionair terasa begitu panas. Berkali-kali ia menegak minuman dingin untuk menetralkan suhu tubuhnya. “Kamu baik-baik saja, Ren?” Sena sejak tadi memperhatikan kebiasaan Reno itu. Ia menjadi curiga jika temannya tersebut sedang dalam kondisi tidak baik. “Kamu sakit?” tanya Sena mulai khawatir. Wajah Sena terlihat sangat menyesal. Jika benar Reno sakit saat ini dan masih tetap memaksakan diri menyiapkan keinginan Sena, pastilah pemuda itu sangat baik. Begitu anggapan yang tercipta di dalam pikiran Sena. Reno rupanya masih beslum mendengar pertanyaan yang diajukan Sena. Maka gadis cantik yang kini menyanggul rambut panjangnya itu kembali mengulangi pertanyaan yang dilontarkan tadi. “Reno, kamu sakit?” Reno akhirnya menoleh. Selama
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status