Home / CEO / Terpaksa Menikahi CEO / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Terpaksa Menikahi CEO: Chapter 141 - Chapter 150

159 Chapters

S3 : 18. Liliana Kembali

"Tuan. Gawat!" Leo masuk ke dalam ruangan tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Napasnya yang masih tersengal menandakan kalau dia berlari dengan sekuat tenaga, tak ingin membuang waktu lebih lama. Satu detik terasa begitu berharga."Ada apa?" Rio menoleh, terpaksa menghentikan tawa renyah yang sebelumnya keluar dari mulutnya. Begitu juga dengan Hans, langsung memasang wajah tanpa ekspresi andalannya. Dia juga menantikan jawaban Leo."Nyonya Liliana kembali. Beliau datang bersama nona Clara. Bagian keamanan berusaha mencegahnya tapi beliau memaksa masuk untuk menemui Anda.""Menemuiku?" Rio menunjuk hidungnya sendiri, "Atau ayah?""Nyonya mengatakan ingin bertemu Anda. Sepertinya beliau tahu kalau Anda kembali mengurus perusahaan." Leo masih terengah, berusaha meraup oksigen untuk masuk ke dalam paru-paru.Sekilas Rio dan Hans saling pandang tanpa bersuara."Biarkah dia masuk," ucap Rio dan Hans bersamaan. Keduanya memiliki pemikiran yang
Read more

S3 : 19. Rencana Lain

"Apa rencanamu?" tanya Hans, duduk di kursi yang Liliana tinggalkan. Dengan wajah penuh tanya, pria yang tak lagi muda itu menatap putra semata wayangnya."Ayah tidak perlu tahu. Cukup diam dan lihat saja. Orang-orang yang menyakiti ibu dan istriku, tidak akan aku biarkan begitu saja. Aku ingin membuat mereka merasakan lebih baik pergi ke neraka." Jemari Rio masih tetap menari di atas keyboard saat mengungkapkan tekadnya.K Kilat matanya terlihat tajam, sangat yakin dengan rencana yang telah ia siapkan.Terpisah meja, Hans menaikkan satu alis matanya. Dia masih meraba-raba kemana Rio akan membawa obrolan mereka. Meski dia tidak menjelaskan detail rencananya, Hans ingin tahu lebih banyak."Kamu membuat jebakan lain untuk mereka?" Senyum miring kini terbit di wajah Rio Dirgantara. Dia tidak bisa menyembunyikan semangatnya."Bukan hanya jebakan. Aku akan membuat mereka tidak akan pernah mengganggu ibu dan Monika lagi. Seumur hidupnya.""Semoga nasib ba
Read more

S3 : 20. Harga Sebuah Nyawa

Liliana menatap pria di depannya dengan pandangan curiga. Dari penampilannya saja dia bisa memperkirakan apa profesinya. Jika bukan tukang pukul atau preman, pastilah debt collector. Tubuh kekarnya menjadi ciri khas tersendiri. Juga pakaian serba hitam yang melekat di tubuhnya. Belum lagi tato ular di lehernya, terlihat mengerikan.“Selamat datang, Nona,” sapa pria itu saat Clara duduk dengan tenang di sisi seberangnya. Sebuah meja menjadi penghalang keduanya."Tidak perlu basa basi. Aku tidak suka membuang waktuku." Bicara tanpa memandang ke arah depan. Clara asik melihat ponselnya, membuka aplikasi pesan warna hijau yang beberapa kali menunjukkan notifikasi.Pria itu tak banyak berkomentar, menantikan titah berikutnya. Matanya yang tajam menatap Clara dan Liliana bergantian. Satu sudut bibirnya terangkat, menyadari pakaian mereka. Sekali lihat saja semua orang tahu, keduanya berasal dari golongan menengah ke atas. Orang-orang yang suka memfoya-foya
Read more

S3 : 21. Nyawanya dalam Bahaya

Monika mengeluarkan ponsel dari dalam tas mungilnya. Dia mengirim pesan pada Maria, menanyakan dimana posisinya berada. Namun, sampai beberapa menit kemudian tak ada tanda pesannya berbalas. Bahkan ceklisnya belum juga berubah menjadi biru. "Dia kemana?" Monika kembali menatap pojok layar ponselnya, melihat waktu sudah masuk jam tujuh malam. Lewat lima jam dari jadwalnya pulang bekerja. Karena akhir bulan, dia harus memastikan jumlah barang dan catatan semuanya sama. Dan itu mengharuskannya berkerja lembur. Jalanan yang biasanya ramai oleh kendaraan juga terasa lengang, membuat Monika merasa tidak nyaman. Dia tidak bisa menghubungi Rio atau Leo. Mereka masih mengurus akuisisi perusahaan Mahendra. Kedua pihak sudah bertemu sejak pagi, tapi nyatanya sampai tiga puluh menit yang lalu, mereka belum menemukan kata sepakat. Monika duduk di salah satu kursi besi panjang tempat biasa orang-orang tempati saat menunggu kendaraan umum. Di kejauhan, tampak seorang berjak
Read more

S3 : 22. Monika Hilang

Leo keluar dari dalam lift, menuju lobi tempat Clara dan petugas keamanan berada. Wanita bersurai cokelat itu terus memberontak, meminta lepas dari cekalan pria berkumis yang menahan tangannya di punggung. "Lepas atau kalian berdua akan m*ti!" ancamnya. Langkah kaki Leo terhenti satu meter di belakang mereka. "Ada apa ini?" tanya pria yang sesaat lalu mengangguk pada petugas resepsionis. Ia mendapat laporan bahwa ada keributan di lantai bawah. Seorang wanita memaksa menemui Rio dan ternyata itu Clara. Petugas keamanan menjelaskan situasi yang terjadi, termasuk tentang Maria yang tiba-tiba pergi dengan tergesa. Hal itu membuat Leo mengerutkan kening. "Nona, apa yang Anda katakan pada Maria?" "Cih! Bukan Urusanmu" Maria membuang wajah, enggan menjawab pertanyaan Leo yang dianggapnya tidak selevel. Dia hanya asisten pribadi, dengan kata lain pelayan. Melihat gelagat Clara yang terlihat begitu bangga dan percaya diri, Leo mengira a
Read more

S3 : 23. Selamatkan Istrimu!

"Kalian sudah menemukannya? Dimana Monika?" Hans menatap Rio dan Maria yang masih terdiam di posisinya. Mereka tak bergerak sama sekali, bahkan tak ingin mengusap wajah masing-masing yang basah oleh air hujan. "Rio?!" panggil Hans, mengguncang bahu putra kesayangannya. "Dimana istrimu?" Rio mengangkat wajahnya, menatap Hans dengan pandangan kosong. Benda-benda pribadi milik Monika yang ada di tangannya berjatuhan ke tanah. Iris mata Hans menangkap kejadian itu, mengantarkannya melihat sebilah pisau dengan noda darah yang mulai memudar. Aroma amis menyapa indera penciumannya. Perlahan ia berjongkok, menempelkan jarinya pada air yang menggenang di sekitar pisau. Ia memastikan kalau itu sungguh darah manusia. Hal itu membuat kerutan di kening Hans segera terlihat. Ia berbalik, menatap Maria dengan saksama. Ada apa sebenarnya? "Nona menghilang, Tuan. Saya terlambat tiba di sini dan tidak menemukan keberadaannya." Napas Hans terhenti, dadan
Read more

S3 : 24. Menangkap Mangsa

"Tuan, pikirkan keselamatan nona. Kita harus segera menyelamatkanny." Kalimat yang Maria ucapkan kembali terngiang-ngiang di telinga Rio. Dia harus segera menemukan istri dan calon buah hatinya.Tendangan keras ia arahkan ke pintu, membuatnya terbuka dengan paksa. Dengan langkah tanpa keraguan, Rio masuk ke dalam. Kilat matanya begitu tajam, menunjukkan amarah yang tak akan mudah diredam sebelum dilampiaskan.Namun, tak ada seorang pun yang ada di dalam rumah petak yang sempit itu. Hanya beberapa pakaian yang berserak di lantai bersama botol-botol kosong bekas minuman keras. Aroma tidak sedap segera menyapa indera penciuman mereka. Termasuk Maria yang segera menutup hidungnya dengan lengan bagian dalam."Periksa ke dalam!" titah Maria pada rekannya yang lain. Anggukan kepala segera terlihat. Sementara Rio mulai mengobrak abrik isi kamar, seolah mencari jejak atau keberadaan istrinya. Meski netranya sudah melihat bahwa Monika tak ada di sini, tapi hatinya masih t
Read more

S3 : 25. Habislah Riwayatmu!

"Istrimu? Siapa?" Pria dengan bekas luka di kening semakin menekan tubuh Rio ke lantai, bersamaan dengan suara gemeletuk giginya yang terdengar. Dia kembali tersulut emosinya, mengingat target buruannya menghilang. Dia harus kehilangan seratus juta yang sangat berharga. "Maksudmu wanita cantik yang bersurai pirang itu?" Rio berusaha meronta, tapi tubuhnya tidak bergerak sama sekali. Lutut pria India itu semakin kuat menindih punggungnya. Satu tangannya dipelintir ke belakang, sedang yang lainnya diinjak tanpa rasa iba. Berbagai umpatan keluar dari mulut Rio, membuat orang-orang di sekelilingnya tertawa. Mereka seperti kawanan anjing liar yang menemukan kucing kecil tersesat. Sengaja dipermainkan. Mereka tidak tahu bahaya lain mengancam jika berani macam-macam dengan pewaris tunggal keluarga Dirgantara. Tawa komplotan penjahat itu terhenti saat pria India tanpa nama itu kembali menginjak punggung Rio tanpa ampun. "Jadi, kamu suami wanita 100 ju
Read more

S3 : 26. Unresponsive

"Cepat!" teriak Hans memberikan instruksi agar anak buahnya tidak terlalu banyak membuang waktu.Maria segera mengambil inisiatif, berlari menuju pintu otomatis di ruang IGD dan lapor pada petugas yang ada di dalam.Dalam sekejap, beberapa petugas langsung keluar, membawa Rio ke dalam ruang pemeriksaan. Suasana mencekam begitu terasa. Dokter dan perawat segera memberikan pertolongan pertama."Bagaimana? Kalian menemukan jejak Monika?" Hans berbalik, menatap tajam pada dua orang yang baru saja datang. Mereka mendapat tugas menyisir dua ratus meter di sekitar gudang tempat para preman dilumpuhkan."Maaf, Tuan. Kami tidak menemukan nona. Tidak ada jejak sama sekali."Detik berikutnya, sebuah tendangan Hans lesatkan pada tempat sampah di dekatnya, membuat bunyi gaduh yang membuat semua orang menoleh. Maria yang sedang sibuk berbincang dengan Eva melalui telepon, langsung menyudahi aktivitasnya."Tuan, tolong tenangkan diri Anda." Maria segera me
Read more

S3 : 27. Berkorban Nyawa

"Di sini?" tanya Hans, menatap rumah petak tempat mobil yang Maria kendarai terhenti. "Benar, Tuan. Di sini titik lokasi yang nona kirimkan." Dengan kening berkerut, Hans turun dari pintu belakang. Satu tangannya masuk ke dalam saku celana dan mengambil pemantik api. Pria kaya raya itu mulai menyesap gulungan tembakau di tangannya dalam-dalam, meredam rasa tidak nyaman yang diam-diam menyergap. Ada perasaan kesal, marah, takut, dan khawatir di saat yang bersamaan. Dia berharap menantu dan calon cucunya baik-baik saja, tidak kurang suatu apa. Di dalam rumah, Monika terkesiap mendengar suara mesin mobil dimatikan. Dia langsung beranjak dari ranjang, bersiap keluar untuk menemui Maria. "Mon," cegah Devan, mencekal lengan Monika di depan pintu kamar. Dia tidak rela wanita kesayangannya harus kembali pergi meninggalkannya. "Jangan pergi," pintanya memelas. Namun, gelengan tegas terlihat detik berikutnya. Monika melepas tangan Devan dengan h
Read more
PREV
1
...
111213141516
DMCA.com Protection Status