Home / Fiksi Remaja / Walk On Memories / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Walk On Memories: Chapter 91 - Chapter 100

107 Chapters

(91) Kebebasan

Bella terdiam untuk sesaat, ia saling bertatapan dengan Mark. “Omong kosong, Mark! Gimana caranya kamu ngelakuin itu?”Mark menjawab langsung tanpa berpikir, “Bareng lo.”Bella semakin dibuat terdiam, “Sebenernya kamu kenapa sih, Mark?”Mark mengalihkan pandangannya, “Gue yang nggak ngerti sama isi pikiran lo! Setiap saat lo nerima tatapan penghinaan dari orang-orang, tapi lo diem aja? Kenapa? Kenapa lo nggak marah?”Bella mengalihkan pandangannya malas, “Aku marah, Mark! Aku marah setiap kali orang bilang kalau aku yatim piatu. Apa yatim piatu itu sebuah kecacatan?”Bella diam, begitu pula Mark, “Aku cuma bisa marah, nangis, terpukul sendiri. Selain itu, apalagi yang harus harus lakukan selain diam dan menerima aja?”Bella menunduk, ujung tangannya menyapu bersih air mata yang mengalir. Selanjutnya, ia menatap Mark sungguh-sungguh, “Jangan buat diri kamu semakin hancur dengan ngelakuin ini, Mark. Kita nggak bisa ngontrol orang lain, tapi yang bisa kita lakukan adalah diam dan membiar
Read more

(92) Daniel, Thank You!

Bella memberanikan diri untuk mendatangi Mark, ia melangkah pelan menuju kamar pemuda itu. Begitu ia berada tepat di daun pintu, Bella menarik nafasnya dalam-dalam.“Mark,” ujar Bella pelan.“Aku mau ngomong,” Bella melanjutkan perkataannya.Pintu terbuka, Mark menatap Bella lalu mempersilahkannya masuk. “Masuk aja.”Bella duduk di kursi, mereka saling bertatapan beebrapa saat hingga Mark memutuskan untuk berucap, “Kenapa lo? Udah berubah pikiran?”Bella mengangguk samar, “Apa kalau ngelakuin itu akan ngerasa bebas?”“Gue nggak tahu, tapi setidaknya itu salah satu cara untuk bebas.” Mark menjawab singkat.“Kalau kita gagal, apa yang akan terjadi?” Bella bertanya sekali lagi, ia masih butuh keyakinan kuat untuk menyetujui rencana Mark.“Lo akan tahu kalau mencobanya.” Bella melemparkan buku yang ada di atas meja hingga mengenai lengan atas pemuda itu.“Kalau kamu jawabnya gitu, aku juga tahu! Maksud aku, kalau kita gagal kita harus apa? Apa kita bakal ketahuan terus ditangkap polisi?”
Read more

(93) Langkah yang Bella Ambil

Saat gadis itu berjalan di koridor sekolah, ia berpapasan dengan Dika. Bella memilih untuk tidak menghiraukannya, tetapi pemuda itu dengan cepat mencekal lengannya.“Kamu kemarin ke mana aja? Aku kemarin ke apartemen kamu, kayaknya kamu pergi seharian, ya? Ponsel kamu nggak bisa dihubungi.” Dika menjelaskan.Bella menjawab tanpa ekspresi, “Aku ada urusan, ponsel aku hilang di jalan.”Dika mengangguk mengerti, ia menyadari jika Bella tidak bersemangat seperti terakhir kali ia bertemu. Dika berdehem, “Nenek udah sadar, mau ketemu nenek?”Bella menghembuskan nafasnya, ia lalu menggeleng, “Aku nggak mau. Kamu nggak denger apa yang aku bilang tadi, aku sibuk. Aku nggak punya waktu, ngerti?”Dika terdiam, ia tidak menyangka Bella kembali akan bersikap seperti ini seperti sebelumnya. Bella menatap tangannya yang dicekal oleh Dika, “Lepasin tangan aku.” ujarnya dengan datar.Begitu Dika melepaskannya, Bella berjalan melewati Dika. Pemuda itu dengan cepat kembali mencekal tangannya, Bella mena
Read more

(94) Keadaan yang Aneh

Bella masih terbaring di rumah sakit. Mark tidak memberinya izin untuk pulang terlebih dahulu karena kondisi Bella yang belum stabil.Bella terbaring di atas ranjang rumah sakit, ia menjadikan tangannya sebagai bantalan. Matanya menatap meja kecil di samping ranjang, tiba-tiba air matanya menetes. Ia merasa begitu sepi dan hampa.“Apa aku bisa hidup dengan baik?” tanyanya pada diri sendiri.Bella menghapus air matanya. Tetapi cairan itu masih mengalir deras dari mata indahnya, dada Bella menjadi sesak.Ia masih berusaha mengampus air matanya, tetapi sepertinya usahanya menjadi sia-sia karena air matanya terus saja mengalir tanpa bisa berhenti sesuai keinginan hati Bella.Pintu terbuka, Mark berdiri di sana membawakan sekotak kue stroberi. Mark menatap punggung Bella, gadis itu terbaring memunggungi pintu masuk.Matanya menangkap tubuh Bella yang sedang bergetar, hati Mark menjadi iba. Ia tahu jika Bella sedang menangis. Ujung tangannya menyentuh permukaan tubuh Bella, “Bella, aku bawa
Read more

(95) Sisi yang Berbeda

Bella sudah meminta Mark dan Stefene untuk kembali ke kantor, ia merasa tidak nyaman dengan tatapan orang-orang tersebut terhadapnya.Bella masih duduk di taman, menunggu bel masuk. Ia menatap beberapa murid laki-laki yang sedang berolahraga di lapangan. Bella ingin melihat lebih dekat, ia tidak pernah menonton permainan basket semasa sekolahnya.Bella berjalan menuju tribun, ia duduk di atas, cukup jauh dari lapangan. Ia tidak ingin terlalu mencolok.Bibirnya menampilkan senyuman tipis, sesekali ia bertepuk tangan gembira tatkal bola tersebut berhasil masuk ke dalam ring.Dari jauh Daniel melihat bella yang tertawa bahagia, pemuda itu ikut tersenyum. Daniel tahu betapa berat beban Bella selama ini, melihat gadis itu tersenyum Daniel tak kuasa untuk ikut tersenyum juga.Daniel berniat mendekati Bella, tetapi lengannya ditarik oleh Cherry. Gadis itu berucap, “Kenapa kamu? Daniel, aku ‘kan udah bilang kamu nggak boleh deket-deket sama Bella. Kamu kenapa nggak nurut sih?”Daniel memasang
Read more

(96) Rencana Karya Wisata

Saat ia pulang ke unit apartemennya, sudah ada pria yang berpakaian khas pekerja Wilson di sana. Bella menghembuskan napàsnya, ia berkata, “Aku mengerti, aku akan pulang ke rumah nenek.”Bella membalikkan badannya, pria itu berkata, “Mobil sudah siap, nona mari saya antar.”Bella mengangguk mengiyakan. Saat di mobil Bella diam saja, ia melihat Café di depan jalan meminta supir untuk menghentikan mobil.“Tolong hentikan mobil, aku ingin duduk di sana.”Mereka mengangguk, Bella masuk pada Cafe tersebut. Ia duduk di kursi, mata mantap sekeliling menikmati suasana yang nampak ceria.Barista yang yang bertugas membuatkan minuman itu berucap, “Maaf, tuan tetapi minuman di sini semuanya mengandung kopi.”Bella menggelengkan kepalanya saat pengawalnya tetap teguh pada pendiriannya untuk memesan susu cokelat untuknya.“Tapi nona kami tidak pernah minum kopi, jadi buatkan minuman susu cokelat untuk nona.”Bella tersenyum, ia merasa geli.Kakinya berjalan mendekat, ia berkata pelan, “Aku ingin m
Read more

(97) Level Kita Berbeda

Sesuai perkataan Mark kemarin, hari ini akan diadakan latihan karya wisata. Setelah pulang sekolah, Mark dan Stefene sudah menunggu Bella di depan kelas.Perhatian beberapa murid tertuju pada mereka, Bella memutar bola matanya menatap Mark. Sebelumnya ia sudah mengatakan pada pemuda itu tidak membuat keributan lagi dengan datang ke sekolahnya.Mark melirik Dika yang berjalan, tangan pemuda itu terkepal. Sedang Mark langsung mendatangi Bella lalu mengalungkan tangannya di leher gadis itu dengan senyuman merekah.“Dika, thanks udah bawa Bella pas itu. Gue jadi deket sama dia berkat lo.” Mark tertawa senang, ia menepuk bahu Dika pelan.Bella tersenyum samar, ia berjalan berdampingan dengan Mark menuju mobil. Saat tiba di dalam mobil, tangan Bella langsung memukul pundak Mark lalu berkata, “Maksud kamu ngomong gitu apa?”Mark membela dirinya dengan berkata, “Kalau aku nggak ngomong gitu, terus aku harus ngomong apa? Ngakuin kamu adek aku?”Bella mengangguk, ia mengerti. “Yaudah makasih!”
Read more

(98) Perkara Satagram

Ketika bel berbunyi, Dika menghampirinya. Ada banyak hal yang ingin pemuda katakan, tetapi itu terhalang saat ia tidak memiliki kesempatan untuk mengatakannya. Jadi sekarang, Dika ingin mengatakan banyak hal pada Bella.Ketika tiba di atap sekolah, Dika melepaskan genggamannya. Ia berkata dengan pandangan yang tertuju pada sepatunya, “Aku nggak tahu gimana kamu bisa deket sama Mark.”Bella diam, ia berkata pelan, “Mark itu cuma temenku, sama kayak kamu.”Dika menggeleng, “Aku nggak mau hanya teman buat kamu.”Jantung Bella berdebar, ia menatap Dika berusaha mencerna setiap perkataannya.Dika berdehem, ia mengalihkan pandangannya, “Kamu kemana aja? Setiap hari aku ke apartemen kamu. Banyak hal yang mau aku omongin.”“Aku banyak kerjaan, aku nggak pulang beberapa hari karena bener-bener sibuk.” Bella berkata pelan, matanya menatap ke arah lain, ia sedang tidak ingin menatap pemuda yang ada di hadapannya.“Kamu sibuk, tapi masih sempat ke sekolah?”Pertanyaan Dika membuat Bella menatapny
Read more

(99) Karya Wisata

Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia
Read more

(100) Sudah Usai

Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status