Saat gadis itu berjalan di koridor sekolah, ia berpapasan dengan Dika. Bella memilih untuk tidak menghiraukannya, tetapi pemuda itu dengan cepat mencekal lengannya.“Kamu kemarin ke mana aja? Aku kemarin ke apartemen kamu, kayaknya kamu pergi seharian, ya? Ponsel kamu nggak bisa dihubungi.” Dika menjelaskan.Bella menjawab tanpa ekspresi, “Aku ada urusan, ponsel aku hilang di jalan.”Dika mengangguk mengerti, ia menyadari jika Bella tidak bersemangat seperti terakhir kali ia bertemu. Dika berdehem, “Nenek udah sadar, mau ketemu nenek?”Bella menghembuskan nafasnya, ia lalu menggeleng, “Aku nggak mau. Kamu nggak denger apa yang aku bilang tadi, aku sibuk. Aku nggak punya waktu, ngerti?”Dika terdiam, ia tidak menyangka Bella kembali akan bersikap seperti ini seperti sebelumnya. Bella menatap tangannya yang dicekal oleh Dika, “Lepasin tangan aku.” ujarnya dengan datar.Begitu Dika melepaskannya, Bella berjalan melewati Dika. Pemuda itu dengan cepat kembali mencekal tangannya, Bella mena
Bella masih terbaring di rumah sakit. Mark tidak memberinya izin untuk pulang terlebih dahulu karena kondisi Bella yang belum stabil.Bella terbaring di atas ranjang rumah sakit, ia menjadikan tangannya sebagai bantalan. Matanya menatap meja kecil di samping ranjang, tiba-tiba air matanya menetes. Ia merasa begitu sepi dan hampa.“Apa aku bisa hidup dengan baik?” tanyanya pada diri sendiri.Bella menghapus air matanya. Tetapi cairan itu masih mengalir deras dari mata indahnya, dada Bella menjadi sesak.Ia masih berusaha mengampus air matanya, tetapi sepertinya usahanya menjadi sia-sia karena air matanya terus saja mengalir tanpa bisa berhenti sesuai keinginan hati Bella.Pintu terbuka, Mark berdiri di sana membawakan sekotak kue stroberi. Mark menatap punggung Bella, gadis itu terbaring memunggungi pintu masuk.Matanya menangkap tubuh Bella yang sedang bergetar, hati Mark menjadi iba. Ia tahu jika Bella sedang menangis. Ujung tangannya menyentuh permukaan tubuh Bella, “Bella, aku bawa
Bella sudah meminta Mark dan Stefene untuk kembali ke kantor, ia merasa tidak nyaman dengan tatapan orang-orang tersebut terhadapnya.Bella masih duduk di taman, menunggu bel masuk. Ia menatap beberapa murid laki-laki yang sedang berolahraga di lapangan. Bella ingin melihat lebih dekat, ia tidak pernah menonton permainan basket semasa sekolahnya.Bella berjalan menuju tribun, ia duduk di atas, cukup jauh dari lapangan. Ia tidak ingin terlalu mencolok.Bibirnya menampilkan senyuman tipis, sesekali ia bertepuk tangan gembira tatkal bola tersebut berhasil masuk ke dalam ring.Dari jauh Daniel melihat bella yang tertawa bahagia, pemuda itu ikut tersenyum. Daniel tahu betapa berat beban Bella selama ini, melihat gadis itu tersenyum Daniel tak kuasa untuk ikut tersenyum juga.Daniel berniat mendekati Bella, tetapi lengannya ditarik oleh Cherry. Gadis itu berucap, “Kenapa kamu? Daniel, aku ‘kan udah bilang kamu nggak boleh deket-deket sama Bella. Kamu kenapa nggak nurut sih?”Daniel memasang
Saat ia pulang ke unit apartemennya, sudah ada pria yang berpakaian khas pekerja Wilson di sana. Bella menghembuskan napàsnya, ia berkata, “Aku mengerti, aku akan pulang ke rumah nenek.”Bella membalikkan badannya, pria itu berkata, “Mobil sudah siap, nona mari saya antar.”Bella mengangguk mengiyakan. Saat di mobil Bella diam saja, ia melihat Café di depan jalan meminta supir untuk menghentikan mobil.“Tolong hentikan mobil, aku ingin duduk di sana.”Mereka mengangguk, Bella masuk pada Cafe tersebut. Ia duduk di kursi, mata mantap sekeliling menikmati suasana yang nampak ceria.Barista yang yang bertugas membuatkan minuman itu berucap, “Maaf, tuan tetapi minuman di sini semuanya mengandung kopi.”Bella menggelengkan kepalanya saat pengawalnya tetap teguh pada pendiriannya untuk memesan susu cokelat untuknya.“Tapi nona kami tidak pernah minum kopi, jadi buatkan minuman susu cokelat untuk nona.”Bella tersenyum, ia merasa geli.Kakinya berjalan mendekat, ia berkata pelan, “Aku ingin m
Sesuai perkataan Mark kemarin, hari ini akan diadakan latihan karya wisata. Setelah pulang sekolah, Mark dan Stefene sudah menunggu Bella di depan kelas.Perhatian beberapa murid tertuju pada mereka, Bella memutar bola matanya menatap Mark. Sebelumnya ia sudah mengatakan pada pemuda itu tidak membuat keributan lagi dengan datang ke sekolahnya.Mark melirik Dika yang berjalan, tangan pemuda itu terkepal. Sedang Mark langsung mendatangi Bella lalu mengalungkan tangannya di leher gadis itu dengan senyuman merekah.“Dika, thanks udah bawa Bella pas itu. Gue jadi deket sama dia berkat lo.” Mark tertawa senang, ia menepuk bahu Dika pelan.Bella tersenyum samar, ia berjalan berdampingan dengan Mark menuju mobil. Saat tiba di dalam mobil, tangan Bella langsung memukul pundak Mark lalu berkata, “Maksud kamu ngomong gitu apa?”Mark membela dirinya dengan berkata, “Kalau aku nggak ngomong gitu, terus aku harus ngomong apa? Ngakuin kamu adek aku?”Bella mengangguk, ia mengerti. “Yaudah makasih!”
Ketika bel berbunyi, Dika menghampirinya. Ada banyak hal yang ingin pemuda katakan, tetapi itu terhalang saat ia tidak memiliki kesempatan untuk mengatakannya. Jadi sekarang, Dika ingin mengatakan banyak hal pada Bella.Ketika tiba di atap sekolah, Dika melepaskan genggamannya. Ia berkata dengan pandangan yang tertuju pada sepatunya, “Aku nggak tahu gimana kamu bisa deket sama Mark.”Bella diam, ia berkata pelan, “Mark itu cuma temenku, sama kayak kamu.”Dika menggeleng, “Aku nggak mau hanya teman buat kamu.”Jantung Bella berdebar, ia menatap Dika berusaha mencerna setiap perkataannya.Dika berdehem, ia mengalihkan pandangannya, “Kamu kemana aja? Setiap hari aku ke apartemen kamu. Banyak hal yang mau aku omongin.”“Aku banyak kerjaan, aku nggak pulang beberapa hari karena bener-bener sibuk.” Bella berkata pelan, matanya menatap ke arah lain, ia sedang tidak ingin menatap pemuda yang ada di hadapannya.“Kamu sibuk, tapi masih sempat ke sekolah?”Pertanyaan Dika membuat Bella menatapny
Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia
Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k
Kesenangan yang dilakukan oleh pria itu membuat kehidupan Bella menderita. Setiap malam, mimpi itu menghantuinya, terkadang ketika ia tengah tertidur secara tiba-tiba ia menangis.Ini sudah satu tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi Bella tetap tak bisa melupakan saat ia diculik, dipukul, dan dikurung. Ia trauma pada setiap orang, ia trauma ditinggal sendiri.Jadi, kehidupan Bella semakin tertutup. Ia tidak bisa berinteraksi dengan banyak orang. itu cukup mengganggunya.Ketika ia memberanikan diri untuk keluar berdiri di tengah keramaian, tubuhnya akan bergetar hebat. Tiba-tiba saja ia akan mual lalu memuntahkan isi perutnya.Bella sudah melakukan banyak cara, tapi rasanya tak ada yang bisa membuatnya sembuh melupakah kejadian itu.Bella menatap jendela kamarnya tanpa menampakkan ekspresi apapun di wajahnya, di tangannya ia tengah memegang sebuah benda tajam.Ia tidak bisa hidup dengan perasaan ketakutan yang menghantuinya setiap saat. Bella tidak bisa hidup sendiri, perasaan sepi
Ingatan hari itu begitu membuat perasaannya terpukul. Saat matanya terpejam, bayangan itu selalu hadir menemani tidurnya. Bukankah itu adalah mimpi yang menakutkan?Saat tengah malam tiba, Bella kerap sekali bangun dari tidurnya. Ia berteriak kencang, bayang-bayangan itu bagaikan monster yang akan menerkamnya kapan saja. Ia tidak akan pernah bisa melupakan itu.Suara pekikkannya membuat pria muda datang mendekapnya, bukannya hatinya merasakan ketenangan, ia justru merasakan perasaan takut yang tidak ia mengerti datang dari mana.Ia berteriak kencang, “Pergi! Jangan pukul aku. Lepasi aku, aku mohon. Aku nggak mau dikurung di sini!”Mark yang tengah bersamanya tak melepaskan pelukannya walau Bella memukul tubuh pemuda itu sebagai bentuk pemberontakkan. Mark tidak akan melepaskan ataupun menjauh, ia akan bersama Bella setiap saat menemani gadis itu hingga pulih.“Sst, tenang. Aku nggak akan mukul kamu, aku nggak akan culik kamu, dan aku nggak akan ngurung kamu. Jangan takut ….”Bella mem
Mark yang baru saja sadar langsung berlari dengan sekuat tenaga begitu mengetahui keberadaan Bella. Tubuhnya masih lemah, bercak darah segar masih menempel di bajunya. Akan tetapi Mark tidak memikirkan itu, tujuannya hanya untuk bertemu Bella saja.Saat tiba di depan pintu yang tertutup rapat, jantung Mark berdebar kencang. Ia langsung mendobrak pintu itu, tetapi tenaganya sudah terkuras habis.Stefene yang datang membawakan kunci segera membuka pintu, saat pintu terbuka mata Mark langsung tertuju pada Bella yang terbaring meringkuk di lantai.Mark berlari cepat mendekatinya. Ia berusaha membangunkan Bella dengan suara seraknya, “Bella, bangun ….?”Gadis itu tak kunjung membuka matanya. Tubuh Mark bergetar, ia langsung saja menggendong Bella membawanya ke rumah sakit.“Siapkan mobil!” teriak Mark dengan suara bergetar.Saat di dalam mobil pun mark Kembali memanggil Bella, air matanya menetes, dadanya kembali sesak. “Bella bangun ….”Gadis ini sama sekali tak menyaut, matanya masih ter
Mark belum juga menemukan Bella, ia sudah berjalan mengelilingi gedung penginapan bahkan sudah memeriksa seluruh kamar dengan kekuatan yang ia punya. Tetapi ia tidak juga bertemu dengan Bella.Mark begitu frustasi sekarang, bahkan ia sudah memerintahkan pengawalnya untuk membawa Dika yang terbaring di jalan.Dika tengah pingsan di jalan, tak ada yang membantunya saat itu. Pemuda itu masih tak sadarkan diri karena dipukuli oleh Mark.Saat pengawal membawa Dika dalam keadaan tidak sadarkan diri, Mark mendekati Dika. Ia memaksa Dika untuk bangun dengan pukulan sekali lagi, “Bangun, brengsek! Udah cukup waktu istirahat lo!”Dika membuka matanya perlahan, ia tersenyum setelah itu. “Lo nggak ketemu Bella?”Mark menatap Dika sisnis, ini mencengkram kerah baju pemuda itu dan berkata , “Bilang sama gue, di mana Bella, brengsek!”Bukannya menjawab, Dika kembali tertawa. Ia mendekati Mark dengan langkah lunglainya, “Gue nggak akan ngasih tahu lo di mana Bella.”Dika kembali tertawa melihat kepal
Mark meminta pengawalnya untuk mencari keberadaan Bella, pasalnya hingga malam tiba gadis itu tak kunjung kembali membuat Mark khawatir padanya.Di tengah kekhawatirannya, Daniel mendatanginya. Pemuda itu bertanya, “Kenapa, lo kayaknya bingung banget?”Mark mengangguk, ia menceritakan bahwa Bella menghilang sejak ia keluar di siang hari. “Bella belum pulang ke penginapannya, dia terakhir keluar tadi siang.”Mendengar itu, Daniel langsung mengeluarkan ponselnya menelpon gadis itu. Hingga deringan ketiga, gadis itu tidak menjawab ponselnya. “Nggak diangkat.” Ucap Daniel pelan.Mark mengangguk, ia juga sudah menelpon Bella sedari tadi, tetapi gadis itu tidak mengangkatnya. Pikiran Mark semakin ke mana-mana, takut-takut terjadi sesuatu pada gadis itu.Mark mendatangi Stefene yang baru tiba, pria dewasa itu tadi keluar untuk mencari Bella, “Gimana, kamu tahu ke mana Bella, Stefene?”Stefene menggeleng lemah, “Maafkan saya, tuan muda nona Bella belum juga ditemukan.”Mark memijat keningnya,
Mark yang menatapnya terus menerus membuat Bella mengalihkan pandangannya. Mark berkata pelan, “Daniel suka sama kamu, kenapa nggak coba pacaran aja sama dia?”Bella sudah menduga jika Mark akan berkata seperti ini, jadi Bella menjawabnya dengan senyuman tipis. “Daniel udah tunangan, nggak mungkin aku iyain dia.”Mata mark Membelalak, “Kalau dia nggak tunangan, berarti kamu mau sama Daniel?”Ucapan Mark membuat Bella memukul lengan pemuda itu pelan, pipinya bersemu merah ia sangat malu sekarang. Mark masih saja terbahak menertawakannya.“Jadi kamu beneran suka sama Daniel?”Pertanyaan dari Mark membuat Bella diam, ia tidak tahu apa jawabannya karena sejujurnya ia tidak mengerti perasaannya sendiri. Saat ia bersama Daniel akhir-akhir ini, ia merasa tenang. Jantungnya berdetak dengan stabil.Namun perasaan itu sama ketika ia bersama Mark, ia pun merasakan ketenangan.Tapi ada yang berbeda, ketika Bella bersama Dika hanya ada perasaan marah di dadanya. Seolah Bella muak pada pemuda itu.
Saat sore tiba, semua murid Lit High School menuju ke pantai menikmat senja di sore hari. Bella berjalan beriringan bersama Mark, tak lupa kepada Stefene, Elard, dan pengawal ikut serta. Hal itu membuat mereka manatap Bella secara terang-terangan.Dalam hati mereka beranggapan bahwa itu semua hanya untuk penjagaan Mark, kekasih Bella. Dengan jelas Bella dapat mendengar mereka membicarakannya bahwa ia hanya memanfaatkan Mark saja.Mark yang sadar itu menatap mereka tajam, Bella langsung menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin ada keributan apapun.Mark berjalan mendahului Bella, ia bersikap seolah kesal pada sikap gadis itu yang hanya menerima saja, bukannya marah dan menjelaskan semuanya.Mark tidak mengerti mengapa Bella masih saja merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Jika mereka tahu bahwa Bella adalah putri dari Wilson, mereka tidak akan memberikan penghinaan pada gadis itu.Rasanya Mark ingin sekali berteriak mengumumkannya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin membuat Bella mar
Bus sudah berhenti, semua murid sudah turun dari bus. Bella dengan semangat menggandeng lengan Mark, gadis itu tersenyum senang, “Mark, kita udah sampe.”Mark mengangguk, ia sendiri tidak tahu mengapa Bella begitu semangat padahal sebelumnya gadis itu muntah beberapa kali. Tak jauh berbeda dengannya, ia tidak muntah, tetapi tubuhnya begitu lemas.Mark menatap Elard, “Kepalaku pusing.” Katanya.Elard segera memapah tubuh Mark, sedang Bella yang melihat itu mengikuti pemuda itu dari belakang. “Mark, kamu nggak papa? Mau ke rumah sakit sekarng?”Mark menggeleng pelan, “Nggak perlu, aku istirahat aja.”Bella mngerucutkan bibirnya, ia pun mengangguk.Stefene sudah menyiapkan penginapan, jadi Bella dan Mark menuju ke penginapan. Sedangkan teman-teman sekolahnya, mereka juga beristirahat di penginapan yang sudah disediakan oleh sekolah.“Kamu bener-bener nggak papa? Kalau mau ke rumah sakit nggak papa, Mark.” Pemuda itu menggeleng pelan.“Nggak papa, aku cuma perlu istirahat aja. Lagi pula k
Karya wisata tepat dilakukan hari ini. Bella sudah bersiap pagi-pagi sekali, senyuman manis di wajahnya tak pernah sekali pun pudar. Ia begitu menawan.Saat ia keluar dari kamarnya, Mark sudah menantinya di depan pintu. Tidak hanya pemuda itu saja, melainkan Elard dan Stefene pun turut menyertainya.Senyuman Bella memudar, ia menatap mereka bergantian. Lalu mendengus kesal karena kenyataannya ia akan pergi karya wisata bersama Mark, Elard, Stefene, dan beberapa pengawal.Itu adalah pesan dari neneknya kemarin bahwa jika tetap ingin pergi, maka Bella harus ditemani oleh Stefene dan pengawal. Bella setuju, akan tetapi Mark merengek untuk tetap ikut bersamanya. Pada akhirnya, Elard diikut sertakan untuk menjaga kesehatan pemuda itu.Sebelum pergi, Bella berpamitan pada neneknya. Wanita tua itu mengangguk, ia sudah memerintahkan pengawal untuk menyiapkan mobil yang nyaman selama perjalanan. Dalam hati Bella kesal, ia ingin naik bus bersama teman-temannya. Tetapi ia hanya bisa menuruti, ia