Home / Romansa / Dinikahi Berondong Kaya / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Dinikahi Berondong Kaya: Chapter 11 - Chapter 20

55 Chapters

10. Tragedi Pengantin Baru

“Yang lebih berat itu bukanlah cinta beda keyakinan. Melainkan cinta beda alam. Karena kau tidak akan bisa bertemu dia lagi.”-April***“Kak April. Kak Tara... Kak Tara... Dia kecelakaan,” ucap Bima dengan terbata membuat April membuka mulutnya tidak percaya.A-apa? Kecelakaan?Mendengar hal tersebut. Tubuh April pun kaku membeku, bahkan rasanya jantungnya seolah berhenti berdetak. Dia syok dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat.“Nggak mungkin! Ini semua nggak mungkin. Kamu bohong, kan, Bim?” April mencengkeram kedua lengan.Kini mata April mulai terasa panas. Hingga akhirnya air matanya pun jatuh membasahi pipi.“Sekarang Taranya ada di mana?” tanya Papa sambil memegangi lengan April yang menangis sejadi-jadinya, ia mulai hilang kendali.Bima menyebutkan alamat rumah sakit serta ruangan tempat kakaknya saat ini berada.&ld
Read more

11.1 Titik Paling Terpurukku

Bima: Kak April. Aku mau ngasih kabar kalau Kak Tara sudah berpulang ke rahmatullah siang tadi.Jantung April berdetak cepat ketika membaca pesan masuk dari Bima pada whatsapp-nya. Sampai-sampai April membaca pesan duka tersebut berulang-ulang, berharap ini semua hanyalah berhalusinasi.Be-benarkah Tara meninggal? Benarkah nyawa Tara tidak dapat diselamatkan?Buru-buru April menghubungi nomor Bima namun Bima menolak panggilan teleponnya.Nggak mungkin, kan? Pasti Bima bohong, kan?Kemudian beberapa detik setelahnya Bima mengirimi pesan lagi kepadanya.Bima: Maaf, Kak, nggak bisa angkat. Di sini lagi banyak orang. Semoga Kak April tetap kuat, ya, di sana.Bima: Oh, iya, Kak. Boleh nggak Kak, aku minta tolong sesuatu sama Kak April?Bima: Maaf, Kak, sebelumnya. Aku minta tolong banget sama Kak April supaya untuk sementara waktu Kakak jangan berkunjung/melayat dul
Read more

11.2 Titik Paling Terpuruk

  Entah pukul berapa Sean terbangun dari tidurnya. Mungkin sekarang hari sudah malam. Dan benar saja, ketika Seina menatap ke arah jam yang berada di dindingnya, ternyata ini sudah pukul setengah tujuh malam. Dengan kantuk yang masih tertahan. Sean berjalan gontai keluar kamarnya. Dia ingin mengecek keadaan April. Apakah dia baik-baik saja. Apakah mienya sudah dihabiskan? Sean meringis ketika melihat mi yang berada di atas nakas tidak disentuh April sama sekali. Mi itu sekarang sudah dingin dan mengembang parah. April terlihat tidur miring meringkuk seperti bayi dalam kandungan, mungkin dia kelelahan karena menangis. “Pril….” Sean menggusap pelan lengan April. Namun dahi Sean seketika mengerut ketika merasakan kulit April terasa hangat. Punggung tangan Sean menyentuh dahi April dengan perlahan, kemudian Sean berganti menyentuh kulit pada leher April. Sial! Dia demam! Tangannya memang hangat, tapi suhu pada dahinya panas se
Read more

12. Jaga Dia Untukku

Ketika matahari masih malu-malu untuk menampakkan sinarnya. April mulai terbangun dari tidurnya. Dia mengerjabkan mata beberapa kali untuk menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya ruangan.“Sean?” ucap April tatkala mendapati Sean yang saat ini sedang terlelap persis beberapa senti depan wajahnya.Sean tertidur dengan kaki yang berada di lantai sedangkan kepalanya bertumpu di ranjang April.Jadi… Semalam Sean tidur di sini?Tangan April terulur hendak menyentuh pundak Sean untuk membangunkannya, namun tidak jadi.Pasti bocah itu kurang tidur mengingat posisi tidurnya saat ini terlihat sangat tidak nyaman.“Makasih, ya, Sean.”April tersenyum dan mengusap pipi Sean dengan pelan. Takut apabila dia terbangun.“Makasih karena semalem udah ngerawat aku....""Makasih karena ketika Tuhan ngambil semuanya dari aku. Kamu, yang bahkan bukan siapa-siapa aku tetep mau berada di sam
Read more

13. Membaik

Hari demi hari berganti merajut bulan. Sudah beberapa bulan yang lalu Tara meninggal dunia. Kesedihan yang dirasakan April perlahan mulai memudar. Karena ada benarnya juga kata Sean. Sesedih apa pun seseorang, tetap saja hidup terus berlanjut, bukan? “Pagi Mbak April. Lagi apa, nih, sama Masnya? Rajin banget jam segini udah bersih-bersih aja?” tanya Budhe Narsih—tetangga sebelah rumah—yang saat ini sedang berdiri melonggokkan kepalanya pada pagar pembatas rumah mereka. “Ah, cuma lagi nyapu teras, kok, Budhe,” balas April sambil tersenyum ramah. Sedangkan Sean yang saat ini sedang mencuci motornya pun hanya mengedikkan bahu, cuek. Sebenarnya, sih, Sean bisa saja pergi ke tempat pencucian motor. Tapi Sean sedang malas keluar. Lebih enakan mencuci motor sendiri, tinggal disemprot saja menggunakan air keran, bukan? Gosok-gosok sedikit selesai. Astaga. Apa jangan-jangan ini semua karena efek tinggal satu rumah dengan April yang perhitungan
Read more

14. Cowok Yang Suka Anak Kecil Itu Gantengnya Maksimal

 “Yang ini namanya bunga,” ucap Sean sambil menunjukkan gambar di tablet pintarnya kepada Riri yang saat ini sedang dipangkunya. “Unga....” Anak kecil itu meniru ucapan Sean meskipun belum terlalu lancar berbicara. “Pinternya.” Sean tertawa kemudian menciumi pipi tembam gadis kecil itu. April yang sedang berkutat di dapur mininya diam-diam melirik ke arah Sean melalui sudut matanya. Pipi April bersemu melihat kedekatan Sean dengan Riri. Memang lelaki yang suka dengan anak kecil selalu berhasil membuat para wanita meleleh, ya, ketika melihatnya. “Nah, Riri Sayang. Kalau itu namanya Tante galak,” ucap Sean sambil menunjuk ke arah April yang saat ini sedang mendengus kesal. Sean memang sengaja ingin memancing kemarahan April. Karena wajah April saat marah sangat imut sekali. “Nte Gayak?” ucap Riri membeo. April mendelik melihatnya. Lihatlah, baru saja dia memuji bocah sableng itu tampan. Tapi sekarang sifat menyebalka
Read more

15. Sean Sultan Tajir Melintir

Mendengar hal tersebut Budhe April saling bertatapan dengan teman yang berada di sebelahnya. "Oh. Ahahaha. Ternyata April udah punya pacar. Duh, Budhe nggak tahu. Kenapa tadi April nggak ngenalin pacarnya ke kita?" Aduh. Mati, mati, mati! Bagaiman bisa April menghadapi semua ini? April berdiri sambil tersenyum kaku, enggan menjawab pertanyaan Budhenya. "Ternyata pacar April masih muda, ya. Mama agak kaget, loh, April pacaran sama yang lebih muda. Tapi Pril. Mama saranin kamu pacaran jangan cuma haha-hihi, doang. Contohnya kayak Monna, sekalinya cari pacar yang mapan dan biar enak sampai ke pelaminan," ucap Mama tidak mau tersaingi. Sean mengamati pacar saudara April yang dibilang mapam tersebut. Kemudian Sean hanya tersenyum mengejek. Heh, yang benar saja. Memang seberapa kayanya pacar saudari April itu? Belum tahu, ya, kalau isi di dalam saldo ATM-ya banyak? Kalau masalah banding-bandingan harta, mah, kecil. Sean hendak beruca
Read more

16. Pantas Saja Dikatai Kandang Ayam

Lengang terasa di antara mereka. Saling diam  dalam kebisuan dan hanya terdengar suara klakson yang saling bersaut-sahuan padahal lampu merah baru saja menyala dua detik lalu. Manusia zaman sekarang memang benar-benar tidak sabaran.“Eh, iya, Sean. Aku penasaran... kok, kamu nggak cerita sama aku, sih, kalau kamu punya mobil mewah?!” teriak April ketika tersadar akan apa yang hendak ia tanyakan sejak tadi.“Kenapa emangnya?” jawab Sean santai. Bahkan wajahnya sangat datar.“Kok, kenapa, sih.”Setelah itu April terdiam. Tapi benar juga, ya. Kalau pun Sean punya mobil mewah. Tidak mungkin juga, kan, dia wajib menceritakan kepadanya?“Sean....""Apa?""Aku mau tanya....""Apa?""Um, Sean... tapi ini beneran mobil punya kamu?” tanya April hati-hati sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Sean yang sedang sibuk menyetir.“Iyalah! Ya, kali, Pril, kamu juga mikir i
Read more

17. Di Rumahnya Sean

Di rumah Omanya Sean, April sangat dimanja. Banyak makanan enak yang dihidangkan. Terlebih lagi Omanya Sean itu sangat baik hati. Bahkan Omanya sampai menciumi pipi April. Kalau sudah seperti ini, April jadi malas pulang ke rumah. Dia ingin tinggal di sini selamanya. Bodohnya Sean yang malahan mau-maunya tinggal di rumah kandang ayamnya tiga petak itu daripada tinggal di istana ini."Ah... nikmatinya. Berasa di syurga," ucap April sambil meregangkan tubuhnya sembari menikmati sejuknya angin sepoi-sepoi yang menerpa kulit tubuhnya.Saat ini April sedang duduk santai di gazebo yang berada di dekat kolam renang rumah Sean sambil menunggui bocah itu selesai berenang.Diseduhnya teh pemberian Oma yang sangat enak ini. Lidah April mengecap, meskipun memang rasa tehnya agak sepat seperti kebanyakan teh pada umumnya. Tapi teh ini segar. Mungkin karena masih alami tidak mengandung bahan pengawet seperti yang kebanyakan dijual di toko-toko."Makan terus. Dasar baab
Read more

18. Tentang Mamanya Sean

"Eh. Maksudnya?" ucap April sambil mengernyit, tidak paham dengan apa yang sedang Sean ucapkan."Cerita keluargaku rumit, Pril.""Tapi aku punya banyak waktu, kok, buat ngedengerinnya," balas April sambil tersenyum hangat kepadanya."Mamaku... dia... dia istri ke dua."April cukup terkejut mendengarnya. Dia hanya mengerjabkan mata.Be-benarkah?"Papaku satu garis keluarga sama Oma. Dia orang tionghoa. Sedangkan Mama sendiri orang Jawa."April tersenyum mendengarnya. "Pantesan kulit kamu putih dan hidungmu mancung banget."Sean ikut terkekeh mendengarnya."Oh, ya?""Iya. Boleh nggak aku nyentuh hidung kamu? Habisnya mancung banget."Mungkin April sudah hilang akal sampai tiba-tiba mengucapkan hal tersebut kepada Sean. Bahkan Sean pun juga mengernyit tidak percaya."Boleh."Setelah itu jari telunjuk April terulur untuk menyentuh hidung mancung Sean."Kayak hidungnya orang bule,"
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status