Home / Romansa / Dinikahi Berondong Kaya / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Dinikahi Berondong Kaya: Chapter 31 - Chapter 40

55 Chapters

29. Orang Kepo

Akhirnya April mengiyakan ajakan Erik. Palingan makan sebentar hanya butuh waktu setengah jam, bukan?“Mau makan apa?” tanya Erik kepadanya.April menatap ke sekitar. Di dekatnya ada berbagai tempat makanan seperti KFC, makanan jepang, pizza hut, dan lainnya.“Gimana kalau dimsum aja? Kayaknya enak.”“Oke kalau gitu.”April ikut berdiri mengantre bersama Erik. Padahal Erik sudah mengatakan biar dia saja yang memesan makanan tapi April tidak mau. Dia ingin menemani Erik.April menghela napas pelan. Dia tidak mempertimbangkan keramaian toko ketika tadi ditanyai oleh Erik ingin makan apa, ternyata kebetulan tempat makan ini sedang ramai pengunjung. Tahu begini dia memilih tempat makan yang sepi saja.“Capek? Kamu duduk aja nggak pa-pa.”April menggeleng, “Nggak ah, pengin ikutan ngantre sama kamu aja.”Erik tersenyum mendengarnya, kemudian ia kembali menatap ke ara
Read more

30. Dua Lamaran

“Masih sebel, ya, sama orang yang di mall tadi?” tanya Erik mencoba memecah keheningan.April menengok ke samping. “Eh?”“Iya. Kayaknya sejak tadi kamu BT banget habis ketemu sama dia.”April tertawa sumbang. “Ah, nggak juga, kok. Aku emang agak gimana gitu, sih, sama orang yang terlalu pengin tahu urusan orang lain.”Erik mengernyit mendengarnya.“Why?”“Em… Cuma ngerasa nggak nyaman aja. Ibaratnya mereka nggak terlalu kenal sama kita tapi sampai tanya-tanya kapan nikah segala. Ya, memang, sih, menurut kebanyakan orang itu pertanyaan yang biasa aja. Padahal itu, kan, sebenernya privacy banget.“Coba bayangin kalau orang yang kita tanyai kapan nikah itu sebenernya di kehidupan sehari-hari mereka udah eneg ditanyai sanak saudaranya tentant ‘kapan nikah?’. Terus di luar rumah juga masih ditanyai lagi ‘kapan nikah?’ sa
Read more

31. Menginap Di Rumah Teman

April: Sean, malem ini aku nggak pulang.April: Aku nginep di rumah Dina.April: Jangan lupa nanti sebelum tidur pintu rumah dikunci.Hari ini, setelah menemani Erik mencarikan kado untuk keponakannya yang berulang tahun di Mall. April meminta Erik mengantarkannya mengambil motor di bengkel.Pulangnya mereka berpisah jalan, Erik pulang ke rumah sedangkan April lebih memilih untuk mengirimkan pesan kepada Dina kalau malam ini dia ingin menginap di rumahnya.April sedang banyak beban pikiran, dia butuh teman untuk berbagi cerita.Sean mendesah kecewa tatkala membaca pesan masuk dari April. Tumben sekali wanita itu menginap di rumah temannya. Biasanya juga tidak pernah seperti ini. Apa jangan-jangan April sedang ada masalah, ya?Sean itu memang dikaruniai rasa peka yang tinggi.Malas mengetikkan pesan, Sean lebih memilih untuk menekan panggilan video call kepada April. S
Read more

32. Aku Kenal Orang Ini (1)

“Geblek banget, sih, Pril. Kenapa coba cowok sekeren Erik malahan kamu tolak?!” sembur Dina tidak terima.“Kurang apa, sih, Pril si Erik itu? Udah ganteng, kerjanya mapan di perusahaan gede, umurnya juga udah mateng buat nikah. Hih! Kesel aku sama kamu!” tambahnya lagi.Heh, bukannya tadi Dina sendiri yang ngotot ingin menyandingkannya dengan Sean? Pakai bilang 'berondong juga oke' Lalu kenapa pula sekarang Dina marah-marah kepadanya waktu dia menolak lamaran Erik? Lagi pula, yang dilamar, kan, dia. Jadi, ya, suka-suka dia, dong, mau menolak atau menerima.
Read more

33. Aku Kenal Orang Ini (2)

 “Nih, minum,” ucap Dina menyodorkan botol minumannya.Setelah keduanya mulai tenang. Kini Dina mencoba menyampaikan pendapatnya lagi."Ya, ada benernya juga, sih, Pril omongan kamu itu."Nahkan!“Gimana kalau sama Mas Sean? Mas Sean itu baik, tajir melintir, humoris. Tapi…ada tapinya, nih.”April menaikan sebelah alisnya. “Tapi apa?” tanya April penasaran. Sekarang dia sudah tidak marah-marah lagi.“Tapi kamu tahu sendiri, kan, Pril dia masih bocah. Yakin masih mau sama dia? Kalau yakin ya nggak pa-pa. tapi inget, umur kita itu udah tua, Pril. Udah bukan waktunya lagi kita pacaran haha hihi.”April merasa tertohok mendengarnya. Dipeluknya botol air mineral yang tadi diberikan oleh Dina erat-erat. Ia tidak mampu menjawab sepatah kata pun.karena memang semua kata yang terlontar dari mulut Dina adalah kebenaran.“Terus Din… kalau kamu jadi aku. Kamu lebih mi
Read more

34. Aku Benar-Benar Melihatnya

“Kamu serius, Din, tahu ibu-ibu di foto itu?!”April memegang erat lengan Dina penuh harap. Meski sejujurnya ada rasa ragu di benak April apa betul Dina pernah melihat Mamanya Sean lantaran mengingat Dina itu anaknya dari dulu kalau bicara suka ngasal. Jadi bagaimana mungkin Dina bisa diharapkan.“Iya, serius aku beneran pernah ngelihat dia tahu!”Dina menaikkan potret hitam putih tersebut ke atas, menerawangnya di langit-langit kamar seperti seseorang yang sedang memeriksa keaslian uang kertas.“Emang kamu pernah ngelihat dia di mana?”“Jadi ceritanya tuh, dulu aku, kan, anak SMK jurusan perawatan sosial. Terus waktu PKL–alias magang—aku ditempatin di salah satu panti jompo yang ada di kota Temanggung. Emang agak pelosok, sih, Pril tempatnya. Nah, di sana aku ngelihat ibu-ibu ini.”Dahi April mengerut. Hah, panti jompo? daerah Temanggung? Yang benar saja.Bukannya kalau
Read more

35. Nyari Bu Linda

April menatap ke arah luar jendela bus kota yang sedang ditumpanginya, pagi ini dia ditemani Dini yang sedang asyik mengemil jajanan di pangkuan.Alasan mereka berdua lebih memilih naik bus kota ke Temanggung dalam misi pencarian Mamanya Sean adalah karena selain jarak tempuhnya yang cukup jauh—mungkin kurang lebih sekitar dua jaman dari Semarang. Ditambah lagi kata Dina medan ke sana curam serta jalanan menanjak jadi mereka harus naik ojek dari terminal ke Panti Jompo yang hendak dituju. Ya, maklum saja, namanya juga pelosok.Waktu yang mereka punya tidak banyak, hanya dua hari saja—terhitung hari Sabtu & Minggu. Intinya, ketemu tidak ketemu Minggu sore mereka harus pulang.“Kamu yakin, Din, kalau Bu Linda masih ada di sini?” ucap April April merasa agak pesimis mengingat sudah tahunan Dina lulus SMK. Apa iya Mamanya Sean masih di sana?Mata April mengeja lamat-lamat rentetan huruf di depan bangunan panti jompo dengan bertulis
Read more

36. Titik Terang

April menggeleng. Tidak bisa seperti ini, masa mereka pulang dengan tangan kosong!“Pril. Apa yang kamu lakuin seumpama orang tua kamu masih hidup?”“Jelas aku bakalan nyariin mereka, Sean.”Percakapannya dengan Sean seolah terngiang kembali di kepala. Memotivasi kembali April mengenai tujuannya ke sini. Benarkah dia harus menyerah sedini mungkin?Baru saja berjalan melewati kusen pintu ruangan, April berbalik badan untuk menemui Bu kacamata lagi.“Bu. Kalau ibu nggak bisa ngasih tahu di mana Bu Linda berada nggak pa-pa. Saya yakin pasti ibu disuruh tutup mulut, kan, sama orang yang bawa Bu Linda pergi dari panti jompo ini?"Bu kacamata agak terkesiap mendengar penuturan dari April. Wanita itu cerdas juga."Tapi seenggaknya Ibu bisa, kan, ngasih beberapa informasi ke saya tentang di mana tempat terakhir Bu Linda berada? Biar saya sendiri yang nyari Beliau di mana, Bu," mohon April dengan wajah memelas.
Read more

37. Menyembunyikannya Darimu

“Sebenarnya nggak ada yang namanya orang jahat di dunia ini. Kecuali keadaanlah yang memaksanya.”(DBK)***Setelah dari panti jompo Griya Lansia Asih. Denis mengajak April dan Dina menuju tempat di mana Linda berada.Bukan hanya itu saja, Denis juga menawarkan tumpangan ke mereka ketika pulang ke Semarang nanti karena memang mereka satu arah.Awalnya April menolak. Sungkan. Agak waswas juga karena baru pertama kali kenal dengan Denis. Takut diapa-apakan. Namun Dina malahan tiba-tiba menyengir mengiyakan tawaran Om Denis.“Udahlah, Pril mau aja. Hitung-hitung hemat ongkos pulang. Daripada kita naik bus butut mending naik mobil bagus aja,” begitulah bisik Dina kepadanya.Heh, sejak kapan sahabatnya itu ketularan sifat pelit dirinya? Ya, sudah. Mau bagaimana lagi. Lagian kalau dia diculik ada Dina yang menemaninya.Jalanan yang mereka lalui berkelok, medanny
Read more

38. Perang Batin

Erik: Pril, gimana soal tawaranku yang waktu itu?Erik: Tolong pertimbangin lagi, ya, Pril.April membaca kembali pesan masuk dari Erik. Bahkan sampai berulang-ulang kali, namun jemarinya tidak bergerak sama sekali lantaran bingung harus menjawab apa.April kira setelah beriringnya waktu Erik akan melupakan semuanya. Apalagi sudah beberapa bulan ini Erik tidak menyinggung tentang hal itu lagi. Namun ternyata sekarang Erik merongrong menuntut jawaban atas lamarannya.Erik: Kok, diem aja, sih, Pril? Pesanku cuma di-read, doang.April mendesahkan napas pelan. Erik ini sebenarnya mengajaknya menikah atau hendak menagih hutang kepadanya, sih?Kenapa pula kesannya seperti mengejar-ngejar dirinya. Membuat orang lain risih saja.April: Bentar, ya, aku lagi di rumah Papa. Nanti kalau aku udah pulang, aku balas.“Kenapa, Pril?” tanya Papa yang datang dari arah dapur sambil membawakan dua cangkir cokelat hangat. Papa mera
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status