"Eh. Maksudnya?" ucap April sambil mengernyit, tidak paham dengan apa yang sedang Sean ucapkan.
"Cerita keluargaku rumit, Pril."
"Tapi aku punya banyak waktu, kok, buat ngedengerinnya," balas April sambil tersenyum hangat kepadanya.
"Mamaku... dia... dia istri ke dua."
April cukup terkejut mendengarnya. Dia hanya mengerjabkan mata.
Be-benarkah?
"Papaku satu garis keluarga sama Oma. Dia orang tionghoa. Sedangkan Mama sendiri orang Jawa."
April tersenyum mendengarnya. "Pantesan kulit kamu putih dan hidungmu mancung banget."
Sean ikut terkekeh mendengarnya.
"Oh, ya?"
"Iya. Boleh nggak aku nyentuh hidung kamu? Habisnya mancung banget."
Mungkin April sudah hilang akal sampai tiba-tiba mengucapkan hal tersebut kepada Sean. Bahkan Sean pun juga mengernyit tidak percaya.
"Boleh."
Setelah itu jari telunjuk April terulur untuk menyentuh hidung mancung Sean.
"Kayak hidungnya orang bule,"
"Papaku orangJawa. Mamaku orangJawa. Tapi kenapa kamu bukanlahJAWAban dari doa-doaku?"-Sean Ganteng***"April... kamu mau nggak nikah sama aku?" ucap Sean sambil tersenyum manis kepadanya membuat April cukup terkejut.Bukan hanya itu saja. Tanpa terduga sama sekali, tiba-tiba Sean merengkuh tangan wanita tersebut kemudian menyematkan cincin pada jari manisnya. Tak lupa juga Sean mengecup punggung tangan April membuatnya semakin bersemu.Kalau saja April tidak ingat jika Sean adalah pria yang usianya terpaut empat tahun di bawahnya alias 'berondong'. Pasti April akan terbang ke awan-awan.Hampir saja terlena dengan sikap manis Sean. Kini April berganti menampilkan ekspresi sebal supaya wajahnya yang memerah tidak ketara oleh Sean.Dasar bocah sableng!Bisa-bisanya dia mengajak menikah seo
Ketika selesai mengantarkan April berangkat kerja. Entah ada angin apa sampai Sean menepikan motornya sejenak ke salah satu tempat perhiasan untuk membeli sesuatu."Mbak, ada cincin yang bagus nggak?" tanya Sean kepada pegawai toko tersebut."Ada, Kak. Mau cari cincin untuk acara apa? Untuk pernikahan atau untuk hadiah?""Buat pacar sayalah. Jadi pilihin cincin yang paling bagus dan paling mahal di sini," kata Sean dengan jumawa membuat pegawai toko tersebut tersenyum kemudian mengambilkan beberapa koleksi cincin di toko mereka untuk Sean.Sean bingung lantaran tidak tahu mana yang nantinya akan disukai April."Yang ini bagus, Kak," ucap pegawai tersebut sambil memperlihatkan cincin dengan permata mengelilingi bagian atas sisinya.Dahi Sean mengerut, dia tidak terlalu suka dengan model yang seperti itu, terlalu heboh.Kemudian dia menggeleng. "Yang lain, dong, Mbak. Yang paling mahal lagi ada?"Kemudian Sean mengamati lagi tiga
Sean mendengus sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa ruang tamu. Dia tidak mengira jika perang dinginnya dengan April bisa sampai berhari-hari seperti ini.Padahal di agama saja mendiamkan orang selama tiga hari sudah sangat berdosa. Ini malahan sampai satu minggu lebih. Bisa-bisa berkali-kali lipat dosanya.Sebenarnya ada rasa rindu di lubuk hati Sean tatkala ketika Sean menjahili April, membuat wanita itu marah-marah seperti ibu kost yang naik pitam lantaran anak kostnya menunggak uang sewa tiga bulan. Tapi apa daya, Sean gengsi untuk meminta maaf terlebih dahulu kepada April. Tapi di lain sisi dia juga ingin berbaikan, hanya saja bingung bagaimana caranya.Ah. Jangankan meminta maaf. Mengajak bicara saja dia enggan.Sean itu anak satu-satunya dan kebetulan dari keluarga kaya raya. Jadi wajar saja apabila rasa gengsinya tinggi. Bisa jadi karena dia sudah kebanyakan dianak emaskan oleh Omanya. Sedangkan April sendiri lebih kental sifat domin
Sepulang dari kantor April menunggu Erik menjemputnya. Sekitar lima menitan April berdiri menunggu Erik datang."Hai. Lama, ya, nunggunya?" sapa Erik sambil tersenyum kepada April. Kemudian Erik membukakan pintu mobilnya untuk April."Iya lama banget.""Lama mana sama nunggu kepastian?"April tertawa. "Apaan, sih. Nggak jelas."Selama mengenal Erik. April merasa dia lelaki yang baik. Dia juga tidak terlalu kaku. Meskipun tidak sehumoris Sean, sih.April menggelengkan kepala. Sean lagi, Sean lagi. Kenapa pikirannya selalu tentang Sean, sih? Padahal yang sedang di sebelahnya, kan, Erik."Jangan sampai magrib, ya, pulangnya, Rik."Dia tidak mau Sean khawatir."Oke."Erik merasa tadi sesi makan siang terlalu cepat karena diburu waktu. Jadi sekarang dia mengajak April untuk makan di luar lagi. April awalnya menolak karena sungkan selalu diajak makan melulu oleh Erik.Bilangnya tidak e
“Kamu sama dia udah kenal lama? Dia temen kuliah kamu? Kok, sampai dikasih cincin segala?" tanya Sean saat makan bersama dengan April di ruang depan.April melotot tajam. Kenapa bocah ini kepo sekali? Sampai menginterogasinya seperti itu. Pacar juga bukan. Dasar mau tahu urusan orang saja.
“Makan yang banyak.”“Makasih, Tante.”Anha menyajikan makanan untuk Sean dan Eden. Tetapi bedanya Eden dizolimi oleh Sean dan disuruh makan di dekat trio bocil sekalian mengawasi mereka bermain.“Anak-anak itu, lho, makannya pada nggak dihabisin malahan sibuk main sama mainan barunya,” gerutu Anha mengomel kesal.Terlihat Ais dan Aim sedang bermain tamia barunya. Sedangkan Kalila duduk di depan boneka beruang besar sambil tertawa mengamati kedua kakaknya yang sengaha menabrakkan kedua tamia berwarna merah tersebut ke kakinya.“Emang cewek kalau udah jadi emak-emak galak dan suka ngomel-ngomel, ya, Om?” celetuk Sean membuat Hamkan yang berada di sebelahnya tertawa.“Iya. Udah biasa dia kayak gitu.”“Padahal dulu waktu belum nikah, mah, lemah lembut kayak putri keraton, ya.”Hamkan ikut mengangguk menyetujui. Sedangkan yang sedang diejek merengut sebal. Bisa
“Lebih baik telat menikah daripada menikah denganorang yang salah.”-Mayangsu***Tanpa terduga sama sekali tiba-tiba Sean menarik lengan April hingga wanita tersebut terhuyung ke belakang. Untung saja Sean sigap menangkapnya.April berdecak, ia hendak memaki namun belum sempat April berucap, tiba-tibaSean sudahmembungkam bibirnya dengan sebuah ciuman.Mata April membulat penuh. Se-Seanmenciumnya?Napas April tercekat. Lututnya terasa lemas. Bahkan April dapat merasakan napas Sean saat ini berembus menerpa pori-pori wajahnya. Terasa hangat dan teratur. Benar-benar menenangkan.Padahal ini bukan pertama kalinya April berciuman dengan seorang laki-laki. Tapikenapa jantungnya berdegub kencang seperti ini? Kenapa gelenyar di dada yang tengah ia rasakan, rasanya sama persis dengan gelenyar ketika pertama kali dia berciuman dengan Tara.Apakah dia jatuh cinta dengan Sean? Kal
Paginya. Setelah kejadian kemarin malam, April masih merasa malu bukan main. Hanya sekadar bertemu dengan Sean saja sampai tidak berani.Rasanya dia ingin menenggelamkan kepalanya sendiri ke dalam kloset, atau kalau tidak, ya, menggali kubangan tanah dan mengubur dirinya sendiri ke dalamnya.Mana bisa dia bersikap biasa saja setelah kejadian kemarin malam itu?“Pagi, Bebeb Sayang. Mau berangkat kerja, ya? Gimana kalau Mas Sean ganteng aja yang anterin?” sapa Sean ketika April baru menginjakkan kakinya di depan kamar.Tuh, kan. Dibegitukan saja jantungnya sudah dag-dig-dug. Memang wanita mana yang tidak bersemu ketika digoda seperti itu. Apalagi tadi Sean berkata 'Mas'. Seperti mereka sudah menjadi pasangan suami istri saja.“Bab Beb Bab Beb, Ndasmu,” gerutu April sambil memanyunkan bibirnya.Mendengarnya Sean malahan tertawa dan semakin gencar menggoda April lagi.“Wih, Ayang Bebeb pagi-pagi udah ngegas a
Sean: Woi Bocil! Jangan lupa jemput putri kesayangan Om di sekolahannya, ya. Soalnya sopir Om lagi nganterin Tantemu ke kondangan. Ais yang membaca pesan masuk dari Om Sean pun mendengus sebal. Padahal dulu waktu kecil ia sangat mengidolakan Om Sean karena selalu membelikannya mainan. Tapi setelah masuk SMP, Ais merasa Om Sean terkadang tingkahnya kekanakan di usianya yang sudah tidak lagi muda. Ais memasukkan HP-nya kembali ke kantung seragam. Dia masih kelas satu SMP, jadi wajar saat ini dia curi-curi kesempatan membawa HP ke sekolahan secara semunyi-sembunyi. Mumpung sedang ekstrakulikuler pramuka. Pulang pramuka Ais dan Aim meng-gowes sepedanya untuk menuju ke sekolahan Sheril—anak perempuan Om Sean. Sekolahan Ais dengan sekolahan Sheril memang berdekatan. Hanya beberapa blok saja. “Is. Tahu nggak, anak Om Sean cakep, lho. Nanti aku kenalin ke dia, deh,” celetuk Aim ketika diperjalanan. Sedangkan yang di
Malamnya… Di hari pernikahan. Gemerlap cahaya lampu menerangi sekitar. Huru-hara tamu undangan ikut meramaikan suasana. Dan juga, lantunan lagu terdengar mengalun merdu mengiringi acara.Sean saat ini sudah mengenakan tuxedo berwarna hitam, ia terlihat semakin gagah. Perasaannya harap-harap cemas, menunggu sang pujaan hati untuk ikut bergabung di bawah sini bersamanya.Tadi pagi Sean dan April sudah melangsungkan acara ijab kabul dengan lancar, sedangkan sore sampai malamnya Sean mengadakan resepsi serta pesta dansa ala orang Eropa.Sebenarnya April menginginkan pernikahan yang sederhana. Tidak perlu sampai dibuatkan pesta segala, ijab kabul saja sudah cukup. Tetapi dari pihak keluarga Sean sendiri menginginkan adanya pesta dansa. Katanya Sean adalah putra kesayangan mereka, mereka ingin membuat pernikahan yang berkesan untuk Sean. Jadi, mau tak mau akhirnya April menurut keinginan mereka.
“BURUAN masuk, ih. Ngapain aja bengong di sana!” teriakan April menyadarkan Sean akan lamunannya. Sean masih mengamati sekitar, ia seolah bernostalgia dengan masa lalu yang indah. Pagar rumah dengan bunga mawar hampir mati di pojokannya.Ah, Sean juga masih mengingat Miri, anak tetangga April yang lucu itu. Ah, mungkin sekarang dia sudah besar.Begitu juga ketika Sean memasuki rumah tiga petak ini. Bayangan April yang memasak di dapur, April yang hobi berteriak-teriak sampai rasanya memekakkan telinga, dan juga kenangan di mana pertama kali Sean mencium April pun Sean masih ingat. Akhirnya dia kembali ke sini lagi!Di bagian kamar. Sean berdecak kagum saat jari telunjuknya mengusap meja wadah buku-bukunya ketika masih kuliah dulu. Bahkan tidak ada debunya sama sekali seolah April rutin membersihkannya tiap hari.“Wih, tumben kamarku bersih banget?” celetuk Sean ketika melihat kamarnya yang ternyata masih tertata rapi se
TIGA tahun berlalu, banyak hal silih berganti. Diantaranya Sean sudah menyelesaikan S2-nya tepat waktu. Sean juga diamanahi Pak Hans untuk mengembangkan anak perusahaannya. Dan yang lebih membahagiakannya lagi adalah Mama Sean, alias Bu Linda, sudah sembuh dari penyakit yang dideritanya. Mungkin itu semua karena Bu Linda tinggal dekat dengan putranya serta mendapatkan penangan medis oleh tenaga professional. Pandangan Sean tertunduk, ia menekuri ponselnya untuk mengirimi pesan kepada seseorang. Sean: Lokasinya bener di Jalan Sadewa, kan, Mbak? Ketik Sean dengan saksama. Dina: Iya, Kak. Lokasinya strategis, lho, Kak. Deket tempat kuliahan, deket jalan raya. Harganya cuma 300 juta aja. Yuk, buruan dibeli, Kak. Sean menghela napas pelan, seolah ada beban berat yang bertauh-tahun di benaknya. Lucu sekali bukan? Dia sok-sokan mengabaika
Sambil mencari berkas April. Sean berjalan pelan menuju jendela kaca ruangan yang membentang lebar. Menampilkan tingginya bangunan pencakar langit.Dahi Sean mengernyit. Tampak dari atas sini Sean melihat April berada di depan kantor sambil memeluk helm di depan tubuhnya.Tebakan Sean mungkin April sedang menunggu Dina mengeluarkan motornya dari parkiran.Sean mengamatinya dalam diam. Andai saja April mendongak ke atas. Pasti April akan mendapati Sean yang berdiri di sini.Tiga tahun waktu yang lama. Harusnya Sean sudah bahagia dengan hidupnya yang sekarang.Saat ini dia sudah mengembangkan anak perusahaan milik Kokonya dalam waktu singkat. Hanya dalam hitungan waktu, pasti anak perusahaan ini akan menjadi perusahaan yang besar.Sean sudah punya segalanya.Dan, Tiga tahun dia berusaha mati-matian melupakan April. Mengabaikan semua notifikasi masuk dari April tetapi kenyataannya Sean tidak kuat untuk tidak mengintip pesan
Beberapa menit lagi tes psikotes akan segera dimulai. Sebagian pelamar bahkan sudah berdiri di depan pintu ruangan untuk bersiap-siap. Sedangkan April dan Dina masih duduk di salah satu kursi."Udah, Pril. Jangan nangis lagi, ya."Dina mengusap punggung April berusaha menenangkan sahabatnya.Huh, keponakan Pak Hans itu sungguh sangat menyebalkan!Mentang-mentang sekarang dia sudah menjadi orang penting, bukan berarti dia bisa memperlakukan April seenaknya, bukan!Apa bocah itu tidak ingat kalau bukan karena April, mana mungkin Bu Linda bisa ditemukan!Dina menggerutu dalam hati.Seorang staf keluar dari dalam ruangan, menyuruh para pelamar kerja untuk masuk ke dalam.April berdiri kemudian mengusap air mata yang tersisa di pipinya membuat Dina mengernyit.Kenapa April berdiri? Apa dia akan masuk ke dalam?"Kamu serius masih mau ngelamar kerja di sini?! Pulang aja, deh, Pril!"Dina tidak dapat memba
April melihat ulang jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangannya sebelah kiri.Tes pertama yaitu psikotest baru akan dimulai sekitar kurang lebih empat puluh menitan lagi.Masih agak lama, mungkin Aprilnya saja yang datangnya kepagian karena takut terlambat.April menengok ke sekitar, di sini juga baru ada satu dua pelamar kerja yang lain.Bosan menunggu, Dina yang perutnya sudah keroncongan sejak tadi pun merengek mengajak April untuk pergi ke kantin mencari camilan."Kamu kenapa, sih, Pril? Kok, dari tadi kelihatannya lesu banget. Kamu sakit?" tanya Dina sambil memasukkan makanan ke dalam mulut.Malas menjawab, April hanya menggelengkan kepala."Kalau kamu sakit, kita pulang aja. Nggak usah maksain diri. Kesehatan kamu lebih penting tahu.""Nggak, kok. Aku baik-baik aja. Kamu nggak usah khawatir. Mungkin karena semalem aku kurang tidur aja," ucap April sembari menghela napas pelan."Masa, sih? Orang wajahmu puc
Jangan karena aku mudah memaafkan. Lantas kau bisa seenaknya menyakitkan.-Sean***"Pril. Jawab aku, Pril! Siapa yang udah ngelakuin ini semua ke kamu?!"Sean menangkup wajah April yang berlinang air mata.April menggeleng pelan, tidak mau menjawab. Dia takut apabila masalah ini menjadi panjang jika Sean tahu Eriklah yang telah melakukan ini kepadanya.Akhirnya April memilih membuang muka ke samping untuk menghindari Sean."Kamu pergi aja, Sean. Aku pengin sendiri dulu," ucap April lirih, suaranya tercekat di tenggorokan, teredam tangisan.Bagaimana Sean bisa membantu jika April tidak mau memberitahunya?"Pril. Jawab aku, siapa yang ngelakuin ini," ulang Sean lagi, tidak gencar, bedanya kali ini nada bicara Sean terdengar penuh penekanan, menuntut jawaban.Sean tidak akan memaafkan siapa pun yang sudah menyakiti April. Cukup sebutkan satu nama, pasti Sean akan membalas orang itu
"Mo-Monna!"April benar-benar tidak percaya saat ini ia melihat saudara angkatnya sedang berada di rumah Erik dengan tubuh terbungkus selimut putih yang April yakini pasti di baliknya Monna tidak mengenakan pakaian sama sekali."Ini maksudnya apa, Rik?" ucap April menuntut jawaban kepada Erik yang hanya diam di depannya."Kamu main gila sama adik sepupuku sendiri?!"Napas April memburu, tangannya mengepal erat-erat.Dia seolah tidak dapat membedakan apakah ini semua nyata atau tidak."Yaudahlah, Beb. Dia udah telanjur tahu sekalian aja kamu jelasin ke dia kalau kita udah pacaran," sela Monna dengan sambil melenggang mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu Erik."Kalian bener-bener selingkuh di belakang aku?!"April tak habis pikir. Kalau Erik niat berselingkuh kenapa tidak dengan wanita lain saja selain Monna? Sampai-sampai adik dari pacarnyadiembatjuga.Erik mengusap pelan tengkuk belakangnya. Dari