Home / Romansa / My Horrible Romance / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of My Horrible Romance: Chapter 61 - Chapter 70

200 Chapters

61 What the Hell is She Doing Here?

“So, tell me, kamu mau ‘main-main’ sama dia sejauh apa?” Yara mengalihkan pandangannya dari Alsen yang menatapnya dengan intens. Keduanya sedang duduk di sofa yang terdapat di lobby sambil menunggu Yuniar menghampiri mereka. “Kalo nyuruh dia lembur terus-terusan, atau ngasih target dia yang nggak mungkin dia capai, atau nyuruh dia bikinin aku teh anget, gimana, Kak? Aman?” Alsen menghela napas lega. Ia sempat khawatir saat tahu Yara akan bermain-main dengan seseorang bernama Lintang sebelum melaporkan apa yang dilakukan Lintang kepada pihak berwajib. “Ok. Aman kalo itu.” “Tapi kalo boleh jujur ya, Kak. Aku lebih excited karena nyoba hal baru dibanding ‘main-main’ sama dia.” “Jadi kalo cocok sama bidang ini, kamu bakal lepasin profesimu sebagai desainer interior?” Yara terlihat berpikir. Sebenarnya baik desain interior maupun fashion, keduanya sama-sama merupakan industri kreatif yang membutuhkan kreativitas tingkat tinggi, dan tentu sa
Read more

62 Desir Aneh

“Bisa saya minta tolong Tim Marketing 2 untuk menjelaskan ke saya, kenapa pencapaian tiga bulan belakangan ini tipis sekali dari target yang ada. Hampir saja tidak tercapai kalau di akhir bulan tidak mendapatkan pesanan dari salah satu artis yang memesan pakaian untuk keluarganya. Saya cuma ingin tau kenapa pencapaian Tim 2 sangat berbeda dengan Tim 1 dan Tim 3.” Lintang menatap Yara dengan tatapan yang seolah-olah ingin menjambak Yara lagi. “Bisa kan?” tanya Yara sambil tersenyum seolah-olah tidak memiliki tendensi khusus kepada Lintang. Yuniar mengangguk, memberikan kode kepada Lintang untuk menjelaskan kendala apa yang ia alami hingga pencapaiannya yang hampir saja tidak menembus target. Lintang gelagapan, mencoba menyusun kata-kata untuk menjelaskan kinerja timnya, ditambah dengan tatapan tajam dari Yuniar yang seolah memerintahnya agar segera menjawab pertanyaan bos besar. 'Sialan! Kenapa keponakannya Pak Rama harus dia sih? Eh tapi bukan
Read more

63 Ajakan Nafasha

"Kenapa, Fa?” Yara melemparkan tanya dengan suara serak khas orang bangun tidur. Yara memang melanjutkan tidurnya setelah sarapan pagi dan saat dering ponsel yang diletakkan di atas nakas mengganggunya, Yara hanya mengintip sebentar ke layar ponsel yang menunjukkan nama sepupu dari Adam itu. “Ada acara nggak, Ra, hari ini?” “Hmm ….” “Bangun tidur ya?” “Kebangun karena teleponmu lebih tepatnya.” Terdengar gelak tawa di seberang sambungan telepon. “Sorry, sorry. Beneran, ada acara nggak, Ra? Kan weekend ini.” “Kenapa emangnya?” “Kalo nggak ada acara, ikut aku ya.” “Ke mana?” “Ngumpul. Nanti aku jemput jam sepuluhan deh, biar kamu bisa lanjut tidur lagi beberapa jam.” “Ok.” Satu kata yang nanti akan disesali Yara karena ia tidak benar-benar mendengar apa yang dibicarakan Nafasha. Diajak bicara saat ia belum mengumpulkan nyawa bukanlah hobby-nya.  Dia hanya mendengar samar-samar kalau Nafasha ak
Read more

64 Jodoh di Tangan Tuhan

“Yara!” Seruan itu silih berganti menyapa indra pendengaran Yara. Orang-orang yang sudah lama tak ditemuinya, bahkan ia pikir tidak akan mungkin berkumpul bersama, tiba-tiba di sabtu pagi itu berada dalam satu ruangan yang sama dan berbagi cerita. Keluarga Adam memang terhitung sangat sering berkumpul. Apalagi kini sepupunya sama-sama sudah beranjak dewasa, mereka bisa berkumpul tanpa perlu melibatkan orang tua lagi seperti dulu. “Ya ampun, ini Agatha? Yang dulu masih TK?” Yara menatap gadis yang duduk di bangku kelas 1 SMP itu dengan takjub. Batapa waktu begitu cepat berlalu. Tentu saja ia ingat Agatha yang dulu selalu menempel padanya setiap ia datang ke rumah Adam. Agatha memang sering dititipkan di rumah Adam karena orang tuanya yang bekerja full time di kantor. Agatha sendiri langsung tersipu malu, dan menyalami Yara singkat sebelum beralih dan menempel kepada Nafasha karena malu dengan keberadaan Yara. “Ih si Aga, sok-sokan malu, dulu kamu itu n
Read more

65 Alasan Si Bos Mendendam

Ketukan heels yang menggema bisa ditangkap jelas oleh indra pendengaran Yara. Ruangan tempatnya sekarang bekerja memang bukan ruangan seperti milik omnya, apalagi bila dibandingkan dengan ruang kerja papanya, jelas jauh berbeda. DN Fashion yang mengusung konsep open space terlihat jauh lebih modern dan fleksibel dibanding dengan kantor milik papanya. Tapi tetap saja, untuk sekelas Kepala Kantor diberikan ruangan tersendiri yang terpisah dari pegawai lain. Yara tahu pasti siapa yang akan datang. Wanita itu. Lintang. Jangan panggil dia Yara kalau tidak bisa mengusik kehidupan Lintang dengan cara yang elegan, jauh bila dibanding dengan cara Lintang yang barbar dan serampangan. Yara harus mengucapkan terima kasih banyak atas didikan keluarganya, terutama kakak sulungnya—Aileen—yang tangguh dan kakak laki-lakinya—yang memiliki tingkat keisengan level maksimal. Suara ketukan di pintu membuat Yara meneriakkan perintah untuk masuk, tanpa ia memandang siapa pu
Read more

66 Berawal dari Jadwal Piket

“Kamu mau kutraktir apa?” “Kerak telor!” Yara minta traktiran dari Adam hanya untuk mengusilinya. Pun Adam selalu membayar makanan yang mereka makan saat bersama, meskipun Yara sudah memaksa Adam untuk bergantian membayar, tapi Adam punya 1001 cara untuk memenangkan perdebatan masalah siapa yang harus membayar makanan. Adam menggelengkan kepala. Kalau hanya kerak telor, satu gerobak pun bisa ia belikan. “Kamu masih belum suka rambutmu dipegang orang?” “Hmm.” “Pacar-pacarmu selama ini?” “Ya kan pacar, ngusap rambut tanda sayang.” Yara menoleh ke jendela di samping kirinya. Ia tidak marah, seperti ia juga tidak marah saat Alsen mengusap kepalanya. ‘Aaargghh! Luruskan otakmu Yara!’ “Sorry.” Adam tahu kebiasaan Yara sejak dulu, tapi tadi ia melupakannya untuk sesaat. Dorongan yang begitu besar tiba-tiba saja muncul di dirinya. Entah itu karena ingin segera menjauhkan Yara dari hadapan Lintang, atau hanya ingin menunjukkan kedekatan
Read more

67 A (Crazy) Idea

Yuniar: Mbak Yara, hari ini nggak ke sini kan? Yara: Nggak Mbak, kembali ke habitat asal Yara: Nitip yang di sana ya Mbak Yuniar: Siap Mbak Yuniar: Ini Tim 2 ngajuin target yang Mbak Yara minta kemarin, gimana Mbak? Yara: Udah ok menurut Mbak? Kalo Mbak mau nyuruh revisi lagi, nggak apa-apa Mbak, sampe Mbak puas sama hasilnya Yuniar: Dia ambil aman, ngikutin target dari Tim 1 Yara: Ok, kalo gitu minta dia ngirim ke kantor saya Yara: Harus dia sendiri yang ke sini ya Mbak Yuniar tergelak membaca pesan singkat yang baru saja dikirim bos barunya. Ia sudah tahu semua yang terjadi, berawal dari kecurigaannya saat Yara ditemani seorang kuasa hukum di hari pertamanya bekerja, karena tidak tahan menghadapi tatapan curiganya, bos barunya itu akhirnya pasrah dengan menceritakan  konflik yang terjadi dengan Lintang. Yuniar: I know that you have a (crazy) idea in your mind Yara tersenyum setelah membaca
Read more

68 Thrifted

"Aku pisah meja aja ya, Dam." Yara terlihat enggan duduk di kursi yang berada di depan Adam. Adam yang sebenarnya bingung memilih tempat makan, akhirnya memutuskan untuk belok ke Popolomama Pizza & Pasta yang saat itu belum terlalu ramai seperti tempat makan lain. Mungkin karena melihat beberapa meja yang masih kosong, Yara berinisiatif untuk pisah meja kalau nanti Lintang datang. Bukannya aneh kalau ia ikut terlibat dalam pembicaraan sepasang mantan kekasih? "Duduk sini aja kenapa sih?" "Ya kan nggak enak. Kamu kan mau ngomongin hal yang privasi sama dia." "Privasi my ass! Aku sama dia udah nggak ada hubungan lagi. Jadi nggak ada privasi di antara aku sama dia." "Ya nggak usah nyolot dong. Selow aja, Dam. Makin ngegas, makin kelihatan juga kalo kamu belum bisa move on. Ok?" Mengalah, Yara akhirnya duduk di kursi yang berada di depan Adam. Setelah memesan pizza beef pepperoni, doria smoked chicken, dan garlic bread,
Read more

69 Fase-Fase Setelah Diselingkuhi

“Adam, pinggirin mobilnya, Dam!” Tiga puluh menit Yara menahan diri untuk menyampaikannya kepada Adam, tapi setelah Adam hampir melewatkan lampu merah di perempatan sebelumnya, Yara tidak bisa hanya diam saja. “Kenapa? Kamu mau ke toilet? Atau ke minimarket?” Beruntung tidak jauh di depan mereka, memang ada sebuah minimarket, dan Yara menunjuk dengan dagunya. “Belok dulu ke minimarket.” Tanpa banyak bertanya, Adam membelokkan mobilnya ke area parkir minimarket. Namun setelah mobilnya berhenti, Yara tidak kunjung turun dari mobil. “Loh, nggak jadi turun? Mau ditemenin?” “Aku aja yang nyetir. Kamu nggak fokus, Dam. Aku belum nikah, belum mau mati muda.” Satu helaan napas berat keluar dari Adam. Setelah tadi Adam mendengar jawaban dari Lintang, otaknya memang dipaksa berputar ekstra keras, mengingat masa-masa ia pernah berhubungan dengan Lintang. “Sorry. Abis ini aku bakal fokus.” “Aku turun dulu, mungkin nggak lama, jadi
Read more

70 Hati Batu

-Adam dan Yara, kelas 1 SMA- Waktu menunjukkan pukul dua saat bel sekolah berbunyi. Sebagian besar murid tentu saja langsung berhambur untuk keluar kelas dengan agenda masing-masing. Sementara Yara, yang masih memiliki jadwal les di jam tiga, memilih untuk tetap di kelasnya sembari menyalin catatan milik Rian. Kadang kalau konsentrasi Yara di kelas sudah terpecah, Yara memilih diam dan tidak mencatat apa pun, baru setelahnya ia meminjam catatan milik Rian untuk disalin. Hanya tersisa beberapa orang di dalam kelas itu. Empat orang yang memang sedang memiliki jadwal piket serta Yara dan Adam. Yara sendiri sebenarnya tidak terlalu memperhatikan siapa saja yang tersisa di dalam kelas. Ia sibuk menyalin dengan dua kaki yang dilipat bersila di atas kursi agar memudahkan temannya menyapu lantai kelas. "Nggak pulang, Ra?" sapa Fidei, yang sedang menyapu di dekat Yara. "Ada les jam 3. Sekalian aja berangkat dari sini." "Oooh kirain janj
Read more
PREV
1
...
56789
...
20
DMCA.com Protection Status