Home / Lain / LORO / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of LORO: Chapter 61 - Chapter 70

94 Chapters

60. Liang lahat yang digali sendiri

"Jika kau ingin terus berada di samping putraku, jangan pernah sekali lagi memotong jalan didepanku. Maka Carmen akan terus menjadi cucuku dan anak Bagas. Seperti yang semua orang percayai. Termasuk putraku," ucap Sukma membuat pupil Maya membesar sebesar-besarnya."Kau, buatlah kopi untuk Bagas. Aku tak pernah minum kopi di pagi hari," ucap Sukma menepuk pundak Maya yang tubuhnya terlonjak kaget. Apalagi  saat ia melihat Sukma memberi senyum begitu ramah, meski sorot mata Sukma tajam lalu menjauh.Maya hanya bisa menatap mertuanya ini berjalan menjauh, mengambil tas berisi baju Bagas  dan Carmen yang sengaja Sukma bawa agar tidak terlihat mencurigakan di mata putranya yang pintar tapi bodoh dan buta sampai tak melihat secuil keburukan pun dari Maya.Sukma menyeringai samar melihat wanita ayu yang membodohi putranya juga dunia, lalu meninggalkan wanita muda yang wajahnya pucat itu. Sementara Maya masih membisu dengan tubuh bergetar memegangi ujung coun
Read more

61. Kedatangan yang membuat tanya

Suara derap kaki tiga manusia yang terburu-buru langsung lenyap begitupun keramaian yang tercipta dalam ruangan yang seluruh manusianya sedang bekerja. Hanya karena sang fotografer menatap tajam tiga manusia yang datang begitu terlambat."Maafkan, kami tel-""Maafkan aku, Mas Sani. Bajuku entah nyelip di mana gara-gara menejerku yang gak becus naruh barang ini," ucap Lorenz cepat, secepat tolehan Mawardi padanya yang menatap dengan mata besar tak percaya.Sementara Lency yang omongannya dipotong cepat dengan telunjuk Lorenz mengarah padanya, hanya menundukkan kepala makin dalam pada Sani yang meski tak bersuara membuat suasana terasa mencekat, "saya benar-benar minta maaf," ucap Lency tak ingin membela diri sambil terus menunduk."KITA MULAI!" Seru Sani membuat suasana sepi seketika meski hanya beberapa detik karena semua orang bergegas ke tempatnya masing-masing. Melanjutkan tugas mereka.Lorenz dengan manja melingkarkan tangan pada lengan Sani. S
Read more

62. Tak perlu menyukai

Puk! Tepukan tangan pelan yang terasa itu membuat Bi Lisa terlonjak kaget dan langsung menoleh pada si pemilik tangan."Oh, I am really sorry, Lisa. Kamu tak menjawab saat kupanggil-panggil barusan," ucap Miranda mendapati Lisa sungguh kaget sambil berdoa lirih dan mengelus dadanya."Ti- tidak apa, Bu Miranda, saya hanya sedang melamun," ucap bi Lisa membuat Miranda tersenyum."Semua baik, Lisa?" tanya Miranda membuat wanita di depannya menoleh ke belakang lalu mengangguk pelan. Meski ragu, "iya ..., Bu,"Miranda yang paham ada hal yang tak ingin dikatakan Lisa meski wajahnya tampak bermasalah, hanya mengangguk dan menatap wanita yang masuk dengan gadis kecil ke dalam rumah."Arimbi, sudah pulang?" tanya Miranda mengenali seragam yang dipakai gadis kecil yang berjalan memunggunginya itu dan sedikit heran saat Lisa hanya menggeleng pelan dengan wajah sedih.Miranda tahu, Arimbi terluka berkat ocehan beruang kecilnya yang masih terlelap, dan s
Read more

63. Kerdil tak berharga

"Aku tidak suka Arimbi, Oma."Ucap Carmen, gadis kecil berusia 3 tahun yang pita pink-nya begitu pas menghiasi rambut lurus nan terawatnya. Gadis kecil yang tumbuh tanpa tahu kata 'tidak' untuk apapun yang ia mau. Gadis kecil yang kemauaanya hanya tertunda dan pasti akan mendapat yang ia inginkan. Karena dengan cara seperti itu ia dibesarkan sang mama. Wanita yang keberadaanya seperti duri dalam daging bagi Sukma."Dengar, Carmen sayang," yang dipanggil sayang mendongak, "untuk tinggal di sini kamu tidak perlu suka pada Arimbi, karena Oma pun tak suka padanya," ucap Sukma membuat Carmen menatapinya heran, meski ada senyum di wajah kecilnya itu."Oma, juga tidak suka Arimbi? Sama seperti aku dan mami? Sungguh, oma?" tanya Carmen semangat, apalagi saat Sukma mengangguk, "aku-- aku tak suka pada Arimbi karena ng... Pokoknya aku tak suka. Tapi, kenapa Oma juga tak suka Arimbi? Apa Arimbi teman Oma juga? Tapi, Oma 'kan, tak sekolah sama aku," tanya Carmen tanpa jeda,
Read more

64. Masih bukan siapa-siapa

Pria atletis yang bergerak dalam tidurnya itu kaget saat tak bisa menarik tangannya sendiri untuk menarik selimut karena suhu AC yang terlalu dingin.Cring!!Begitu sadar ada benda dingin yang ia hafal bunyinya menahan kedua tangan di teralis kasur dengan borgol yang terkunci dikedua pergelangan tangan kekarnya itu, ahirnya Angga membuka mata dan menatap wanita yang perlahan naik ke atas tubuhnya."Selamat pagi, Pak Polisi. Kuharap kamu nyaman dengan posisimu," ucap guru muda yang suaranya terdengar nakal tak urung membuat Angga menatapnya dengan kekaguman nyata.Meski pria itu tahu, kekasihnya ini tak akan melakukan hal mesum apapun yang terlintas dalam pikiran. Saat ia melihat miss Eva-nya ini, menyedakepkan kedua tangan di depan dada dan duduk begitu santai di atas tubuhnya yang kekar dan berotot."Well, tidak buruk, Miss. Meski aku akan senang jika posisi kita ditukar," ucap Angga membuat Eva mendecakkan lidah meski pipinya tampak berubah warna
Read more

65. Awal keraguan yang kelu

"!" Bi lisa sungguh tak bisa berkata-kata mendengar percakapan nyonya Sukma dan gadis kecil dengan pita pink yang wajahnya tampak begitu tak suka saat memandangi foto Arimbi, gadis kecil yang terluka dan Sukma sama sekali tak menunjukan penyesalannya sedikitpun untuk itu.[Tak perlu suka pada Arimbi untuk tinggal di rumah ini? karena Oma pun tak suka padanya? papi? Mami? Tinggal di sini?]'Ya tuhan apa maksud ucapan nyonya Sukma itu? dan siapa yang akan tinggal di sini?' batin Bi Lisa yang rasanya bisa merasakan kehidupan nona kecilnya akan sangat berubah mulai hari ini. Ia memegang gagang pintu makin erat memandangi Sukma dan gadis kecil asing yang terlihat begitu manja juga dimanjakan.Rapat, Lisa menutup mulutnya dengan lidah kelu dan bayangan-bayangan tak enak yang ingin ia enyahkan tapi tak bisa. Tapi siapa dirinya? Ia hanya orang digaji yang bisa dipecat sewaktu-waktu, jika si pemberi gaji yang pasti akan berubah mulai hari ini tak menyukai kehadirannya de
Read more

66. Kasur dingin tak perduli

"Cy, kok lo gak bilang kalo lo deket sama Mas Sani, sih?" ucap Lorenzs begitu ia dan Lency sudah menjauh dari ruangan yang diperuntukkan khusus untuk Sang fotografer. Pria yang tak menyembunyikan kemalasannya sedikitpun saat meladeni gadis tinggi semampai yang membuat Lency benar-benar menahan diri agar tak meraih gelas kopi yang akan menyapa tubuh gadis di sampingnya ini.   "Emang harus?" ucap Lency membuat Lorenzs menarik tangan Lency yang berjalan di depannya.   "Ok, Gue minta maaf atas kesalahan apapun yang gue lakukan hari ini. Sorry banget karena udah nyalahin lo tadi. Tapi-"   'HEAR WE GO THE 'BUT' THING!' batin Lency yang memang tak berharap pada ucapan maaf Lorenzs.   "-lo harusnya paham, kan, kenapa gue ngomong gitu, Cy? bisa-bisa agency kita gak bisa ikut pemotretan kalo gue gak ngomong gitu, kan?" ucap Lorenzs dengan suara manja membuat Lency menarik nafasnya dalam dan berhenti melangkah
Read more

67. Terlalu lama mengenal

"Oalah, Mbok, majikan kesayanganmu itu ngamuk di kamarnya, lho," adu Ina pada perempuan paruh baya yang menghentikan gerakan tangan saat mengaduk sayur di atas kompor menyala.   Tatapan Mbok Min membuat Ina mengangguk.   "Iya, mbok min. Kamar neng Zizi kayak kapal pecah meski aku belum pernah liat kapal pecah itu kayak apa," ucap Ina menjawab lalu menghampiri laci untuk mengambil kotak kecil berisi bermacam obat dan mengambil satu band aid yang ia lepas dari pembungkusnya.   "Kamu kenapa, Na?" tanya mbok min pada keponakannya yang sibuk membungkus jari.   "Tanganku kena beling, Mbok, untung ndak dalem, ini," jawab Ina merekatkan plester pada jari kelingkingnya dengan mata terpejam merasakan perih menusuk.   "Untung pake sendal ak- Simbok, mau ke mana? Ndak usahlah, nanti kena marah kalo neng Zizi bangun, lho. Mending di sini saja sampai dia manggil kita, Mbok," cegah Ina melihat
Read more

68. Kepalan tangan

"Terimakasih sudang nganterin," ucap miss Eva menyerahkan helm pada Angga yang mengangguk lalu menjulurkan tangan merapaikan anak rambutnya yang berantakan. "Mau dijemput, gak?" "Emang kamu libur hari ini?" "Enggak, tapi aku masuk sore. Jadi kita bisa makan siang di luar." "Kalo ditraktir aku gak akan nolak," jawab miss Eva menunjukkan jempol pada Angga yang mengangguk, "your the best, Pak Polisi,"  ucap Eva mengecup pipi Angga yang hanya tersenyum. "Aku ngajar dulu, ya." "Ya, jangan galak-galak, Miss." "Itu sulit dilakukan tau." Jawab Eva dengan tawa lebar lalu melambai dan berjalan masuk gerbang yang sudah dipenuhi anak-anak menggemaskan yang menyapanya riang.  Beberapa bocah berpipi kenyal dan bulat itu bahkan berteriak memanggil Eva tapi tak sedikit pula yang hanya ikut-ikutan. "Dia
Read more

69. Air dan darah

"Kau mengenalnya, Tian?"  "Apa...? Ah, tidak. Aku tak mengenalnya, kecuali bertemu di jalan." Jawab Tian membuat Miranda mengangguk lalu menatap dua bocah yang tampak cekikikan. "Apa kalian sudah selesai bersembunyi?" tanya Miranda pada Joe dan Rei yang menatapnya lalu mengangguk, dua anggukan kepala kecil yang berpikir apa yang mereka lakukan tak disadari siapapun. "Kalau sudah, masuklah dan jangan lupa bekalmu, Joe," ucap Miranda menyerahkan kotak bekal bergambar beruang pada Joe yang melepas tasnya dan mencangklongnya lagi setelah kotak bekalnya berada di dalam tas. "Akh...! aku hampir lupa bekalmu, Sayang." Beo Tian berlari menghampiri mobilnya dan mengeluarkan botol minuman yang ia kalungkan di leher Rei. Bocah nakal yang lalu dipeluknya erat. "Apa papa akan terus memelukku seperti ini?" "Tentu saja, lihat bahkan Joe mencium Mom
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status