Home / Lain / LORO / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of LORO: Chapter 71 - Chapter 80

94 Chapters

70. Terpaksa berpisah.

"Kenapa orang lain bisa menyayangi Arimbi sejauh ini, sementara keluarganya sendiri bersikap lebih dari tak perduli pada gadis kecil kesayangan kita, Ko? Kenapa? kh! kenapa, Ko? kenapa ...." Marko memeluk kekasihnya yang menangis itu erat. Dan ia hanya memeluk Ali karena Marko tak tahu penghiburan macam apa yang bisa ia ucapkan pada Ali yang begitu terluka sampai tak bisa menahan rasa di hadapan Arimbi yang ia tinggalkan bersama Arum. 'Apa yang diucapkan Bi Lisa pasti hal yang sangat tak baik.' Batin Marko tahu pasti hal yang membuat Ali sampai menangis itu pasti tak akan ia sukai. SANGAT! "Aku pun sebenarnya tidak tau, Li," jawab Marko mengusap punggung Ali yang bergetar. "Tapi, mungkin karena orang lain yang bertemu dengan orang asing bisa menjadi seperti kita, Li. Ataupun menjadi  seperti kita pada Arum dan Arimbi," tambah Marko pada pria yang mengeratkan pelukan pada tubuhnya itu. "Kamu
Read more

71. Izin yang akhirnya keluar

"Berapa lama, Dokter Sabrina?" tanya Ali membuat Sabio kembali memperhatikan tiga orang yang duduk di ruangan sebelah sekalipun bibirnya masih bersenandung pelan.  "Beberapa hari, pak Ali. setidaknya kami membutuhkan 5 sampai satu minggu, dan satu minggu lagi untuk memastikan bahwa Arimbi sungguh sudah melupakan apa yang kita hapuskan dari ingatannya. ingatan yang memang Arimbi lupakan." "Dua-- ... dua minggu?" tanya Ali menahan nafas tanpa ia sadari. "Itu ... itu terdengar begitu singkat untuk menghapuskan hal yang menyakitkan, bukan?" ucap Ali membuat Sabrina mengangguk. Meski  dalam dua minggu itu ia pasti akan sangat merindukan gadis kecil kesayangannya. "Kami pastikan Arimbi akan baik-baik saja Pak Ali, Pak Marko." Jawab Sabio berjalan ke luar, memberi senyum meyakinkan pada dua pria yang menatapnya, "bahkan, Pak Ali dan Pak Marko bisa melakukan vidio call untuk mengecek keadaan Arimbi
Read more

72. Fighting is bad.

"Joe!"  Seru Carmen begitu bersemangat melihat bule terimut yang masuk ke ruang kelas bersama bocah nakal yang menunjukkan wajah malas.  "Lewat sini aja, Joe," ajak Rei memutari meja lain agar tak berpapasan dengan Carmen yang pita pinknya berayun saat ia berlari ke arah mereka.  Meski merasa bingung kenapa Rei mengajaknya berjalan lebih jauh untuk sampai meja mereka yang berisi 4 kursi berderet, Joe yang mengangguk pada Carmen ahirnya berhenti melangkah karena Carmen berdiri di sampingnya cepat. "Joe, listen!" begitu semangat Carmen berucap. Gadis kecil berpita pink itu langsung menahan tangan Joe dengan senyum lebar yang membuat Rei memutarkan bola matanya, malas, "Rei ngapain kamu di sini, udah sana duduk!" seru Carmen pada bocah nakal yang menyedakepkan tangan. "Suka-suka aku, dong. Carmen aja yang duduk sana. Aku mau berdiri di sini." Bala
Read more

73. Serupa tapi tak sama

"No fighting, fighting is bad!" seru Joe membuat miss Eva tersadar dari apapun yang sedang ia pikirkan lalu menatap bule imut yang baru pertama kali ini bicara begitu keras dengan tatapan tegas lalu menatap guru muda yang jadi malu pada bule kecil bermata abu-abu itu. "Terimakasih, Joe. fighting is really a bad thing to do, isn't it?" ucap miss Eva mengusap kepala Joe yang mengangguk. Ia duduk dan membantu Rei berdiri. "Kamu tak apa, Rei? Ada yang sakit tidak?" tanya miss Eva pada Rei yang menggeleng membuat guru muda itu mengangguk sambil tersenyum. "Anak nakal yang pintar," puji Miss Eva membuat Rei menyentuh hidung kecilnya malu. "Jatuh gak sakit, Miss." Jawab Rei pelan lalu menatap Joe yang menurunkan tangannya kembali. Entah apa yang dipikirkan dua bocah kecil yang mata jernihnya bertemu pandang sampai kepala keduanya mengangguk tanpa kata dan Rei berdiri dibantu Miss Eva.  Rei hanya meliha
Read more

74. Meragukan kebenaran semu.

"SHIT!" Seru Lency menendang daun jatuh yang hanya melayang sesaat lalu jatuh kembali ke atas beton keras. "Tch! sial." Suasana hatinya jadi makin kesal melihat itu lalu merutuk dalam bisik yang hanya di dengar telinganya sendiri. "Berani-beraninya cewek murah itu!" gerutu wanita hitam manis yang akhirnya menarik nafasnya panjang-panjang saat semua kata buruk yang bisa ia ucapkan tak lagi tersisa. Lency bukan anak kemarin sore yang baru sekali mendengar seseorang mengatai hubungan Marko dan Ali yang dicemooh. Bahkan, dia sendiri awalnya merasa risih dengan kedekatan keduanya yang tak malu mengatakan pada dunia bahwa mereka saling menyayangi. Tapi, setelah mengenal Ali dan Marko, mereka biasa saja. Tak berbeda. Mereka bisa tertawa juga terluka seperti manusia lain. Bahkan, dua pria tampan beda karakter itu jauh lebih baik dari pria-pria yang ada dalam hidupnya sendiri. Ayah tukang
Read more

75. Tenggelam lebih dalam

Ali yang duduk di atas karpet menatap berkeliling kamar yang didominasi warna biru dalam diam. Sampai matanya bercokol pada foto yang langsung diraihnya. Dirabanya potret gadis kecil kesayangannya yang sedang tersenyum lebar memamerkan gigi-gigi kecil yang tak urung memancing seulas senyum di bibir Ali sekalipun matanya menyiratkan kesedihan juga kerinduan di saat yang sama. "Lihat, ini," ucap Marko berdiri di ambang pintu dengan membawa kumpulan album yang dikenali Ali. Marko berjalan masuk menyusul sang kekasih dan duduk di samping Ali yang menepuk karpet empuk di sampingnya. Dan begitu Marko duduk, dua pria itu langsung membuka lembaran-lembaran album berisi potret-potret yang membangkitkan banyak kenangan dan rasa. "Ini pas kita Prom, kan?""Gue baru tau gue udah ganteng dari SMA," ucap Marko membuat Ali meliriknya. "Beberapa orang ganteng emang gak sadar, honey. Tapi, seingatku kamu
Read more

76. Panggilan tak terjawab

"Aku tidak habis pikir kenapa Pak Bagas bisa setega itu pada Mbak Arum juga putri mereka. Bahkan, bersikap seperti orang yang tidak punya perasaan sama sekali lalu membawa keluarganya yang lain ke rumah ini setelah apa yang terjadi pada Mbak Arum dan Arimbi." "Kau pasti sayang sekali pada anaknya bosmu ya, Lis?" ucap mbok Sumi mengusap punggung bi Lisa pelan, dan wanita muda itu mengangguk sambil menghapus air matanya. "Sulit untuk tak menyayangi anak yang tak bantu rawat sejak masih dalam kandungan, Mbok. Simbok pun pasti akan menyayanginya kalau bertemu. Neng Arimbi bocah kecil yang sangat sulit untuk tidak disayangi," ucap Bi Lisa tersenyum dalam tangisnya, "makanya sebisa mungkin aku ingin tetap bekerja di sini, Mbok. Setelah neng Arimbi kembali dari perawatannya, rumah ini ... rumah ini mungkin tak akan menyenangkan lagi untuk neng Arimbi." "Siapa yang tau, Lis?" Tangan mbok Sumi masih mengusap punggung bi Lisa, bib
Read more

77. Bibir kecil yang rapat tertutup

Bagas yang merangkul bahu Maya dan berjalan masuk ke dalam toko es krim yang aromanya begitu menggoda, manis, wangi juga menggelitik hidung, menyusul gadis kecil berpita pink yang begitu fokus dengan apa yang ia pilih. Tawa dan senyum Bagas tercipta saat tangannya mengusap kepala Carmen, tapi gadis kecil itu tak bereakasi selain menatapi toping ice cream berbagai warna di antara keramaian dan suara yang terdengar dari segala penjuru. Tidak menyadari, ada sepasang mata jernih bak menjangan yang terus mengawasi dalam diam di samping pria yang matanya terus memperhatikan gadis kecil yang kuku jempolnya bergerak makin kuat menghujam pada ujung telunjuk kecilnya yang terlindung band aid. "Papa." Ucap Arimbi yang suaranya terdengar. Meski kalah dengan keramaian dan tenggelam di antaranya.  Di antara suara manusia berbagai rupa juga usia yang tak diperdulikan gadis kecil yang bahkan wajahnya tak terbaca kecuali menatapi sa
Read more

78. Pelukan erat tanpa kata

"Terimakasih, Bu," ucap Bagas memeluk Sukma. "Sama-sama, Sayang, kita harus sering-sering menghabiskan waktu seperti ini." Jawab Sukma membuat Bagas mengangguk. "Terimakasih, Bu, sungguh makan siang yang menyenangkan," ucap Maya memeluk kaku sang mertua yang mengangguk dan membalas pelukannya erat, meski sesaat. "Makanya aku mengajak kalian makan di sini." Balas Sukma lalu menoleh pada gadis kecil yang berdiri mendongakkan kepala saat Sukma mengusap kepala kecil berpita pink itu lalu memeluknya. "Kamarmu belum jadi?" "Belum, Oma. Makanya aku tidur sama Papi dan Mami," jawab Carmen yang menatap Maya juga Bagas bergantian. "Mereka bilang butuh waktu satu minggu, Bu," jawab Maya membuat Sukma mengangguk. "Yang penting jadinya sesuai dengan keinginan Carmen, jadi ia bisa nyaman tinggal di rumah itu," ucap Sukma memandang Maya. "Kuharap kau pu
Read more

79. Kebahagiaan memalukan

"I am sorry, little wolf. Tapi kamu harus tidur lagi beberapa lama dan saat kamu bangun temui aku lagi." ucap Sabio menyentuh kepala Arimbi. Gadis kecil yang bahkan tak menoleh padanya dan terus memeluk Arum tanpa kata meski ia sudah bersuara. "Aku akan menunggumu bangun selama apapun itu karena aku ingin tau apa yang akan kamu lakukan setelah bangun nanti." Sabio lalu bersenandung tapi, tiap nadanya seolah menambah kesunyian dalam ruangan yang suara mesinnya terdengar teratur dengan gadis kecil yang memeluk mamanya begitu erat meski dalam bisu.  Small small bad wolf~She life with a pack of a liar~Small small bad wolf~What she will do when she get older~Small small bad wolf~She smile with innocent smiling face~Small small bad wolf~What she gonna do? What she gonna do~Small small bad wolf~Carefull everyone she come to get you~Small small
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status