Semua Bab Ta'aruf Tanda Cinta (INDONESIA): Bab 1 - Bab 10

20 Bab

1. Pertemuan Pertama

"Saya terima nikah dan jodohnya ... " Seorang pria dengan jas hitam yang melekat di tubuhnya, mengucap janji suci di atas altar. Dekorasi bunga artificial menghiasi panggung persegi panjang itu. Orang-orang tersenyum, ikut berbahagia akan karunia Allah ini. Pengantin wanita duduk di samping pria yang mengucap akad tadi, mereka saling pandang dan kemudian mengulas senyum. Layaknya sepasang pengantin baru lainnya, mempelai wanita menyalami pria yang kini berstatus sebagai suaminya. Dan sebagai hadiahnya, dia mendapat kecupan di kening. Manisnya.... Puk puk "MEL?! AMELL!" Dua buah tepukan mendarat di puncak lengan Amel, salah satu tamu undangan yang hadir di tempat itu. "Kamu ngapain? Ngalamun?" tanya Meta, sahabat Amel. Gadis yang dipanggil Amel itu segera menoleh ke sumber suara, untuk kemudian tersenyum. "Ngalamun terus! Kamu pengen nikah ya?" celot
Baca selengkapnya

2. Keras Kepala

Matahari masih bersinar dengan cerah di luar sana, membuat siapa saja kepayahan. Brukk Amel membaringkan tubuhnya di atas kasur sembari memejamkan mata. Dia menatap luka baret di punggung tangan dan siku, akibat kecelakaan kecil tadi. Gaunnya koyak, menjadi korban aspal jalanan. Baru saja dia ingin terpejam sejenak, telinganya menangkap sebuah suara. Drrtt drrtt Ponsel Amel bergetar, menandakan ada panggilan masuk saat itu juga. Dengan malas, gadis 25 tahun ini mengambilnya. Nama 'Mama' tertera di sana. "Mama telepon? Ada maslah apa ya? Tumben," gumam Amel sedikit heran. Dia jarang menghubungi orangtuanya karena setiap libur ia menyempatkan pulang ke rumah. Dari tempat kosnya ini, setidaknya membutuhkan waktu satu jam sampai ke tempat tinggal mama dan papanya. "Assalamu'alaikum, Ma," sapa Amel lembut. "Wa'alaikumussalam warahmatullah." Suara itu segera menyap
Baca selengkapnya

3. Skenario Tak Terduga

Sebuah mobil warna silver terparkir di basement sebuah gedung pencakar langit bertuliskan Queen Hotel. Seorang pria dengan kacamata hitam keluar dari kendaraan roda empat itu. Dia melangkah cepat ke dalam lift yang membawanya ke lantai 7. Ting Denting nyaring terdengar sesaat sebelum pria ini berlari. Langkah kakinya dengan cepat sampai di depan sebuah ruangan bertuliskan angka 756. Kacamata hitam yang sedari tadi bertengger di atas hidungnya kini berpindah ke saku kemeja warna navy yang dipakai pria ini. Tok tok tok Tak menunggu waktu lama, ketukan itu segera bersambut. Seorang wanita berambut pirang membuka pintu di hadapannya, membuat sosok pria tampan itu terlihat. "Hello, Bi," sapa wanita itu dengan nada manja. Dia bahkan tak segan mengedip-ngedipkan sebelah matanya, menggoda makhluk di hadapannya. "Ada apa? Kenapa kamu panggil saya kesini?" Pria ini menggunakan bahasa formal, menunjukkan bahwa dia menjaga jarak sebisa mungkin dar
Baca selengkapnya

4. Pertemuan Kedua

Kejadian tak terduga menimpa seorang pria bernama Ryan Wibisono atau yang akrab dipanggil Wibi. Dia hampir saja dijebak oleh mantan kekasihnya, Teresa, yang tengah hamil. Dan ternyata Teresa nekat mengakhiri hidupnya di lobi hotel, dimana ada begitu banyak orang di sana. Para staf dan karyawan hotel segera menolong wanita itu, membawanya ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan pertama. Dan Wibi juga ikut digiring ke sana. Bahkan seorang petugas keamanan menahan lengannya dengan erat, takut pria ini akan kabur. "Saya akan ikut ke rumah sakit. Tapi lepaskan dulu tangan saya, Pak!" geram Wibi menahan gondok. Sejak meninggalkan hotel lima menit yang lalu, lengannya tetap ada dalam cengkeraman pria berkumis ini. Seolah Wibi akan melompat keluar jika tidak ditahan. Padahal jelas-jelas tidak ada celah sama sekali untuknya bisa kabur. "Pak Security, lepas aja nggak apa-apa, Pak." Wanita resepsionis itu menengahi keadaan. "Tapi Bapak harus tanggung jawab. Ini mbakny
Baca selengkapnya

5. Golden Blood

Pertolongan pertama pada Teresa segera dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Wibi. Para perawat dan dokter jaga di Instalasi Gawat Darurat (IGD) berusaha melakukan yang terbaik untuk pasien itu. Terlebih lagi, dia sedang mengandung sekarang. Resiko kehilangan nyawa lebih besar, dibandingkan wanita lain yang tidak berbadan dua. Bunuh diri merupakan salah satu dari 15 besar penyebab kematian di dunia. Setidaknya lebih dari 800.000 orang meninggal akibat bunuh diri. Dan untuk pelaku dengan rentang usia 15-29 tahun, bunuh diri merupakan penyebab kematian utama. Di antara para tenaga medis itu, terdapat Winda Amelia atau yang akrab dipanggil Amel. Dia bertugas mengurus administrasi pasien. Yah, sebenarnya ini bukan tugas utama Amel. Tapi, di situasi darurat seperti sekarang, apa saja harus dilakukan dengan cepat. "Dok, kondisi pasien semakin melemah. Dia butuh transfusi darah secepatnya!" ucap seorang pria dengan masker
Baca selengkapnya

6. Pria Aneh

Langit telah gelap seluruhnya saat Amel keluar dari ruang perawatan Teresa. Langkah kakinya tertuju pada ruang istirahat khusus perawat di ujung koridor. Sayup-sayup terdengar suara adzan dari pengeras suara masjid. Sudah waktunya salat maghrib.Segera saja, Amel mengambil air wudhu dan melaksanakan ibadah rutin tiga rakaat kewajibannya. Sudah menjadi keharusan sebagai seorang muslim untuk bersegera melaksanakan salat begitu masuk waktunya.Krekk krekkTerdengar bunyi gemeletuk di leher gadis 25 tahun ini. Dia menggerakkan lehernya, berharap rasa pegal yang ia rasakan akan sedikit berkurang. Tangannya sibuk, melipat mukena yang telah ia pakai dan menyimpannya lagi di dalam loker.Sejak datang siang tadi, hanya satu pasien yang ia urus, yakni pasien bunuh diri yang bernama Teresa itu. Kondisinya sudah sedikit membaik, namun masih lemah. Tubuhnya harus menyesuikan diri setelah kehilangan darah cukup banyak.
Baca selengkapnya

7. Terpesona

Sebuah mobil warna hitam meninggalkan pelataran rumah sakit. Di dalamnya berisi dua orang wanita dan seorang pria yang duduk di balik kemudi. "Udahan dong, Mel. Jangan cemberut gitu. Jelek tahu!" Suara Delia segera memecah keheningan malam ini. "Bodo amat!" Brukk Amel menjatuhkan badannya di kursi belakang dan memilih memejamkan matanya. Sebuah bantal hello kitty segera menutupi wajahnya, menyembunyikan rasa kesal luar biasa yang ia tampilkan. Delia melirik suaminya, meminta pertimbangan. Gadis di kursi belakang itu kini benar-benar marah. Delia merasa bersalah karena memaksa Amel pulang lebih awal. Pria bertubuh sedikit berisi itu menggelengkan kepala, meminta istrinya untuk tak memaksa adik sepupunya ini. Tidak ada yang salah. Mereka hanya menjalankan amanah papa dan mama. Lagipula ini juga demi kebaikan Amel. Mobil melaju membelah jala
Baca selengkapnya

8. Bukan Lelucon Sama Sekali

 Wibi dan keluarganya mendatangi rumah Amel dalam rangka prosesi ta'aruf. Meski sempat kecewa sebelumnya, namun akhirnya acara berjalan dengan lancar. Setelah makan malam bersama, Wibi meminta izin untuk berbicara empat mata dengan Amel. Mereka duduk berdua di taman yang ada di halaman depan. "Kamu nikah sama saya!" titah seorang pria yang tak lain adalah Wibi. "HAH? Nikah? Baru juga ta'aruf. Gila ya?" Amel tak mengerti jalan pikiran pria satu ini. Tadinya ia memasang jurus andalannya, yakni mode diam. Tapi, mendengar titah Wibi, membuat gadis ini berang juga. Dia tidak mau hidupnya diatur begitu saja oleh orang asing ini. "Iya. Saya memang tergila-gila sama kamu! Kita nikah minggu depan." Wibi menatap manik mata Amel, serius dengan ucapannya. "HAH?" Wajah Amel merah padam. Dia sungguh membenci pria otoriter seperti orang yang kini duduk di hadap
Baca selengkapnya

9. Calon Istri?

Matahari naik sepenggalah saat sebuah mobil warna hitam memasuki salah satu rumah sakit di ibukota. Tampaknya hari ini banyak pasien rawat jalan, terlihat dari padatnya kendaraan di tempat parkir ini. Amel segera melepas sabuk pengaman yang sejak tadi melingkupi tubuhnya. Wajahnya terlihat lelah, namun pergerakannya masih gesit. Terlihat jelas bahwa dia bukan gadis yang pemalas. "Pak Ryan, dimana ibu Bapak dirawat?" tanya Amel sembari membenahi jilbabnya. Ada satu dua helai rambut halus yang menerobos keluar dari inner yang digunakannya. Wibi menoleh dengan kening berkerut. Gadis ini tidak mengatakan apapun sepanjang jalan. Dan begitu membuka suara, justru kalimat formal yang ia ucapkan. "Pak?" Amel menatap lawan bicaranya. 'Astaga. Gadis ini.' Wibi menoleh ke arah lain, tak habis pikir dengan sikap Amel padanya. "Kamu panggil apa barusan?" Wibi mencoba menya
Baca selengkapnya

10. Menikah

Amel terpaksa mengikuti Wibi untuk membantu ibunya. Mereka sampai di rumah sakit Harapan Bunda sekitar pukul delapan pagi. Keduanya langsung menuju ruang perawatan di lantai 3 nomor 7, ruang Melati. Dokter Nura yang menjadi penanggung jawab ibu Wibi, meminta Amel mengikutinya untuk mengurus dokumen. Namun, ternyata dia berniat mengenalkan seseorang untuk menjadi jodoh Amel. Tentu saja gadis ini berusaha menghindar sebisa mungkin. Dia belum ingin menikah, itu alasan utamanya. Baru saja keluar dari ruangan dokter Nura, Amel justru tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang. Atau lebih tepatnya, dia yang menabrak orang di hadapannya, membuat dokumen di tangannya berserakan di lantai. "Amel?" Pria yang Amel tabrak menyapa. "Kamu bener Winda Amelia 'kan?" tanyanya mengonfirmasi. Dia yakin bahwa gadis yang kini terduduk di lantai itu Amel, temannya saat kecil. "Maaf, siapa ya?" Amel berusaha mengenali pria
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status