Home / Fiksi Remaja / I Saed Lupyu / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of I Saed Lupyu: Chapter 1 - Chapter 10

17 Chapters

Satu

Tidak siapa pun tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Satu minggu, satu bulan, satu tahun, atau bahkan satu detik kemudian adalah misteri.Begitu juga dengan apa yang terjadi padaku. Aku tak pernah tahu bahwa aku akan mengenalmu. Tak pernah menyangka aku akan masuk ke dalam kehidupanmu. Tidak pernah sekali pun terpikirkan bahwa pada akhirnya, kau adalah milikku.**Satu.Aku mengerjap dua kali. Mulutku membulat membentuk huruf O besar. Melongo! Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Ini benar-benar gawat! Ini bahaya.Ada dua gadis berhijab yang sedang berdiri di depanku. Salah satunya memegang sebuah kertas formulir. Awalnya aku tak begitu tertarik untuk mengajak mereka mengobrol atau sekadar menyapa. Namun, ternyata, kedatangan mereka padaku lebih daripada itu, bahkan sukses memaksaku untuk mengutarakan semuanya, lebih dari
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Dua

Dua.Hari berikutnya, kami sepakat untuk bertemu di sebuah kafe hits di kotaku karena hari ini aku sudah tidak ada lagi mata pelajaran yang harus diremedial. Jadi, aku memutuskan menggunakan waktu kosong ini untuk membuat naskah pidato.Tadi pagi, aku sempat mengirim LINE kepada Sae. Aku bilang, jika dia tidak sibuk, sempatkan diri untuk mampir dan membantuku mencari ide untuk pidatonya. Tak lama, dia membalas pesanku dan bilang akan datang jika waktunya memungkinkan. Makanya, setelah dirasa tak ada lagi mata pelajaran yang akan aku remedial, bergegaslah aku ke tempat ini dengan motor scoopy Doraemon-ku.Tempatnya menyejukan. Awalnya aku tidak berniat datang ke sini, hanya saja, tempat inilah yang paling dekat dengan sekolahku. Menurutku, kafe ini masih bisa dijangkau oleh anak-anak sekolah yang memiliki budget kecil untuk jajan.Saat aku sampai, deretan kursi minimalis modern terpampang rapi menyambutku. Warna hitam men
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Tiga

Tiga.Dua hari ternyata tidak membuatku benar-benar bisa menghafal pidato ini dengan benar. Beberapa kali aku lupa isi yang sedang kuhafalkan. Ini terlalu rumit. Namun, Sae terus saja memberiku semangat. Dua hari ini, entah itu pagi, siang, sore atau malam, dia akan mengirim stiker berupa beruang cokelat yang menggebu-gebu dibakar api. Itu adalah tanda seseorang yang sedang bersemangat.Sae percaya bahwa aku bisa menyelesaikan semua ini dengan baik. Jujur saja, semua semangat yang Sae berikan membuatku semakin termotivasi. Meskipun itu tidak membantuku memperlancar semua naskah yang sedang kuhafalkan.Hari ini, aku sudah duduk di kantin. Beberapa menit lagi, semua orang yang ikut lomba sudah harus berkumpul di belakang panggung, di dalam aula. Dua sampai tiga kali aku mengulang naskah yang sudah hampir semua kuhafal itu agar tidak lupa sambil memperagakan gerakan yang ada dalam naskah.Dentum dari langkah kaki murid yang berlalu-lalang di
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Empat

Empat.Dua hari ini aku tidak keluar rumah. Tidak ada satu pun media sosial yang aku buka. Data internet dalam ponselku juga kumatikan. Setelah perlombaan itu, aku benar-benar mengurung diri di kamar sendirian. Bukannya menghindari ejekan orang-orang, hanya saja, aku tidak punya cukup keberanian untuk menunjukan wajahku pada mereka yang sudah percaya kepadaku, terlebih kepada Sae.Setelah perlombaan hari itu, aku yang sudah dinyatakan gagal, kemudian meninggalkan panggung buru-buru. Aku berlari ke luar aula untuk menghindari Sae yang sudah pasti akan menyusulku ke belakang panggung.Rasa marah bergejolak di dalam diri.Saat itu, ada dua hal yang aku rasakan, aku marah kepadanya karena dia tidak bisa datang untuk melihat pidato yang sudah kupersiapkan untuknya, dan hal kedua adalah aku merasa malu untuk menunjukan wajahku kepadanya.Setelah melewati pintu aula, aku langsung saja berlari menuju parkiran, mencari di mana posisi motork
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Lima

Lima.Sae menggunakan kemeja planel warna hijau dan kaus Doraemon warna hitam milikku. Celana nepada krem miliknya masih dia pakai. Setelah mandi dan berpamitan pada Ibu, akhirnya kami berangkat untuk jalan-jalan ke luar. Sae tidak bilang dia akan membawaku ke mana, dan itu selalu menjadi kejutan yang dia berikan.Dia sering memberiku hal-hal kecil. Namun, manis. Seperti membawakanku minuman saat istirahat sekolah, atau membelikanku camilan dengan bungkus bergambar Doraemon.Aku masih berdiri di depan Sae yang anteng memasang helm. Dia membawa motorku. Katanya dia akan menitipkan motornya di rumahku. Aku menunggunya sampai selesai memasang helm terlebih dahulu, baru kemudian aku akan naik ke belakang motor. Niatnya, sih seperti itu. Namun, ketika Sae melihatku masih berdiri memegangi helm Doraemon milikku, dia kemudian menarik benda itu dari tanganku.“Sini. Enggak bisa pakai helm, ya?” ucapnya, kemudian memasangkan helm itu k
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Enam

Enam.Seminggu setelah perlombaan antarkelas diadakan, aku mulai kembali lagi ke sekolah. Tentu saja jika bukan karena adanya pembagian buku tahunan sekolah aku tidak akan datang. Ada banyak faktor yang membuatku enggan bertemu dengan teman sekelasku. Ya, mungkin salah satunya tentang hukuman yang Arrani katakan waktu itu.Aku pengecut, ya? Haha! Memang.Sebelum memasuki gerbang aku sempat berdiri sejenak, memerhatikan semua murid yang datang. Di antara murid yang berbondong-bondong memasuki gapura warna abu-abu, aku bisa melihat seorang siswi berhijab cokelat sedang berkacak pinggang di sudut jalan.Dari jarak sejauh ini pun aku bisa melihat senyum iblis yang Arrani pancarkan. Ah, sial! Niat awalku berdiri di gapura ini bukan untuk menemuinya. Aku hanya ingin bertemu dengan Sae dan masuk kelas bersamaan.Melihat gadis itu mulai melenggang dengan entakkan kaki yang berdentum, membuatku merinding sejadinya.Aku menelan ludah
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Tujuh

TujuhDingin dari embusan angin malam cukup untuk membuatku menggigil. Selimut warna biru yang melahap habis tubuhku masih dirasa kurang untuk bisa menghilangkan efek dingin malam ini.  Gigiku gemertak kencang. Sebenarnya tidak aneh, sih saat aku terus menggigil karena aku membuka daun jendela kamarku lebar-lebar. Dari sini aku duduk dan diam memerhatikan milyaran bintang di langit.Malam ini langit sedang dalam kondisi cerahnya. Aku juga tak punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Terlebih setelah pembagian buku tahunan sekolah. Tugas-tugas sekolah pun sudah kuselesaikan seminggu yang lalu.Sudah sekitar dua jam aku duduk termangu di balik jendela. Tatapanku lurus ke langit. Sejak tadi maghrib aku tidak keluar kamar, toh tidak akan ada siapa pun yang menemaniku di ruang tamu sana. Ibu dan Ayah belum juga pulang.Memiliki orangtua yang sibuk mengurusi karier itu tidaklah menyenangkan. Waktu luang untuk kami kumpul sa
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Delapan

Delapan.Tangan halus serta putih tidak habis-habisnya mengelus kepalaku, menyusuri tiap inci rambut hitam lebat yang kumiliki sambil sesekali menyanyikan lagu kesukaanku saat masih kecil. Dalam merdunya suara yang tertangkap gendang telinga, ada pepatah-pepatah kecil yang Ibu selipkan, mencoba memberikan nasihat-nasihat tentang kehidupan yang kejam di masa depan nanti. Ibu bilang aku harus kuat menghadapi semuanya.Aku terpejam, menikmati elusan lembut di rambutku sambil terus mendengarkan ucapannya yang masuk ke gendang telinga.“Adis,” ucap Ibu pelan. Tangan halusnya masih mengelus kepalaku, menggerakkannya naik-turun, membuatku nyaman. Sedangkan aku hanya bisa memejamkan mata, menikmati tiap elusan tangannya. “Ibu selalu bersyukur dengan apa yang sudah terjadi. Ibu tidak pernah menyesal untuk apa yang sudah Ibu lakukan untuk semuanya.”Aku membuka mata setelah ucapannya terhenti, lalu membalikan posisi tidurku
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Sembilan

SembilanSudah kukatakan aku tidak apa-apa ketika Arrani terus menyanyakan kondisiku yang banyak diam dan memilih duduk di bagian paling ujung samping jendela. Aku hanya sedang tidak enak badan dan memilih untuk diam saja selama perjalanan. Lagipula, tidak banyak bahan pembicaraan menarik yang ingin aku bahas. Semua menjadi begitu menyebalkan. Bahkan, Ahmad tidak berani mengganguku. Sejak keberangkatan kami beberapa menit yang lalu, si Cebol tidak sedikiat pun mengusikku. Dia mungkin paham dengan suasana hatiku, lalu memilih untuk menjauh.Di bangku bagian depan ada Resha yang duduk tepat di samping Sae yang sedang menyetir. Di barisan kedua ada aku, Tania, Arrani dan ada si Cebol yang sedang sibuk menggoda Resha. Empat teman Ahmad berada di belakang.Sebelum berangkat tadi, Ahmad sempat menanyakan ke mana kita akan berangkat. Sae bilang, sebuah pulau tidak jauh dari Kota Tangerang. Aku tidak sempat mendengar dengan jelas nama pulaunya, tapi jik
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Sepuluh

SepuluhEmbusan angin malam cukup membuatku menggigil. Satu dua kali aku menggosok telapak tangan, mencoba menghangatkan diri dari cuaca yang tak mengenakan ini. Jaket hijau yang tadi dipakai saat perjalanan, sudah menempel lagi di tubuhku.Sebuah papan berukuran tujuh puluh kali satu meter terbuat dari kayu yang diraut tipis dijadikan sebuah meja berdiri di hadapanku. Bagian tengah kayu tersebut dibuat bolong untuk memberi celah pohon kecil yang menjadi kaki meja itu sendiri. Di sisi kanan dan kirinya ada bilah kayu lainnya yang dijadikan kursi. Di kursi itulah aku duduk sendirian, mataku lurus pada air laut malam hari.Tadi siang sebelum kapal kami sampai di pelabuhan, kata Arrani aku kembali pingsan. Tak banyak yang aku ingat hal apa saja yang terjadi sebelum pingsan itu. Namun, yang jelas, ketika aku tersadar sudah ada di penginapan.Rumah bercat ungu dengan keramik lantai warna cokelat di belakangku ini adalah homestay yang
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status