Brak!Rein memukul meja makan seraya bangkit dari duduknya. “Papi kenapa jadi belain dia terus, sih?! Aku ini yang anak papi, bukan dia!” teriak Rein.“Rein, ini bukan masalah anak papi atau bukan—“ Rasa kesal membuat gadis itu tak ingin mendengarkan perkataan papinya lagi. “Udahlah, pi. Bilang aja kalau papi tuh emang lebih belain dia, kan! Papi tuh gak sayang sama aku lagi, makanya belain dia terus.” Rein segera berlari meninggalkan meja makan. Ia sangat kesal dengan semua perkataan Vian.“Pi, papi apa-apaan, sih? Tuh, lihat anak kita jadi sedih, kan,” ujar Nia.“Mami... papi dari tadi ngomong baik-baik, papi juga gak ada maksud buat bikin anak kita sedih. Lagi pula apa salahnya Reina tinggal sama kita? Kan bagus, mereka juga bisa sekaligus selesaian masalah mereka,” jelas Vian.“Pi, mami tetap gak terima, ya. Mami gak mau lihat anak ini tinggal di sini, karena mami gak suka anak mami satu-satunya sedih,” ucap Nia tegas.“Gak. Papi gak setuju. Kalau kayak begitu caranya, kapan anak
Read more