Semua Bab My Husband's Secret: Bab 11 - Bab 20

162 Bab

Tragedi di Cafe

Kami sudah sampai di Bandung. Syukurlah. Aku ingin segera masuk ke rumah, kemudian menangis sejadi-jadinya selama Mas Gala kerja. Aku benar-benar tidak habis pikir dengan berbagai kejadian yang terjadi hanya dalam beberapa jam saja. Kamu tahu rasanya ditikam batu besar dari atas? Begitulah kira-kira diriku sekarang. Sakit. Remuk.Kulihat Mas Gala mengambil ponsel dari dasboard. Dia menyetir menggunakan satu tangan, sementara satu tangan lainnya sibuk menggulirkan layar ponsel. Setelah itu, kulihat dia menempelkan ponsel di telinga.“Atur ulang jadwal meeting siang ini ya!” tegasnya. “Saya ada keperluan!”Mas Gala menurunkan ponsel. Sekarang, dia sibuk lagi menggulir layar ponsel, kemudian, dia menelepon seseorang.“Mel, kita ketemu siang ini ya. Saya sudah di Bandung. Mungkin dua puluh menitan lagi, saya sampai di tempat biasa.”Mas Gala mengakhiri telepon, menyimpan benda itu di dasboard, lalu kembali fokus meny
Baca selengkapnya

Ruangan Berpintu Orange

Aku masuk ke dalam mobil dengan senyum sumringah. Aku merasa begitu bahagia saat tahu bahwa suamiku bertanggungjawab penuh untuk memberikan bukti. Dia mengajakku bertemu langsung dengan Melica supaya aku tidak salah faham. Ah, Mas, kamu selalu berusaha meyakinkanku, tetapi di sisi lain, kamu juga keras, kaku, datar, dan kadang-kadang menyakitkan. Kenapa bisa begitu, Mas?Aku melirik Mas Gala yang sedang membolak-balikkan setiran mobil. Setelahnya, dia melajukan kendaraan dari café yang sudah kami datangi. Aku yang ada di sisinya terus menatapnya dengan senyuman lebar. Kalau dilihat-lihat, Mas Gala begitu mempesona. Aku mencintai bentuk rahang yang begitu tajam.“Ngapain lihat-lihat?” tanya Mas Gala. Matanya masih fokus ke depan.“Heh?” Aku langsung nyengir. “Kukira kamu nggak nyadar, Mas.”“Kamu lihatin gitu kayak mau ngelahap saya tau nggak!”Aku tertawa mendengar ucapan itu. Kenapa sih Mas, k
Baca selengkapnya

Membunuh!

Saat ucapan itu meluncur dari mulutku, bibi langsung melotot. Dia terlihat syok karena aku berniat masuk ke dalam ruangan itu.“Jangan masuk, Neng. Nanti Pak Gala marah. Dia tidak pernah suka dibantah,” jelas Bi Marni.Mas Gala akan marah jika dia tahu kalau aku masuk ke dalam sana. Tapi kalau dia tidak tahu? Tidak mungkin dia marah. Aku bukan perempuan lemah yang jika sudah dilarang bisa diam. Semakin banyak hal aneh di sini, aku semakin penasaran.“Aku sama sekali nggak nanyain pendapat Bibi soal Mas Gala,” jelasku. “Aku hanya tanya, apa Bibi punya kunci ruangan itu?”Sekarang, Bibi menunduk. Dia seperti sedang memikirkan banyak hal. Sejenak, dia menatapku dengan tatapan ragu.“Bibi takut sama Mas Gala?” Aku bertanya dengan nada yang lebih tegas. “Aku janji, ini rahasia kita berdua. Aku nggak akan bocorin apa pun ke Mas Gala. Aku hanya penasaran dengan ruangan itu. Aku janji, aku nggak akan ma
Baca selengkapnya

Perempuan Pembawa Koper

Aku berjalan, tetapi kaki ini seperti tak menapak di atas lantai. Aku merasa panas dingin saat harus menemui perempuan yang Bibi maksud. Sampai kemudian, aku mendapati seorang perempuan yang membelakangiku di ruang tamu. Terdapat koper kecil yang bertengger di sisinya.Aku mendeham. Hingga dia berbalik dan tersenyum lebar.“Melica?” Terkejut, aku mendekatinya. “Jadi kamu yang ....”“Sorry Nara.” Dia langsung memelukku. “Aku bikin kamu panik ya? Mungkin kamu akan ngira yang enggak-enggak soal kedatangan seorang perempuan. Mana bawa-bawa koper lagi.” Melica terkekeh.Aku mengembuskan napas. Meskipun yang datang ke rumah adalah Melica, tetap saja aku merasa was-was. Mas Gala menyuruh Melica tinggal di sini?“Tadinya, aku akan tinggal di hotel selama dua minggu ini. Tapi Gala maksa aku buat tinggal di rumahnya. Khawatir katanya. Lagian, biaya hotel selama dua minggu itu mahal banget. Mana aku juga p
Baca selengkapnya

Kabur!

Air mataku belum reda juga. Ini adalah tangisan terpanjang selama aku hidup. Nyaris tujuh jam lebih aku ada di kamar ini. Mengunci diri. Menutup seluruh badan menggunakan selimut. Aku benar-benar tidak habis pikir Mas Gala berbicara sekasar itu. Dia menyesal karena telah menikahiku?Pak, Bapak lihat perlakuan Mas Gala kan? Aku benar-benar tidak tahu harus mengadu ke siapa. Tapi jujur, Pak, Nara sakit hati. Di sini, Nara seperti manusia paling menjijikan yang pernah ada. Mas Gala berbicara dengan begitu enteng.Apa Nara harus menyerah?Pasti Bapak bilang bahwa ini semua tidak lucu.“Nara, pernikahanmu dengan Gala baru berjalan tiga hari. Bagaimana mungkin kamu memutuskan untuk menyerah?”Mungkin itu yang akan Bapak katakan. Aku tidak yakin Bapak akan mendukungku penuh. Tapi Pak, aku tidak bisa diam saja diperlakukan seperti ini. Aku masih punya harga diri. Bayangkan Pak, bagaimana jika Mas Gala melakukan hal yang lebih ekstrem dari sekad
Baca selengkapnya

Tragedi di Dalam Kamar

Aku menyimpan koper di pojok kamar. Rencana pergiku batal. Kamar juga dikunci. Sementara Mas Gala sudah terbaring di atas sofa. Huh, dia benar-benar cuek. Setelah memelukku tadi, tidak ada lagi perhatian lain yang dia berikan.Aku naik ke atas ranjang perlahan-lahan. Lantas, aku melilit badan dengan selimut. Agak lega sebenarnya. Mas Gala tidak lagi marah. Pelukan itu sudah membuktikan kalau dia khawatir aku pergi. Tapi tetap saja aku kesal. Kesal karena adegan yang kuimpikan tidak berlanjut. Mas Gala pura-pura lupa dan memilih tidur.Blukbuk ...Duh, perutku sakit lagi. Ini gara-gara aku belum makan. Dari tadi siang, napsu makan itu memang menghilang, tapi kenapa sekarang malah muncul ya? Ini tandanya kalau aku sudah pulih. Pulih dari rasa sedih dan gelisah.Tapi malas juga untuk makan. Apalagi kalau ada Mas Gala begini. Nanti dikiranya, aku ini terlalu jaim hingga baru makan sekarang. Ujung-ujungnya, pasti dia ngomel dan bilang, “Makannya, jangan
Baca selengkapnya

Gara-gara Peti Tua

“Keras, Mas!” ucapku.Aku masih berusaha untuk membuka peti tersebut. Ah, sepertinya ini terjadi karena petinya sudah terlalu tua. Kuncinya pun susah untuk dibuka.“Kamu aja yang buka, Mas,” ucapku. Aku menggeserkan bagian peti, sehingga bagian gembok yang harus dibuka ada di depannya. Kuncinya pun sudah menempel di gembok itu. “Tenagamu sepertinya sudah lebih besar.”Ragu-ragu, Mas Gala memegang peti itu. Dia mencoba untuk membuka kunci dengan tangan. Namun tiba-tiba saja, badannya beku. Dia diam seperti patung. Kejadian ini sama seperti kejadian malam itu saat kami menginap di rumah Ibu.Otomatis, aku melotot. “Mas, kamu kenapa?”Dia tidak menjawab. Hingga kemudian, badannya terjatuh ke belakang. Untung saja ini di atas kasur, kalau di lantai, mungkin kepalanya akan terbentur. Kamu tahu? Kejadian malam itu terjadi lagi sekarang. Badannya menggigil.Aku meloncat dari kasur dan kembali menyimpa
Baca selengkapnya

Pingsan di Ruang Pojok

Satu minggu aku diam. Ya, aku menahan diri untuk tidak mencari tahu soal Mas Gala. Aku membiarkan diri untuk tenang. Dalam hal ini, aku tidak boleh gegabah. Kalau aku mengambil keputusan yang salah, bisa saja Mas Gala kembali marah.Namun setelah kejadian itu, aku selalu cemburu. Di rumah ini tidak hanya ada aku, tetapi juga ada Melica. Ketika di meja makan, kadang-kadang aku dicuekin. Mereka seru becanda dan saling suap. Sementara aku? Ah, aku hanya mampu menelan ludah. Ternyata begitu rasanya cemburu?Hal itu terus berlanjut, sama halnya seperti detik ini. Mas Gala sedang mengobrol seru, hingga aku ikut nyeletuk.“Mel, ternyata udah seminggu aja ya kamu di sini. Gimana pelatihannya? Lancar?” Ucapan itu memotong percakapan mereka yang dari tadi menggema.Mas Gala mendeham. Dia mungkin terganggu karena aku telah memecah keseruan mereka. Dia lantas meneguk air putih yang bertengger di atas meja. Sementara aku masih menunggu jawaban Melica sambi
Baca selengkapnya

Terpaksa Mencuri

“Bibi!” teriakku. “Sini, Bi!”Sambil berteriak panik, aku mengguncang-guncang tubuh Mas Gala. Namun badannya tetap saja menggigil.“Iya, Neng, ken .....”Bibi melotot di depan pintu saat melihat Mas Gala tergeletak.“Bi, panggilin satpam dan supir buat bantu angkat mas Gala.”“Pak Gala kenapa?” Bi Marni terlihat panik. “Apa dia ...”“Udah buruan, Bi! Nanti aku jelasin.”Bibi berlari dari hadapan pintu. Sementara aku masih panik dengan Mas Gala. Untuk ketiga kalinya, aku melihat Mas Gala seperti ini. Dan yang ketiga ini lebih lama. Jika kejadian di kamar berlangsung beberapa detik, maka sekarang lebih dari itu. Mata Mas Gala juga menyeramkan. Warna hitamnya menghilang, dia seperti kerasukan setan.Kedua lelaki yang bekerja sebagai satpam dan supir datang tergopoh. Dengan cekatan, mereka mengangkat Mas Gala untuk dibawa ke kamar. Sementara setelah
Baca selengkapnya

Isi Surat Curian

Saat aku tanya soal hubungan kedua peti, Mas Gala tidak menjawab. Dia memilih mengganti pakaian, lantas pergi ke kantor. Kukira, dia akan instirahat seharian ini. Ternyata jiwa pekerja kerasnya kembali muncul. Mungkin dia juga akan meluruskan masalah meeting yang tidak jadi. Kini, aku sendirian di kamar. Berharap bisa mendapatkan informasi penting dari surat yang telah kuambil.Sebelum membuka surat itu, aku mengunci pintu terlebih dahulu. Aku tidak mau gegabah. Aku pernah ketahuan Mas Gala dan dia marah besar. Maka saat ini, aku tidak boleh ketahuan.Aku mengeluarkan surat dari dalam saku. Surat yang kuambil dari paling bawah peti. Mungkin kamu bertanya-tanya, memangnya ada berapa surat di peti itu? Aku juga kurang tahu persisnya berapa, namun yang kutahu, surat itu lebih dari dua puluh jika dilihat dari ketebalan tumpukannya. Banyak sekali kan? Dan sekarang, aku sudah membawa dua surat lain.Saat membuka surat pertama, aku menarik napas panjang. Hingga akhirny
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
17
DMCA.com Protection Status