“Keras, Mas!” ucapku.
Aku masih berusaha untuk membuka peti tersebut. Ah, sepertinya ini terjadi karena petinya sudah terlalu tua. Kuncinya pun susah untuk dibuka.
“Kamu aja yang buka, Mas,” ucapku. Aku menggeserkan bagian peti, sehingga bagian gembok yang harus dibuka ada di depannya. Kuncinya pun sudah menempel di gembok itu. “Tenagamu sepertinya sudah lebih besar.”
Ragu-ragu, Mas Gala memegang peti itu. Dia mencoba untuk membuka kunci dengan tangan. Namun tiba-tiba saja, badannya beku. Dia diam seperti patung. Kejadian ini sama seperti kejadian malam itu saat kami menginap di rumah Ibu.
Otomatis, aku melotot. “Mas, kamu kenapa?”
Dia tidak menjawab. Hingga kemudian, badannya terjatuh ke belakang. Untung saja ini di atas kasur, kalau di lantai, mungkin kepalanya akan terbentur. Kamu tahu? Kejadian malam itu terjadi lagi sekarang. Badannya menggigil.
Aku meloncat dari kasur dan kembali menyimpa
Satu minggu aku diam. Ya, aku menahan diri untuk tidak mencari tahu soal Mas Gala. Aku membiarkan diri untuk tenang. Dalam hal ini, aku tidak boleh gegabah. Kalau aku mengambil keputusan yang salah, bisa saja Mas Gala kembali marah.Namun setelah kejadian itu, aku selalu cemburu. Di rumah ini tidak hanya ada aku, tetapi juga ada Melica. Ketika di meja makan, kadang-kadang aku dicuekin. Mereka seru becanda dan saling suap. Sementara aku? Ah, aku hanya mampu menelan ludah. Ternyata begitu rasanya cemburu?Hal itu terus berlanjut, sama halnya seperti detik ini. Mas Gala sedang mengobrol seru, hingga aku ikut nyeletuk.“Mel, ternyata udah seminggu aja ya kamu di sini. Gimana pelatihannya? Lancar?” Ucapan itu memotong percakapan mereka yang dari tadi menggema.Mas Gala mendeham. Dia mungkin terganggu karena aku telah memecah keseruan mereka. Dia lantas meneguk air putih yang bertengger di atas meja. Sementara aku masih menunggu jawaban Melica sambi
“Bibi!” teriakku. “Sini, Bi!”Sambil berteriak panik, aku mengguncang-guncang tubuh Mas Gala. Namun badannya tetap saja menggigil.“Iya, Neng, ken .....”Bibi melotot di depan pintu saat melihat Mas Gala tergeletak.“Bi, panggilin satpam dan supir buat bantu angkat mas Gala.”“Pak Gala kenapa?” Bi Marni terlihat panik. “Apa dia ...”“Udah buruan, Bi! Nanti aku jelasin.”Bibi berlari dari hadapan pintu. Sementara aku masih panik dengan Mas Gala. Untuk ketiga kalinya, aku melihat Mas Gala seperti ini. Dan yang ketiga ini lebih lama. Jika kejadian di kamar berlangsung beberapa detik, maka sekarang lebih dari itu. Mata Mas Gala juga menyeramkan. Warna hitamnya menghilang, dia seperti kerasukan setan.Kedua lelaki yang bekerja sebagai satpam dan supir datang tergopoh. Dengan cekatan, mereka mengangkat Mas Gala untuk dibawa ke kamar. Sementara setelah
Saat aku tanya soal hubungan kedua peti, Mas Gala tidak menjawab. Dia memilih mengganti pakaian, lantas pergi ke kantor. Kukira, dia akan instirahat seharian ini. Ternyata jiwa pekerja kerasnya kembali muncul. Mungkin dia juga akan meluruskan masalah meeting yang tidak jadi. Kini, aku sendirian di kamar. Berharap bisa mendapatkan informasi penting dari surat yang telah kuambil.Sebelum membuka surat itu, aku mengunci pintu terlebih dahulu. Aku tidak mau gegabah. Aku pernah ketahuan Mas Gala dan dia marah besar. Maka saat ini, aku tidak boleh ketahuan.Aku mengeluarkan surat dari dalam saku. Surat yang kuambil dari paling bawah peti. Mungkin kamu bertanya-tanya, memangnya ada berapa surat di peti itu? Aku juga kurang tahu persisnya berapa, namun yang kutahu, surat itu lebih dari dua puluh jika dilihat dari ketebalan tumpukannya. Banyak sekali kan? Dan sekarang, aku sudah membawa dua surat lain.Saat membuka surat pertama, aku menarik napas panjang. Hingga akhirny
Hal sederhana yang membuatku bahagia selain bisa menyiapkan makanan untuk suami, tentu saja ketika suamiku juga menyukai makanan itu. Sederhana sih makanannya. Namun akyang kulihat, dia lahap sekali menyantap makanan. Tadinya aku berpikir bahwa Mas Gala tidak mau makan. Bisa jadi, dia sudah makan malam di luar. Tapi kebetulannya, dia belum makan sama sekali. Dan ya, akhirnya mahakarya seorang Nara yang dibantu oleh Bi Marni bisa dihargai.Sekarang, kami berdua sudah ada di kamar. Tentu saja, aku tidak pernah berhenti tersenyum. Makan malam sudah selesai dari tadi, tetapi kebahagiaan itu masih ada hingga sekarang. Bahkan, kebahagiaan tersebut malah semakin memuncak.“Makasih ya, Mas,” ucapku pelan.Kulihat Mas Gala sedang melepas pakaian kantor. Sesekali, dia curi-curi pandang saat aku mengamatinya.“Jangan lihatin saya terus!” tegasnya tanpa membalas ucapan terima kasihku.“Emangnya kenapa?” tanyaku dengan mata t
Dari tadi, aku gelisah. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan setelah mengetahui fakta ini. Fakta kalau Mas Gala menyimpan berita kematian Bapak satu tahun lalu. Ada apa sebenarnya? Kenapa pernikahanku dengan Mas Gala terlihat begitu rumit. Apa yang harus kulakukan?Aku harus telepon Ibu. Aku harus menanyakan banyak hal kepadanya. Meski Bapak orang yang tertutup, aku yakin kalau Ibu tahu bagaimana kehidupan Bapak. Bisa jadi, Mas Gala dan Bapak memang ada hubungan di masa lalu.“Ibu!” Aku yang sudah tidak sabar menekan-nekan dada. “Nara mau tanya sesuatu.”“Lho?” Sepertinya, Ibu terkejut. “Kita baru tadi pagi teleponan lho, Nar.”“Aku tahu,” desahku. “Sebenarnya, Nara nggak mau nanyain hal ini Bu. Cuman semakin ditunda, Nara semakin resah.”“Tenang,” ucap Ibu. “Ceritakan ke Ibu. Apa yang mau kamu tanyakan?”“Ini soal Bapak!” Aku yang
Aku membuka kamar kos dengan gerakkan lambat. Saat pintunya terbuka, ruangan itu begitu sumpek. Ah, mungkin aku telancur hidup enak di rumah Mas Gala. Aku hidup di rumah besar dan ber-AC. Sementara di sini? Hanya ada kipas angin kecil yang sudah berdebu.Untung saja masa sewa kosan ini belum habis. Saat memutuskan untuk pergi dari kosan, aku belum sempat pamit kepada pemilik kos. Secara otomatis, pemilik kos menganggap jika kamar ini masih diisi olehku. Hal tersebut menguntungkanku saat ini. Aku masih bisa hidup tanpa harus tinggal di rumah Mas Gala.Kenapa aku nggak pulang ke rumah Ibu?kamu pasti sudah tahu jawabannya. Tinggal di rumah Ibu hanya akan membuatnya terbebani. Sudah kubilang, beban Ibu terlalu banyak. Ditinggalkan Bapak membuat mentalnya down. Bagaimana jika aku malah menyusahkannya? Dengan kembali ke rumah, aku hanya akan membuatnya bersedih.Sekarang, aku masuk ke dalam kamar kos. Aku mengunci pintu, menyimpan koper dipojokan kamar, menghi
Aku menempelkan saputangan di dahi Mas Gala. Saat sepuluh menit lalu menemukannya di depan pintu, aku langsung mengangkat badan Mas Gala ke atas ranjang, lantas buru-buru membeli keperluan ke warung depan. Dan saat ini, Mas Gala masih belum sadar. Sementara aku sedang bolak-balik mencelupkan, memeras, dan mengompreskan saputangan di dahinya.Kenapa sih Mas, kamu ngeyel banget? Kenapa kamu nekat untuk ngajak aku pulang? Pakek tidur di depan kosan lagi! Ini nggak masuk akal bagi orang sepertimu, Mas. Kamu yang bisa melakukan apa pun yang kamu mau dengan semua otoritas itu malah melakukan hal konyol seperti ini.Aku melihat badan Mas Gala bergerak setelah aku mengompresnya selama lima belas menit. Jelas aku lega. Hal yang paling menakutkan bagiku salah satunya saat lihat orang pingsan, kemudian tidak sadar-sadar. Dan inilah jawaban dari doaku. Mas Gala mengerjapkan mata.“Syukurlah, Mas .....” Aku membereskan rambutnya yang berantakan.Saat aku m
Mobil yang terparkir di pinggir jalan akhirnya melaju. Aku tenang. Setidaknya aku sudah punya tujuan untuk kedepannya. Niatku bukan hanya soal membuat Mas Gala luluh, tetapi juga niat untuk terus membersamai, bagaimana pun keadaannya. Aku akan selalu ingat bahwa wujud cinta bukan hanya soal kata, tetapi juga didukung rasa dan karsa.Aku melirik Mas Gala yang sedang menyetir. masih ada sedikit sisa pucat di sekitaran bibir, tetapi secara keseluruhan, dia sudah pulih. Bahkan badannya terlihat lebih segar daripada sebelumnya.“Mas, tadi kamu simpen mobil di pinggir jalan lho,” ucapku. “Nggak takut digondol maling?”“Kalau mobilnya digondol maling, saya akan salahkan kamu.”Tuh kan, baru saja aku bahagia bisa dijemput Mas Gala dengan segala perjuangannya. Sekarang, ucapannya sudah membuatku kesal. Pelan, tetapi nyelekit. Tidak ada lelaki menyebalkan selain Mas Gala-ku ini.Tenang Nara, kamu tidak boleh terpengaruh.