Semua Bab TAKTIK CINTA SANG BOS MAFIA: Bab 71 - Bab 80

135 Bab

BAB 70.

Kanisa menunduk, meremas jari-jari tangannya yang terasa dingin. Suara ketukan pada pintu membuat Kanisa mengangkat kepalanya dan menoleh, nyonya Elsa terlihat berdiri di luar pintu. “Nona memanggil saya?” tanya nyonya Elsa. Kanisa pun menganggukan kepalanya dan menyuruh nyonya Elsa untuk masuk. Dengan agak canggung nyonya Elsa berjalan masuk ke dalam kamar, dia pun berdiri di sebelah Kanisa tanpa melepaskan tatapannta dari wanita itu. “Bibi pasti sudah tahu kenapa aku memanggil bibi ke sini,” ucap Kanisa sembaring mengalihkan pandangannya jadi menatap lurus ke arah jendela yang berada tepat dihadapannya. Nyonya Elsa menganggukan kepalanya, “Iya, Netra sudah memberitahu bibi kenapa nona memanggil bibi ke sini,” jawabnya. Kanisa mendongak, menatap nyonya Elsa dengan raut wajah datarnya. Nyonya Elsa terdiam, tidak langsung me
Baca selengkapnya

BAB 71.

Johseon memberhentikan mobilnya begitu dia tiba di depan mansion Tendero, dengan pakaian rapih Johseon pun turun dari dalam mobilnya. Saat dia berjalan menuju pintu dua penjaga tampak menghalangi jalannya, melarang Johseon untuk masuk ke dalam mansion secara terang-terangan. Johseon mendengus, menatap tidak suka kepada dua penjaga yang diperintahkan oleh Tendero untuk menghalanginya itu. “Maaf tuan, tuan Tendero memerintahkan kami untuk tidak mengijinkan tuan masuk ke dalam mansion,” ucap salah satu penjaga itu. “Aku hanya ingin berkunjung, menemui Kanisa bukan untuk melakukan kejahatan,” balas Johseon dengan kesal. “Maaf, tuan tidak mengijinkan jadi sebaiknya tuan Johseon segera pergi dari sini sebelum tuan Tendero mengetahui kedatangan tuan Johseon.” Johseon diam, tidak bergeming sama sekali. Ini sudah kunjungan yang keempat kalinya Johseon tapi Tendero masih jug
Baca selengkapnya

BAB 72.

Secara bersamaan Tendero dan juga Johseon tiba di lokasi gudang persenjataan milik Tendero. Kedua pria itu terlihat keluar dari dalam mobil, mereka saling melempar tatapan satu sama lain, Adrew pun datang menghampiri kedua pria itu menghentikan aksi saling menatap mereka. Tendero dan juga Johseon sama-sama terdiam saat melihat gudang yang dijadikan tempat penyimpanan senjata yang baru saja mereka produksi terbakar hingga tidak tersisa. Beberapa anak buah Tendero terlihat saling bekerja sama, berusaha memadamkan api yang membakar gudang tempat senjata itu. “Tuan, semuanya tidak ada yang tersisa...” Belum selesai Andrew menyelesaikan perkataanya Tendero sudah lebih dulu memukul pria itu hingga Andrew tersungkur, seketika Andrew pun bungkam, memegangi pipinya yang berkedut nyeri karena Tendero baru saja memukulnya. “Bodoh! Bukankah aku sudah bilang kepadamu. Perketat keamanan di sini,
Baca selengkapnya

BAB 73.

Di ruang kerjanya. Tendero terlihat sibuk dibalik komputernya, jari-jari tangannya terlihat sibuk berselancar mengutak-atik keyboard komputernya. Matanya terfokus menatap layar komputer dihadapannya dengan sorot tajam serta ekspresi wajah yang tampak serius dan dingin.  Kaca mata bening tampak membingkai kedua matanya ditambah lagi dengan kedua baju tangan panjangnya yang terlihat digulung sampai ke sikut, mempertontonkan tangannya yang terlihat kekar dengan urat-urat di kedua tangannya yang terlihat menonjol membuat sosok pria itu terlihat jauh lebih maskulin dan sexy.  Sudah dua hari ini Tendero disibukan dengan pekerjaan tambahannya yang sangat amat menjengkelkan baginya yaitu mencari identitas orang yang sudah mencuri senjata-senjata terobosan terbarunya yang selesai dibuat olehnya bersama dengan Johseon. Karena pekerjaanya saat ini Tendero terpaksa dan dengan berat hati harus mengabaikan Kanisa karena Tend
Baca selengkapnya

BAB 74.

Kanisa terlihat keluar dari dalam kamar mandi saat nyonya Elsa masuk ke dalam kamarnya dengan membawa bunga warna-warni yang terlihat begitu indah. Semerbak harum aroma dari bunga-bunga itu pun langsung bertebaran di dalam kamar membuat Kanisa tersenyum kecil tampak menyukai aroma bunga-bunga itu. Sambil mengeringkan rambutnya yang setengah basa dengan handuk kecil di tangannya Kanisa pun berjalan menghampiri nyonya Elsa yang mulai membagi bunga-bunga itu dan menatanya di dalam vas bunga berukuran sedang dan kecil yang kemudian wanita itu taruh dibeberapa sudut kamar Kanisa sebagai hiasan sekaligus pengharum ruangan. “Itu untukku?” tanya Kanisa begitu dia sudah berada di samping nyonya Elsa. Nyonya Elsa menganggukan kepalanya, “Iya.” “Kapan bibi membeli bunga-bunga itu?” Nyonya Elsa diam sejenak terlihat berpikir lantas wanita tua itu pun menge
Baca selengkapnya

BAB 75.

 “Nona.” Kanisa tersentak, kaget dan menatap nyonya Elsa yang entah sejak kapan sudah berada dihadapannya. Kanisa pun langsung menoleh ke arah Tendero yang rupanya masih tertidur dan Kanisa masih berada di tempatnya berdiri dari terakhir kali menaruh nampan berisikan makanan untuk Tendero di atas meja. Sejurus kemudian Kanisa langsung menghela nafas lega karena apa yang baru saja terjadi kepadanya itu hanya sekedar bayangan di dalam pikirannya saja dan tidak benar-benar terjadi kepadanya. Buktinya dia masih berdiri di tempatnya dan pria itu, Tendero masih tidur dengan posisi sama tanpa merasa terusik sama sekali, buktinya dia tidak bergerak sedikit pun. “Nona baik-baik saja?” tanya nyonya Elsa dengan suara rendahnya karena tidak ingin membangunkan Tendero yang tampak pulas tertidur. Wanita tua itu menatap Kanisa dengan ekspresi cemasnya. “Kenapa bibi ada di sini?” tanya Ka
Baca selengkapnya

BAB 76.

“Antonio Baldev Sing.” Tendero melemparkan tubuh tidak berdaya Antonio yang sudah babak belur di tangannya itu ke lantai dingin di mana darah yang keluar dari pria itu tampak mengotori lantai ruangan tersebut. Ruangan yang selalu dijadikan Tendero sebagai tempat eksekusi untuk musuh-musuh atau para penghianat yang tertangkap olehnya. Sudah banyak nyawa melayang di tempat itu dan hari ini adalah giliran Antonio untuk menyerahkan nyawanya pada sang iblis kejam dan tidak berperasaan dihadapannya. Siapa lagi kalau bukan Tendero. Raut wajah Tendero saat ini terlihat tanpa ekspresi sama sekali. Sorot matanya tajam dan bengis dengan bibir menipis, belum lagi dengan aura membunuh yang keluar dari pria itu semakin mengintimidasi sosok Antonio yang sudah tidak berdaya di bawah Tendero.   “Maaf... Maafkan saya tuan... Mo... Mohon ampuni saya,” ucap Antonio memoh
Baca selengkapnya

BAB 77.

Kanisa membuka kedua matanya, menatap kosong langit-langit kamarnya. Perasaanya saat ini tengah campur aduk, dia lalu melirik Tendero yang terbaring tidur di sebelahnya dengan tatapan kosong. Kejadian semalam yang menimpahnya pun kembali terulang di benaknya. Kanisa memejamkan matanya berusaha mengusir setiap bayangan kejadian yang sudah dilaluinya bersama pria kejam di sebelahnya itu. Pria itu, Tendero kembali menjamah tubuhnya tanpa ampun. Kemarahan dan kebencian di dalam diri Kanisa terhadap Tendero pun semakin meningkat namun dia berusaha menekan semua itu.   Menyesal atau pun menangisi dirinya yang selalu berakhir dilecehkan oleh pria di sebelahnya itu pun sudah tidak ada gunanya lagi. Kanisa benar-benar tidak tahu harus seperti apa lagi untuk menghadapi sosok di sebelahnya itu.    Kanisa bangun dari posisi tidurnya dan pergi ke kamar mandi. Memutuskan
Baca selengkapnya

BAB 78.

Tubuh Tendero menegang saat dia merasakan sensasi dingin dan tajam itu akhirnya menusuk perutnya. Bau anyir bercampur besi pun menyeruak tercium oleh hidungnya. Tangan Tendero bergerak menangkup perut bagian kananya yang mengeluarkan banyak sekali darah. Mata Tendero terlihat memerah dan berkaca-kaca meski begitu dia tetap menampilkan seulas senyum tulusnya kepada Kanisa yang berdiri mematung beberapa meter dihadapannya. Wanita itu terlihat membelalak lebar, air matanya terlihat jatuh dari matanya. Kejadian tidak terduga dan sangat cepat itu membuat Kanisa diserang syok dan juga panik hebat.   Orang bertopeng yang berdiri di belakang Tendero itu pun semakin dalam menusukan belatinya ke pinggang Tendero sebelum akhirnya dia menarik kasar belati itu, Tendero pun seketika langsung ambruk.   Kanisa terlihat berlari menghampiri Tendero dan menyanggah tubuh pria itu yang semakin lemas tidak berdaya. Tangis Kanisa semakin tidak terkendali, dengan t
Baca selengkapnya

BAB 79.

“Hah.” Seketika Kanisa terbangun dari tidurnya, nafanya memburu dengan dada yang naik turun. Dia lantas bangkit duduk. Mengusap wajahnya yang berkeringat dan kedua sudut matanya yang basah seolah dia baru saja menangis. Kanisa menatap jam di dekatnya yang ternyata baru saja menunjukan pukul sepuluh malam. Setelah itu Kanisa terdiam melamun, memikirkan mimpi yang baru saja dia dapatkan. “Apa maksudnya coba aku mimpi seperti itu?” batin Kanisa, kepalanya pun terasa pening seketika. Kanisa pun memijit pelan keningnya untuk meredakan rasa pening yang dia rasakan itu. Beberapa kali Kanisa menarik nafas panjang berusaha menenangkan dirinya dan juga debaran di jantungnya yang meningkat tidak normal. Tendero, mendadak nama itu pun terlintas dibenak Kanisa. Menelan kasar salivannya Kanisa merasakan jantungnya kembali berdetak semakin cepat. Mendadak pula dirinya merasa resah dan bingun
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
14
DMCA.com Protection Status