Home / Romansa / TAKTIK CINTA SANG BOS MAFIA / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of TAKTIK CINTA SANG BOS MAFIA: Chapter 81 - Chapter 90

135 Chapters

BAB 80.

Kanisa terlihat merenung memikirkan kata-kata nyonya Elsa dulu dan juga Netra. Dia berdiri di dekat jendela, di mana jendelanya sengaja Kanisa buka sehingga angin malam masuk ke dalam kamarnya. Kanisa menatap langit gelap di atas sana, helaan nafas panjang beberapa kali keluar darinya.  “Haruskah aku memaafkan dia, memaafkan semua kesalahannya?”  “Aku juga tidak ingin terus-terusan berada di dalam situasi seperti saat ini. Aku juga ingin merasakan kebahagiaan tuhan.” Kanisa bersidekap, menyenderkan kepalanya ke kusen jendela di sampingnya tanpa melepaskan pandangannya dari langit. “Aku sudah memutuskan, aku akan berusaha berdamai dengan masa lalu dan berusaha memperbaiki hubunganku dengannya. Meski ini mungkin akan sulit tapi aku akan mencoba,” putus Kanisa pada akhirnya. ***   
Read more

BAB 81.

“Apa tuan yakin akan melancarkan aksi sekarang?” tanya Kahan. Tendero yang sedang melihat-lihat pistol dan senjatanya itu melirik ke arah Kahan. “Tentu saja. Aku sudah menunggu saat-saat ini dengan begitu lama dan sekarang mana mungkin aku akan menyia-nyiakan waktu pembalasanku begitu saja,” balas Tendero lantas meraih salah satu pistol dan menatap intens pistol digenggamannya.  “Tapi tuan. Ini terlalu terburu-buru, kita perlu rencana yang mata jika ingin mengalahkan tuan Lexan.”  Terlihat jelas Kahan saat ini tengah khawatir. Dia tak henti-hentinya memperingati Tendero untuk membatalkan niatnya yang terburu-buru dan menyuruhnya untuk berpikir ulang, menyusun taktik dengan sempurna sebelum melancarkan aksinya yang akan membalas dendam kepada Lexan. Tian mungkin masih bisa mereka tangani dengan mudah tapi Lexan. Tidak, kekuatan yang dimiliki pria i
Read more

BAB 82.

Hujan turun dengan deras disertai dengan kilatan petir yang menyambar-nyambar, silih bersahutan di langit malam gelap. Angin pun bertiup semakin kencang membuat pepohonan yang ada meliuk-liuk akibat terpaan angin. Sementara itu di sebuah rumah mewah bergaya klasik, terlihat beberapa orang berpakaian serba hitam dan memakai topeng menyeramkan— menyelinap masuk ke dalam rumah tersebut. Tak lain dan tak bukan mereka adalah Tendero dan juga anak buahnya. Keadaan rumah saat itu terlihat gelap. Semua penghuni rumah itu tampaknya tengah tertidur pulas di kamar mereka masing-masing. Gelapnya rumah membuat mereka semakin mudah untuk menyelinap masuk ke dalam tanpa terlihat. Tendero yang berjalan paling depan memberi isyarat kepada anak buahnya yang berada di belakang untuk berpencar yang mana perintahnya itu pun langsung dilaksanakan oleh anak buahnya tersebut. Mereka pun mulai berpencar ke setiap penjuru ruangan yang ada d
Read more

BAB 83.

“Kanisa, aku... Aku minta maaf,” ucap Tendero yang tengah sekarat dipangkuan Kanisa, pria itu menatap Kanisa dengan sendu, dia tersenyum kacil. Tangannya yang berlumur darah bergerak menyentuh pipi Kanisa lalu setelah itu Tendero pun menghembuskan nafas terakhirnya, seketika itu pula Kanisa langsung terbangun dari tidurnya dengan panik dan gelisah serta merasa takut akan mimpi yang baru saja dia alami. Mimpi itu benar-benar berhasil menghantui Kanisa membuatnya jadi tidak bisa tenang. “Itu hanya mimpi, tisak akan menjadi kenyataan,” sangkal Kanisa sembaring mengelap keringat di keningnya. Meski berkali-kali Kanisa berusaha keras menyangkal mimpi itu tapi hatinya tetap merasa tidak tenang, gelisah dan takut bercampur menjadi satu. “Apa yang harus aku lakukan untuk menghilangkan perasaan ini,” gerutu Kanisa menggigit jari kukunya. Dia terdiam berpikir untuk beberapa
Read more

BAB 84.

“Berani sekali kau menyerangku dari belakang,” teriak pria bule, tinggi dan berkulit putih itu. Lexan, pria itu memandang marah kepada Tendero yang berdiri dihadapannya, pria itu baru saja meninjunya secara tiba-tiba di saat Lexan tengah lengah membuat Lexan jadi tidak sempat mengantisipasi serangan Tendero. Tendero mendecih, tatapan dendam terlihat berkobar di kedua mata pria itu, tanpa menunggu lagi Tendero kembali menyerang Lexan, kali ini Lexan pun tidak tinggal diam. Dia balas menyerang Tendero dan berusaha mengimbanginya. Kedua pria itu pun terlibat perkelahian yang sangat sengit di tengah-tengah pesta yang tengah berlangsung disebuah club malam. Semua pengunjung yang hadir terlihat ketakutan, mereka saling menjerit, berlarian keluar dari club untuk menghindari perkelahian yang tengah berlangsung. Tidak hanya Lexan dan Tendero saja yang bertarung secara sengit dengan menggunakan kekuatan mereka. Para an
Read more

BAB 85.

Kanisa menatap bosan televisi dihadapannya, sesekali Kanisa terlihat melirik ke arah pintu berharap Tendero akan muncul dari sana. Kanisa cemberut, menghembuskan nafas panjang sembaring menyenderkan kepalanya pada sopa. Dia benar-benar merasa bosan sekaligus merasa kesal juga. “Dari tadi saya perhatikan nona terlihat bosan dan terus menatap ke arah pintu,” celetuk Netra menghampiri Kanisa, “Nona sedang menunggu tuan?” Kanisa melirik malas pada Netra, “Tidak,” balasnya membuat Netra yang mendengarnya tersenyum kecil. “Iya, nona sedang menunggu kedatangan tuan,” balas Netra. “Aku bilang tidak. Jangan sok tahu.” Netra tetap tersenyum kecil, menatap Kanisa dengan sorot geli. Meski Kanisa dengan keras mencoba membantah tebakan Netra tapi ekspresi wajah Kanisa justru terlihat berbanding terbalik dengan per
Read more

BAB 86.

Tendero membuka kedua matanya, pria itu pun menggeliat dan menguap lebar. Dia lantas bangkit dan mengubah posisinya jadi duduk sembaring menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Tatapan pria itu menyusuri kamar asing yang dia tempati saat ini. Hingga tidak lama kemudian pintu kamar mandi yang ada di dalam kamar tersebut terbuka dan keluarlah seorang wanita cantik dan sexy dari dalamnya. Wanita itu terlihat baru saja selesai mandi. Dia adalah Catarina, wanita semalam yang tidak sengaja Tendero jumpai. Meski Tendero tidak terlalu ingat apa saja yang sudah mereka lalui semalam karena Tendero terlalu mabuk, tapi samar-samar Tendero bisa mengingat kalau semalam dia menyapa Catarina, terlibat perbincangan sebentar dan berakhir ciuman lalu berakhir di kamar. Tanpa perlu mengingat-ngingatnya lagi pun Tendero sudah tahu bagaimana kelanjutan ceritanya, mereka pasti sempat melewati malam panas berdua, apa lagi mengingat kondisi Tendero yang setengah telanjang, hanya m
Read more

BAB 87.

Kanisa menghela nafas, menatap bosan keluar jendela. Saat ini Kanisa sedang duduk di kusen jendela kamarnya, menatap pemandangan yang disuguhi dihadapannya, sudah hampir 35 menit Kanisa berdiam diri di sana dan dia mulai merasa bosan.  Kanisa mempout bibirnya, dia pun bangkit berdiri dan pergi menuju ranjang dan merebahkan dirinya di atas kasur. Sungguh Kanisa merasa bosan dan tidak tahu harus melakukan apa pun. Kanisa menatap langit-langit kamarnya, entah sudah berapa lama dirinya mendiami kamar tersebut yang jelas sudah sangat lama sekali. “Aku rindu suasana luar, kira-kira bagaimana keadaan keluargaku dan Anera yah,” gumam Kanisa kemudian mengubah posisi berbaringnya jadi menyamping ke arah kanan. Kedua matanya terlihat mengedip lembut, Kanisa kembali menghela nafas hingga tiba-tiba saja Kanisa langsung bangkit dari posisi tidurnya begitu dia mendengar suara deru mesin mobil dari luar mansion,
Read more

BAB 88.

Kanisa mengetuk pintu ruang kerja Tendero dengan perasaan gugup, awalnya tidak ada sahutan apa pun dari dalam ruangan tersebut membuat Kanisa semakin gugup, tapi ketika Kanisa kembali mengetuk pintu dihadapannya itu akhirnya suara seruan dari dalam terdengar di mana Tendero menyerukan kata masuk. Kanisa pun akhirnya membuka pintu itu dengan gerakan pelan seiring dengan detak jantungnya yang berdetak hebat. Saat pintu sudah terbuka lebar, Kanisa bisa melihat sosok Tendero yang tengah sibuk bekerja di depan layar komputernya, pria itu tidak menoleh kepada Kanisa sedikit pun karena Tendero tidak sadar dengan keberadaan Kanisa sekarang ini. Kanisa menarik nafas dalam dan menghembuskannya secara beraturan, berusaha mengendalikan dirinya. Setelah itu Kanisa pun berjalan masuk ke dalam dan menutup pintu di belakangnya, Kanisa sudah memutuskan berdamai dengan Tendero setelah semalaman penuh Kanisa merenuningnya. Setiap langkah yang Kanisa ambil hing
Read more

BAB 89.

“I miss u baby,” ucap Tendero. Memeluk Kanisa dari belakang, Kanisa yang sedang menyiram tanaman di belakang mansion terlihat kaget dengan kedatangan Tendero yang tiba-tiba.   “Kenapa kamu yang nyiram tanamannya. Para pelayan yang sudah aku kasih tugas memangnya pada kemana, enak banget mereka nggak kerja dan malah biarin kamu kerja sendiri.” Tendero melepaskan pelukannya, sebelah tangannya meraih selang dari tangan Kanisa dan menyingkirkannya.   “Ck, ganggu aja sih.”   “Kamu nggak boleh kerja baby, nanti kamu kecapean. Lagian di mansion kan banyak pelayan, kamu tinggal suruh-suruh mereka aja.”   Kanisa menghela nafas, menatap Tendero dengan jengkel.   “Aku yang mau kerja, lagian cuman nyiram tanaman nggak bakalan bikin aku cape!”   Tendero menggelengkan kepalanya, “Tetep aja, kamu nggak boleh kerja!”   Kanisa cemberut saat Tendero menari
Read more
PREV
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status