Beranda / Romansa / Hug Me! / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Hug Me!: Bab 1 - Bab 10

41 Bab

Bab 1. Luka Yang diukir Ayah

  Intan melihat arah keluar candela kaca rumah sakit, dilihatnya seorang ayah mengendong putri kecilnya, membuatnya teringat kenangan perih masa kecil bersama Ayah.   Waktu itu Intan duduk di kelas 4 SD, untuk pertama kalinya diajak Ayah pergi ke sebuah restoran Itali yang berada di tengah kota Surabaya, pergi hanya berdua tanpa Stif ataupun Mama.   "Ayah, kenapa mama sama Stif tidak di ajak?" tanya Intan kecil dengan rambut di kepang dua.   "Tidak apa. Kamu jangan bilang sama mama ya! Kalo kita ke sini, bilang saja kita ke toko buku!” ujar ayah dengan wajah senyum sumeringah, badannya membungguk sejajar dengan Intan, yang tingginya baru satu meter lebih sedikit.   "Oke !" jawab Intan dengan polos dengan kedua jempolnya berdiri dan keempat jarinya ditekuk.   Pelayan datang membawa sebuah nampan dua jus jeruk dan pizza dengan toping keju, makanan kesukaan Intan. Secar
Baca selengkapnya

Bab 2. Awal Mula Sebuah Kebohongan

Bengkel itu sedang ramai pengunjung. Meskipun ini hari libur. Terlihat dari antrian mobil yang berjejer-jejer. Joni pemilik bengkel segera menyambut Bara ketika melihat dari kejauhan. Pemilik bengkel cukup ramah, terlihat akrab sekali dengan Bara, setelah berbincang-bincang singkat Bara pamit pulang."Aku titip Stif ya, ajari cara menghasilkan rupiah!" ujar Bara sambil menepuk pundak pemilik bengkel."Siap Pak Polisi!" Pemilik bengkel terkekeh.***Saat itu juga Stif langsung boleh berkerja. Pengalaman kerja Stif untuk pertama kalinya, kalo bukan karena faktor Bara mungkin hal itu sulit terjadi.Stif sejak kecil tidak mendapatkan perhatian penuh dari seorang ayah, sering kali membuat ulah hanya untuk mendapat perhatian Ayah.Sering bekelahi seolah-olah mengeluarkan semua emosi di dalam dirinya, mabok, bolos sekolah, hampir semua kenalakan remaja dijabahi kecua
Baca selengkapnya

BAB 3. Permata Biru

Bara  membisu, pura-pura tidak mendengar pertanyaan Melisa. Jantungnya terus berdetak kencang. Badannya mulai panas dingin. Sungguh tidak ada kejantanan jika Bara sudah di hadapkan dengan Melisa.Sial memang, baru pertama kali iseng nongkrong di café dengan teman wanita, sudah ketahuan. Rasa takut menyelimuti hati Bara, dia sudah menduga jika jujur, pasti akan terjadi perang dunia ke tiga.Kenapa Intan meninggalkan jejak? kata Bara dalam hati."Ini rambut siapa mas ?" pekik Melisa menggulai pertanyaan yang sama.Kaki Bara mengijak rem dengan spontan, kaget dengan teriakan Melisa, sembari menoleh melihat sehelai rambut di tanggan Melisa."Mana aku tau itu rambut siapa?" jawab Bara mengigit bibir, tidak berani memandang Melisa."Terus kamu pikir ini rambutku?" gerutu Melisa sambil menujuk rambut pendek berwarna blonde.Bara terus saja mengelak tidak mengakui tent
Baca selengkapnya

Bab 4. Babak Baru dimulai!

Seperti malam-malam sebelumnya Bara pulang lewat pukul delapan malam. Dengan sejuta alasan untuk mengabuhi Melisa. Tidak perduli Melisa percaya atau tidak!Melisa terus mengeru. Bara acuh, jika istrinya terus ngomel dan marah–marah, Bara akan tidur di ruang tamu.Atau, cara terbaik agar Melisa tidak marah Bara akan membelikan makanan kesukaanya, bungga, uang belanja tambahan atau hadiah apa pun. Hatinya sudah senang.Melisa pasti akan memotretnya lalu diunggah ke social media, lengkap dengan coption ucapan terimakasih.Beres!Melisa mulai curiga Bara selalu pulang terlambat, otak cerdasnya mulai berkerja. Mencari informasi apa pun tentang Bara.Subroto, ayahnya siap membantu kapan saja. Semua informasi dia dapat dengan mudah! Begitulah fungsi punya jabatan tinggi.Sore ini Melisa gundah mendapat laporan jika hari ini Bara pulang pukul empat sore, tapi sam
Baca selengkapnya

Bab 5. Terror!

Intan berjalan menuju pintu, dengan jatung berdetak kencang, berkali-kali mengatur nafasnya, berusaha menguasai emosi dan amarah. Mata sembap, rambut acak-acakan, tidak mandi, kumal, tidak mengurangi rasa percaya dirinya untuk bertemu Melisa.Dua mata perempuan saling bertemu, saat pintu dibuka. Nanar wajah Intan melihat wanita itu, tapi dia berhasil mengusai emosinya, tubuhnya tetap tenang. "Apa kamu yang bernama Intan?" tanya Melisa  sambil melepas kacamata, mata tajam seperti elang melihat mangsanya."Saya Intan, anda siapa?" jawab Intan yang sudah menduga."Saya Melisa, istri dari suami yang kamu rebut!" "Saya tidak merebut suami anda, suamimu yang kurang ajar menipu saya." Jawab Intan dengan darah yang mendidih.
Baca selengkapnya

Bab 6. Kemarahan Intan

Intan melangkah perlahan, jantungnya berdetak sangat kencang. Otak sudah bisa menebak siapa yang datang kerumahnya, mesikpun hanya melihat pundak dan warna rambutnya.Lima langkah dari pintu rumah, Intan berhenti menarik nafas panjang tiga kali, agar dirinya lebih tenang.Oke, Intan kamu bisa menghadapinya!Berkali-kali Intan meyakinkan dirinya sendiri.Dua wajah bertemu, Melisa tersenyum melecehankan, di tarik satu ujung bibirnya melihat Intan diambang pintu. Intan datar, tidak tersenyum tapi tidak menampakan ketakutan."Intan sudah pulang, baru saja Mbak Melisa datang?" kata Mama Eva dengan wajah begitu cemas.Intan tidak menjawab yang dikatakan Mama Eva, pandanganya hanya tertuju pada Melisa,  menatap nanar penuh amarah ke Melisa, rasanya ingin melemparkan satu p
Baca selengkapnya

Bab 7. Pembunuhan

Mama Eva menuju ruang tamu, sudah berdiri Bara di ambang pintu sedang berdiri dengan wajah sangat risau."Bu, beri kesempatan sekali saja untuk saya bertemu dengan Intan. Saya ingin minta maaf soal kemarin." ujar Bara."Sebaiknya Nak Bara pulang, nanti kalo Mbak Melisa tau bisa jadi masalah besar?" Bujuk Mama Eva dengan wajah risau.Berkali-kali Bara memohon untuk bertemu Intan, tapi Mama Eva selalu menyuruh pulang. Bara tetep kekeh, dan Mama Eva mulai kehabisan sabar. Akirnya menceritakan kedatangan Melisa kemarin, yang mengancam Intan.Bara menarik nafas panjang, memijat kening. Benar-benar tidak habis fikir dengan sikap Melisa. Penyesalan tinggal penyesalan itu yang dirasakan Bara untuk saat ini. Intan benar-benar menderita karena ulahnya. Dengan langkah penuh kekecewaan Bara pulang, harapannya bertemu Intan untuk minta maaf sudah pupus.Intan melihat punggung Bara dari bilik cendela
Baca selengkapnya

Bab 8. Penampilan Baru Intan

Keesok harinya Mama Eva memandangi putrinya dengan wajah prihatin, tak kusanggup menatap wajah Intan yang amburadul, berkali-kali memaksa Intan untuk kesalon langganya, sekedar merapikan rambutnya agar lebih nyaman dipandang."Ayo sekalian temenin mama mau spa, biar ngak stres!" Ajak Mama Eva yang terus memaksa.“Udahlah Ma, Intan lagi males keluar rumah, Intan ngak punya duit!” elakan Intan sambil menutup kepalanya dengan bantal.“Mama yang bayar!” jawab Mama Eva.Seketika itu Intan duduk, sambil tersenyum, setuju dengan ajakan Mama Eva. Hanya butuh sepuluh menit Intan mandi dan siap-siap pergi ke salon. Walaupun hatinya masih diliputi keresahan tapi semangatnya untuk pergi ke salon begitu besar.Intan disambut ramah seorang pria feminism, yang biasa disapa Inces dengan tubuh padat dan perutnya buncit. Senyumnya begitu melecehkan melihat model rambut Intan.“Non, ini s
Baca selengkapnya

Bab.9 Hari Pertama Intan Berkerja

Pagi pukul delapan Intan masih tertidur pulas, setelah tiga hari tidak  tidur, setelah peristiwa di bukit.Peristiwa tidak akan pernah Intan bisa lupakan! Pembunuhan atau upaya melindungi diri sendiri dari cekaman harimau?Kalo bukan Intan yang mendorong Melisa, mungkin Melisa yang mendorong Intan ke jurang.Untuk apa pertemuan di bukit dekat jurang? Kalo bukan untuk merencenakan sesuatu.Ponsel Intan terus berbunyi, dengan terpaksa mengakat telfon. Mata terbelala ketika nama Bara di ponselnya.  “Ha…,hallo?” jawab Intan dengan gugub sambil menelan ludah. “Intan, maafkan saya soal kemarin. Tapi beri saya kesempatan bicara!” tutur Bara dengan nada teramat merendah.Intan semakin gugub, hatinya resah. Bukan karena rasa cintanya terusik, tapi perbuatanya tidak sengaja  mendorong istri Bara hingga masuk jurang, membuatnya semakin bimbang. 
Baca selengkapnya

Bab 10. Penyesalan

 Jiimmy berjalan menuju ruangan Arya, sama sekali tidak memandang Intan dan Alma. Wajahnya teramat risau. Langkahnya cepat seperti orang sedang terburu–buru.“Sial! Untung Mr. Jutek tidak mendengar obrolan kita! Ya udah gue ketoilet dulu ya, mules nih. Nahan grogi.” Gumam Alma sambil  pergi meninggalkan Intan.Intan sendiri jantungnya sudah nyaris copot. Meskipun memilih membisu.Dalam hitungan jam, Alma dan  Intan sudah akrab, meskipun sifat mereka bertolak belakang.Alma cerewet, bawel, cenderung ceplas ceplos. Intan cenderung pendiam, bicaranya singkat. Tidak suka bosa basi.Tapi, perbedaan itu yang membuat mereka mudah mengenal  satu sama lain. Alma yang sudah terlebih dahulu mengaggumi Intan, sebagai selebgram yang dulu terkenal. Menjadi salah satu faktor mereka mudah mengenal satu sama lain.Namun, Intan bukan orang mudah membuka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status