Share

Bab 3

Author: Natasha_11
last update Last Updated: 2024-12-24 14:26:01
Tiffany mengepalkan tangannya erat-erat. Setelah sesaat, dia baru tenang kembali dan berjalan melewati Ana sambil berkata, “Kasih tahu dia aku sudah keluar. Coba lihat dia setuju atau nggak.”

Di kantor presdir Grup Hanson.

Edric berdiri di depan dinding kaca sambil menerima telepon. Entah apa yang dikatakan orang di ujung telepon, keningnya terlihat berkerut dan tatapannya yang melihat ke luar jendela sangat mendalam. Dia hanya mengucapkan sepatah kata “emm” dan tidak berbicara lagi sampai telepon itu berakhir.

“Bos Ed?” panggil Lewis Alberto.

Edric memiliki 2 orang kakak laki-laki dan seorang kakak perempuan, tetapi mereka semua hanyalah saudara seayahnya. Dia juga memiliki seorang adik perempuan yang dilahirkan oleh ibu yang sama. Berdasarkan urutan ahli waris laki-laki, orang yang akrab dengannya akan memanggilnya “Bos Ed”.

Tidak lama kemudian, Edric berjalan ke arah sofa dan duduk. “Sudah ngomong sampai mana? Lanjutkanlah.”

Lewis pun lanjut berbicara, “Menurut info internal, Daerah Albi akan fokus bangun lingkaran bisnis dalam paruh kedua tahun ini. Perusahaan-perusahaan di ibu kota lagi bersiap untuk merebut tanah itu dan dana anggarannya cukup besar.”

Sambil berbicara, Lewis juga tidak lupa mengamati ekspresi Edric. Dia merasa Edric sepertinya menjadi kurang fokus setelah menerima telepon tersebut. Pada detik selanjutnya, Edric tiba-tiba berdiri, lalu mengambil kunci mobilnya di meja dan berjalan ke luar.

“Bos Ed, kita mau ikut bersaing nggak?” tanya Lewis dengan tiba-tiba setelah melihat Edric hendak keluar.

Edric menjawab dengan sangat dingin, “Tunggu.”

...

Satu jam kemudian, Tiffany tiba di restoran yang disepakati. Layla yang mengenakan gaun pendek seksi melambaikan tangannya pada Tiffany sambil tersenyum.

Di kehidupan sebelumnya, Tiffany dan Layla sudah tidak saling menghubungi selama beberapa tahun. Begitu melihat Layla sekarang, Tiffany pun berlinang air mata dan berkata, “Layla, maaf, aku datang terlambat.”

Layla melirik Tiffany dengan bingung. “Kenapa kamu tiba-tiba minta maaf?”

Tiffany melangkah maju, lalu memeluk Layla dengan perasaan bersalah. Dia menjawab dengan suara yang agak tercekat, “Aku rindu sama kamu.”

Di kehidupan sebelumnya, setelah Layla pergi ke luar negeri, Tiffany tidak berhenti merindukan wanita ini. Namun, karena harga diri yang tidak penting, dia tidak pernah menghubungi Layla untuk meminta maaf. Sebelum mati, dia baru menyadari betapa bodohnya dirinya.

Layla tertegun sejenak, lalu teringat sesuatu dan bertanya, “Kamu bertengkar sama Edric? Bukannya aku mau kritik kamu. Tapi, Edric begitu mencintaimu. Kamu harus ubah sifatmu yang keras kepala. Jangan sedikit-sedikit cari masalah dengannya.”

Setelah mendengar Layla mengungkit Edric dengan santai, gerakan Tiffany pun terhenti. Dia bertanya dengan terkejut, “Layla, kok kamu bisa ngomong begitu?”

Tiffany merasa Edric bisa berpura-pura lembut, tetapi Layla tidak mungkin berbuat begitu. Layla adalah orang yang paling berharap dirinya menjauhi meninggalkan Edric dan hidup dengan baik.

Layla menatap Tiffany dengan heran dan bertanya, “Kalau nggak, aku mau ngomong apa? Fany, kenapa raut wajahmu begitu buruk?”

Seusai berbicara, Layla mengulurkan tangannya untuk memegang dahi Tiffany.

Tiffany menggeleng dengan panik dan bergumam, “Nggak, nggak seharusnya begini ....”

Layla pun mengerutkan keningnya dan membujuk Tiffany, “Kami semua bisa lihat jelas kebaikan Edric terhadapmu. Sebaiknya kamu jangan terlalu keras kepala. Kalau nggak, pria sebaik dia bakal kabur, lho!”

“Itu semua cuma sandiwaranya!” Hanya Tiffany seorang yang tahu seberapa jauh Edric bisa bertindak untuk membalaskan dendam Meliana. Edric pasti sedang menggunakan strategi lain untuk balas dendam padanya.

Tiffany menggenggam erat tangan Layla, lalu berkata dengan wajah pucat, “Jadi, aku harus ....”

Sebelum sempat mengucapkan kata cerai, Tiffany tiba-tiba merasa ada seseorang di belakangnya yang sedang menatapnya lekat-lekat. Perasaan yang familier sontak membuatnya ketakutan. Dia berbalik, lalu langsung melihat Edric! Kenapa pria ini tiba-tiba muncul di tempat ini?

“Harus apa?” tanya Edric dengan nada yang sangat lembut. Selanjutnya, dia mengulurkan sebelah tangannya untuk menyentuh wajah Tiffany.

Tiffany menghindar secara refleks. Dia sama sekali tidak berani melihat ekspresi Edric dan hanya menggenggam erat tasnya hingga urat tangannya menonjol.

“Harus apa? Hmm?” tanya Edric lagi dengan nada yang lebih tinggi. Dia menunduk dan mengangkat dagu Tiffany.

Tiffany merasa hampir sesak napas saat ditatap lekat-lekat oleh Edric. Dia menggigit bibirnya yang pucat dan menjawab dengan suara yang sangat rendah, “Nggak apa-apa.”

“Fany bilang, dia takut kamu nggak bawa dia ke acara lelang minggu depan,” ujar Layla untuk menengahi situasinya.

“Kamu pengen pergi?” tanya Edric sambil menunduk dan memaksa Tiffany untuk menatapnya.

Acara lelang minggu depan sangat terkenal. Pada lelang itu, Edric juga membeli satu set perhiasan yang bernilai ratusan miliar untuk Meliana. Awalnya, Tiffany mengira Edric berencana menghadiahkan perhiasan itu kepadanya. Tak disangka, dia malah berakhir menjadi lelucon di ibu kota.

Wajah Tiffany pun bertambah pucat. Dia masih menggigit bibirnya dan bertanya, “Boleh?”

Edric meliriknya. Sepasang mata yang indah itu bagaikan memiliki pusaran yang hendak menyedot seluruh energi Tiffany. Kemudian, dia tertawa dan menjawab, “Tentu saja boleh, Sayang.”

Kedua orang itu berdiri sangat dekat hingga dapat mencium aroma tubuh satu sama lain. Keringat dingin pun mulai membasahi dahi Tiffany. Dia merasa jika Edric masih lanjut tinggal di tempat ini, dia pasti akan mati.

“Haih, kalian ngobrol saja yang baik. Aku pergi dulu.” Layla sangat pintar membaca situasi. Dia pun berdiri dan berkata pada Tiffany, “Fany, sampai jumpa di acara lelang!”

Tiffany tidak berani menghabiskan waktu berdua bersama Edric. Baru saja dia hendak menghentikan Layla, Edric mengeluarkan saputangan dan menyeka keringat dinginnya dengan perlahan. Edric menghalangi pandangannya dan bertanya, “Kenapa dari semalam kamu sepertinya takut banget sama aku?”

Tiffany pun terkejut dan buru-buru duduk di kursi untuk menjauhkan jarak mereka. “Ng ... nggak kok.”

Edric menatap Tiffany dengan penuh arti. Tatapannya sepertinya mengandung sedikit amarah. Selanjutnya, Edric tiba-tiba menggendong Tiffany sehingga Tiffany berseru terkejut. Dia secara refleks melingkarkan tangannya di leher Edric.

Perhatian semua orang di restoran pun tertuju pada Tiffany. Dia merasa panik dan buru-buru membenamkan wajahnya ke dada Edric sambil berkata, “Turunkan aku!”

Edric tidak menjawab dan langsung berjalan ke tempat parkir. Dia membuka pintu mobil, mengenakan sabuk pengaman, dan menyalakan mesin mobil dengan gerakan luwes.

Suasana di dalam mobil terasa agak tegang. Tiffany tidak berani menatap ekspresi Edric yang dingin, apalagi bertanya ke mana mereka akan pergi. Dia mau tak mau hanya bisa memejamkan matanya dan berpura-pura tidur.

Tidak lama kemudian, ponsel Edric berdering. Namun, dia tidak mengangkatnya meskipun ponselnya sudah berdering beberapa kali. Mungkin karena kesabarannya sudah habis, dia pun melajukan mobilnya dengan cepat.

Tiffany yang merasa ada yang tidak beres segera membuka matanya. Saat menyadari seberapa cepat mobil mereka melaju, dia pun mulai panik. Namun, dia berusaha menekan rasa paniknya dan berkata, “Mas, ponselmu bunyi.”

“Ckit!” Edric tiba-tiba menginjak pedal rem hingga kandas dan menghentikan mobil mereka di pinggir jalan.

Tiffany merasa sangat ketakutan. Hatinya berdegup kencang dan tubuhnya sudah dibasahi keringat dingin. Baru saja dia menoleh ke arah Edric, Edric langsung menciumnya. Ciuman Edric ini sangat mendominasi, seolah-olah ingin menyedot habis seluruh oksigennya.

Tiffany pun membelalak dan memberontak sekuat tenaga. Namun, meskipun sudah mengerahkan seluruh tenaganya, pria yang menindihnya itu tetap tidak bergeming. Setelah Edric melepaskannya, dia pun tersedak hingga mengalirkan air mata. Tenggorakannya juga terasa gatal hingga dia terus terbatuk.

“Halo?” Sebelum Tiffany sempat bereaksi, Edric sudah mengangkat telepon itu.

Related chapters

  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 4

    Terdengar suara Lukman yang berwibawa dari ujung telepon yang berkata, “Bawa Tiffy pulang ke rumah malam ini supaya kita bisa makan malam bersama.”Rumah yang dimaksud ini adalah kediaman lama Keluarga Hanson.“Aku lagi nggak enak badan, nggak bisa pulang.”Sejak menikah, Edric pun pindah keluar dan sangat jarang kembali ke kediaman lama yang selalu dipenuhi dengan intrik. Meskipun itu hanyalah undangan untuk makan bersama, mungkin saja sudah ada banyak jebakan yang dipasang.Lukman mendengus, lalu berkata dengan tegas, “Kamu boleh nggak datang, tapi Tiffy harus datang. Bilang saja aku sudah rindu sama dia.”Edric tidak ingin lanjut mendengar omelan Lukman dan langsung memutuskan sambungan telepon. Kemudian, dia langsung menyalakan mesin mobil lagi tanpa melirik Tiffany.Tiffany mendengar jelas percakapan ayah dan anak itu. Dia tidak dapat menebak apa maksud Edric, tetapi dia tahu bahwa Edric sedang marah saat ini. Dia pun mencoba yang terbaik untuk tidak menarik perhatian Edric dan ha

    Last Updated : 2024-12-24
  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 5

    Krystal menatap Tiffany lekat-lekat, lalu langsung berjalan keluar dari kantor presdir. Tiffany tidak peduli apakah Krystal percaya pada ucapannya atau tidak. Dia hanya lanjut duduk meringkuk di sofa.Tiffany mau tak mau harus mengakui bahwa Edric memang tampan, juga memiliki latar belakang yang unggul. Tidak peduli di mana pun dia berada, dia akan selalu menjadi putra ketiga Keluarga Hanson yang dikejar para wanita. Wanita yang memiliki pemikiran sama dengan Krystal sangatlah banyak.Tiffany tidak ingin memonopoli posisi sebagai istri Edric dan menjadi sasaran kritik publik lagi seperti di kehidupan lalu. Dia ingin meninggalkan Edric secepat mungkin.Seiring dengan berlalunya waktu, Tiffany pun tertidur di sofa. Saat membuka kembali matanya, dia langsung bertemu pandang dengan tatapan Edric yang mendalam, penuh kemuraman, dan mengintimidasi.Tiffany pun ketakutan dan buru-buru bergeser ke sisi lain sofa. “Mas, ka ... kamu sudah selesai rapat?”“Emm.” Edric kembali berdiri tegak, lalu

    Last Updated : 2024-12-24
  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 6

    Selama makan, Tiffany merasa sangat gelisah. Dia hanya menunduk dan makan dengan susah payah. Setelah ada yang berhenti makan, dia juga berhenti makan.Lukman mengelap mulutnya, lalu menatap Tiffany dan Edric. “Malam ini, kalian nginap saja di sini.”Tiffany ingin pulang, tetapi juga tidak dapat membantah. Jika tinggal di tempat ini, dia pasti harus tidur sekamar dengan Edric. Begitu memikirkan harus tidur sekamar dengan Edric, dia langsung teringat pada keadaan mayatnya yang tragis di kehidupan sebelumnya. Dia benar-benar merasa takut.Namun, Lukman pada dasarnya sangat tegas. Dia tidak akan menerima keputusannya dibantah orang lain. Ditambah dengan tidak ingin membuat Lukman sedih, Tiffany akhirnya mengurungkan niatnya untuk menolak.Lukman berdiri, lalu memberi perintah dengan penuh wibawa, “Edric, ikut aku ke ruang baca dulu. Yang lainnya, bubar saja.”Begitu semua orang bubar, yang tersisa di ruang tamu hanyalah Tiffany dan Lucy. Tiffany benar-benar tidak tahu harus bagaimana meng

    Last Updated : 2024-12-24
  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 7

    Tiffany langsung menggigit bibirnya dan menatap Edric dengan tatapan memohon. “Mas, bisa nggak jangan begini. Aku nggak suka.”Edric pun tertegun, lalu mengerutkan keningnya. Dia seperti sedang berpikir kenapa Tiffany tidak menyukainya. Dulu, mereka berdua sering melakukan hal seperti ini. Dia pun melangkah maju untuk mendekati Tiffany.Tiffany tahu apa yang diinginkan Edric dan secara refleks menghindar. Dia takut Edric akan melakukan hal lainnya lagi dan mau tak mau bersabar, lalu berkata dengan sok tenang, “Jangan mendekat. Aku ... akan buka bajuku sendiri.”Pakaian musim panas pada dasarnya sangat tipis. Terlebih lagi, Tiffany mengenakan gaun. Selambat apa pun gerakannya, kulitnya yang putih dan mulus pun terpampang di hadapan Edric sedikit demi sedikit. Suasana yang tegang ini membuat gerakannya terlihat sangat kaku.Tiffany bisa merasakan bahwa tatapan Edric tidak teralihkan dari tubuhnya sedetik pun. Hal ini pun membuatnya bertambah gugup hingga berkeringat.Melihat Tiffany yang

    Last Updated : 2024-12-24
  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 8

    Saat ini, tampang dingin Edric berangsur-angsur terlihat seperti tampangnya dari kehidupan lalu. Apakah ini barulah kedok aslinya? Apa tadi Edric berpura-pura lembut hanya untuk menipu Tiffany?Hati Tiffany sontak bergejolak hebat. Dia secara naluriah ingin melarikan diri, juga berusaha untuk melepaskan diri dari kendali Edric. Dia berkata dengan suara gemetar, “Le ... lepaskan aku.”Melihat tampang ketakutan Tiffany, hati Edric langsung tenggelam. Dia baru menyadari bahwa dirinya sudah kehilangan kendali dan buru-buru melepaskan Tiffany. Kehangatan kulit Tiffany sepertinya masih tertinggal di telapak tangannya dan membuat hatinya bergetar.Edric mengerutkan keningnya, lalu menatap Tiffany dengan tatapan selembut sebelumnya sambil bertanya, “Sayang, ada apa denganmu sebenarnya?”Berhubung Tiffany masih tidak bersuara, Edric pun melembutkan lagi nadanya dan bertanya, “Kenapa kamu tiba-tiba mau cerai?”Tiffany menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Kemudian, dia menatap Edric

    Last Updated : 2024-12-24
  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 9

    Tiffany diam-diam menertawakan Edric dalam hati, tetapi tidak menunjukkannya. Dia malah tersenyum dan berkata, “Suamiku benar-benar baik.”Mata Edric menjadi gelap lagi. Sebab, 4 patah kata itu sudah membangkitkan kembali gairahnya. Dia menggengam erat pinggang ramping Tiffany, lalu menggigit bekas yang ditimbulkannya itu dengan pelan.Tiffany membuka matanya yang indah. Di bawah cahaya lampu yang redup, dia terlihat sangat memukau. Dia tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Kakinya menjulur lurus saking tegangnya.“Sayang, boleh nggak kita nggak lakukan hal itu?” bisik Tiffany dengan nada ketakutan. Namun, Edric tetap mendengarnya. Dia pun menghentikan gerakannya dan menatap Tiffany lekat-lekat, lalu bertanya dengan nada yang mendominasi, “Kamu nggak mau?”Tiffany takut membuat Edric marah. Dia pun menggigit bibirnya dan berusaha menjawab dengan nada yang tenang, “Aku ... aku lagi di masa subur. Aku juga nggak bawa kondom.”Tadi, Edric sudah setuju untuk tidak m

    Last Updated : 2024-12-24
  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 10

    Orang di rumah ini makan sarapan masing-masing. Setelah itu, semua orang pun pergi ke perusahaan. Lucy dan Lukman juga tidak terlihat batang hidungnya. Pagi ini, Tiffany dan Edric yang bangun paling siang.Setelah meninggalkan kediaman lama, Tiffany langsung pergi menemui Layla. Meskipun reuninya diadakan di malam hari, Layla mengajaknya untuk terlebih dahulu melakukan spa. Selain itu, mereka juga harus mempersiapkan gaun dan perhiasan yang bagus. Saat ini, Tiffany adalah istri presdir Grup Hanson. Meskipun Tiffany tidak peduli, dia juga harus memperhatikan penampilannya.Pada jam 7 malam, Tiffany dan Layla tiba di depan gerbang “Trendy”. Lampu di depan klub sangat indah dan terang, tetapi keadaan di dalam malah sangat remang. Untuk melihat jelas wajah orang, mereka harus berjarak sangat dekat. Ada orang yang sudah tiba di ruang privat. Begitu masuk, Layla langsung menyapa mereka dengan santai.“Tak disangka, malam ini bukan cuma Layla saja yang datang, bahkan Tiffany juga datang!” uj

    Last Updated : 2024-12-24
  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 11

    Di kehidupan sebelumnya, Lucas mencintai Meliana, tetapi tidak bisa mendapatkannya. Kadang-kadang, dia pun menjadi agak gila dan menceritakan tentang pertemuannya dengan Meliana.Tiffany tidak begitu memahami latar belakang Lucas, hanya tahu bahwa Meliana pernah menolong Lucas ketika Lucas ditindas orang semasa kecil. Lucas sangat memiliki sisi yang sangat gelap, pengecut, dan juga licik. Saat berinteraksi dengannya, Tiffany harus lebih waspada.Tiffany ingin memanfaatkan Lucas. Ekspresinya sangat sempurna dan sama sekali tidak menunjukkan keanehan apa pun. Dia menjawab, “Aku lihat ada begitu banyak alumni perempuan yang mau dekati kamu, tapi kamu sama sekali nggak peduli sama mereka. Jadi, aku agak terkejut.”“Apa aku boleh bersulang denganmu?” Tiffany menyodorkan segelas alkohol kepada Lucas. Namun, Lucas tidak menerimanya. Lucas hanya mengerutkan kening sambil menatap Tiffany. Pada akhirnya, tatapannya tertuju pada cincin nikah di jari Tiffany. Dia pun mengejek, “Kalau aku nggak sa

    Last Updated : 2024-12-24

Latest chapter

  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 50

    Tiffany memalingkan wajah dengan tenang. “Bu Krystal, kalau kamu memang nggak punya kemampuan, aku juga nggak bisa membantumu lagi.”Orang yang tidak bisa diandalkan seperti Krystal tidak perlu dipaksa untuk terus bertahan.Mendengar itu, wajah Krystal langsung menjadi lebih pucat. Dalam beberapa hari ini, dia akhirnya menyadari bahwa dia sama sekali tidak memiliki tempat dalam hati Edric. Dulu, dia masih mengira dirinya lebih unggul daripada Tiffany yang hanya mengandalkan pria.Sekarang, Krystal sudah melihat semuanya dengan sangat jelas. Dia tidak sebanding dengan Tiffany. Bagi Edric, dia hanyalah bawahan yang lumayan cakap. Jika dia kehilangan kemampuannya dalam pekerjaan, Edric pasti tidak akan membiarkannya tetap bekerja sebagai sekretarisnya.“Bu Tiffany, kamu yang duluan ajak aku untuk kerja sama. Kamu nggak bisa campakkan aku begitu saja tanpa menyelesaikan apa pun,” ucap Krystal dengan suara bergetar.Hanya saja, Tiffany tidak merasa Krystal adalah kartu utamanya. Kartu utama

  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 49

    Tiffany membalas sambil tersenyum, “Oke.”Angie menjalankan mobilnya, lalu meninggalkan tempat itu. Sebelum mobilnya berjalan jauh, sebuah mobil berhenti di dekat Tiffany dan menyalakan lampu beberapa kali, seolah-olah sedang memberi isyarat.Dari kejauhan, Angie melihat melalui kaca spion bahwa Tiffany naik ke dalam mobil mewah itu. Alisnya langsung mengerut dan tatapannya terlihat suram. Angie mengenali mobil itu. Itu adalah mobil yang digunakan oleh Edric saat keluar dari rumah Keluarga Wibowo bersama mereka.Setibanya di Vila Taringa, Tiffany langsung ditarik masuk ke kamar mandi oleh Edric. Tiffany masih berada dalam periode menstruasi sehingga ada banyak hal yang tidak bisa dilakukan. Namun, Edric tidak memaksanya. Dia hanya meminta Tiffany untuk membantunya mandi.Pria itu bersandar di tepi bak mandi. Tubuhnya telanjang bulat. Pinggangnya yang kokoh dan otot perutnya yang sempurna juga terpampang di hadapan Tiffany.Tidak bisa dipungkiri, Edric memang memiliki penampilan yang sa

  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 48

    Tiffany merasa linglung akibat ciuman itu. Tubuhnya mulai melemah hingga kaki dan tangannya terasa lemas. Matanya yang berkaca-kaca menatap pria di depannya.Edric paling tidak tahan melihat tatapan Tiffany yang seperti itu. Dia terkesan seperti telah menindas Tiffany. Dia pun menunduk dan mencengkeram pinggang rampingnya, lalu menekan kedua tangan Tiffany ke atas kepala. Dia berucap, “Ayo jawab.”Tiffany menggigit bibirnya erat-erat. Dia merasa malu dengan cara Edric yang memperlakukannya tanpa ampun. Dia pun membalas, “Aku cuma nggak mau orang berpikir aku dapatkan kerja sama ini karena koneksi.”Edric mencengkeram dagunya dengan tatapan tajam, seolah ingin melihat apakah dia sedang berbohong. Setelah beberapa saat, dia kembali mencium Tiffany dengan ganas dan mengisap setiap napasnya. Tangannya juga tidak diam dan lanjut menjelajahi kulitnya yang lembut.Tiffany yang hanya bisa menggerakkan tangannya pun mendorong dada Edric yang terus mendekat. Apa pria ini sudah gila? Apa Edric ti

  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 47

    Tiffany menjelaskan, “Bu Regina, kulitmu yang putih nan bersih dan tubuhmu yang tinggi sangat cocok dengan rubi. Di sisi lain, mutiara akan mempercantik gaun ungu yang kamu pilih untuk malam itu. Nggak mencolok, tapi tetap menunjukkan kelas dan statusmu.”Setelah mendengar penjelasan itu, Regina baru menatap Tiffany dengan tatapan penuh kekaguman. Di atas meja pendek di hadapannya, ada gambar gaun malam yang akan dia kenakan. Hanya Tiffany yang memperhatikannya selama setengah jam terakhir.Mata Regina tiba-tiba menunjukkan sedikit kejutan. Dia bertanya, “Bukannya kamu ...?”Tiffany yang tidak ingin Angie mengetahui hubungannya dengan Keluarga Hanson menanggapi dengan tenang, “Bu Regina, aku desainer dari Eternal, Tiffany. Aku datang bersama Bu Angie.”Regina yang cerdas segera memahami situasinya. Hubungan antara Keluarga Hanson dan Keluarga Wibowo di dunia bisnis sudah sangat erat. Jika Tiffany ingin menyembunyikan identitasnya, Regina merasa tidak masalah untuk membantunya.Regina p

  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 46

    “Tiffany, kenapa bengong di situ? Ayo naik,” panggil Angie dari sisi lain.Tiffany tersadar dari lamunannya, lalu mengalihkan pandangannya dan mengikuti Angie. Kemudian, atasannya itu menjelaskan, “Lift di sana cuma untuk tamu VIP. Lift kita ada di sisi ini.”Penjelasan ini jelas bertujuan agar Tiffany tidak salah langkah dan menyinggung tuan rumah.Setelah naik, mereka tiba di lantai yang penuh cahaya terang. Saat ini, Tiffany baru menyadari bahwa ternyata banyak perusahaan-perusahaan desain lain yang hadir. Semua tamu dikumpulkan di sebuah ruang tamu.Pada saat ini, Angie membawa Tiffany mencari tempat duduk yang tidak mencolok, tetapi juga tidak terlalu di sudut. Angie memberi tahu, “Bu Regina akan berulang tahun ke-40 bulan depan. Dia mau tampil memukau di acara ulang tahunnya. Makanya, perhiasan ini sangat penting baginya. Kalau kita bisa dapatkan proyek ini, komisinya paling nggak akan capai 9 digit.”Angie melanjutkan dengan suara serius, “Semua orang di sini mutar otak untuk b

  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 45

    “Bu Angie pasti sudah punya keputusan sendiri. Aku baru bergabung dengan perusahaan dan belum sepenuhnya paham sama sistem desain di Eternal. Dalam waktu sesingkat ini, aku belum bisa lihat perbedaannya,” jawab Tiffany dengan tenang.Mata Angie agak memicing dan sorot tajam di matanya perlahan mereda. Dia tahu Tiffany tidak ingin menyinggung siapa pun. Jadi, dia memutuskan untuk tidak mengungkap hal itu lebih lanjut.Angie memberi tahu, “Rancangan desain perhiasan ini adalah permintaan istri Pak Arnold dari Grup Seresa. Tapi, hingga kini kami belum berhasil ciptakan desain yang sesuai dengan keinginannya. Makanya, proyek ini terus tertunda.”“Karena kamu sudah mampu menunjukkan beberapa poin yang bikin rancangan ini terlihat unik, aku serahkan desain ini padamu. Apa kamu sanggup?” tanya Angie.Tiffany yang baru masuk ke perusahaan sudah diberi tugas nyata, apalagi tugas yang berhubungan dengan Grup Seresa. Apabila istri Arnold puas, reputasi Tiffany di dunia desain pasti akan memelesat

  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 44

    Tiffany menyadari bahwa rekan-rekannya hanya menunjukkan ekspresi iba terhadap Sanny, lalu kembali fokus pada pekerjaan masing-masing.Ketika Sanny menyebut Angie sebagai “nenek sihir”, tidak ada reaksi besar dari orang yang lain. Mereka bahkan terlihat setuju. Kesan ini mirip seperti memberi guru sebuah julukan di masa sekolah.Sanny meregangkan lehernya, lalu berucap, “Perkenalkan diri dulu, aku Sanny.”Tiffany kembali duduk di kursinya. Dia membuka dokumen dan menjawab singkat, “Tiffany.”Sanny meliriknya dengan pandangan sinis, lalu mengejek, “Aku tahu siapa kamu. Kamu yang masuk ke sini lewat jalur orang dalam tanpa wawancara, 'kan?”“Biar kuingatkan, nggak peduli seberapa kuat koneksimu, di departemen desain Eternal terutama di bawah kendali Angie, cuma kemampuan yang dianggap penting. Kalau kamu nggak punya bakat, lebih baik minta pindah sendiri daripada mempermalukan diri di sini,” tambah Sanny.Tangan Tiffany yang sedang membolak-balik dokumen berhenti sejenak, tetapi dia tida

  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 43

    Setelah setengah jam berlalu, Edric kembali ke kamar tidur dengan rambut yang sudah kering. Kali ini, dia tidak langsung memeluk Tiffany, melainkan hanya menunduk.Edric berucap dengan nada yang sulit ditebak, “Oke, Sayang. Aku bisa kasih kamu ruang pribadi, tapi kamu juga harus ingat siapa dirimu. Jaga jarak dengan pria lain selain aku.”Tiffany yang belum terlelap mendengar kalimat itu dengan sangat jelas. Di sisi lain, Edric menepuk ranjang di sampingnya. Suaranya mengandung perintah yang tak bisa dibantah ketika menambahkan, “Sini, mendekatlah.”Setelah bertahun-tahun berada di sisinya, Tiffany tahu tindakan ini disengaja. Edric hanya ingin melihat dia menurut dan tunduk di bawah kuasanya. Kebiasaan buruk ini tak pernah berubah dari kehidupan sebelumnya hingga sekarang.Tiffany sangat memahami sifatnya. Dia tahu Edric telah memberikan kelonggaran. Apabila dia masih keras kepala, dia tidak akan bisa menanggung konsekuensinya.Setelah berpikir begitu, Tiffany akhirnya bergerak mendek

  • Godaan Sang Presdir Setiap Malam   Bab 42

    Edric tiba-tiba mendekat. Napasnya membawa aroma samar alkohol. Dia membalas, “Gimana kalau aku bilang itu bukan karena nggak sengaja?”Tiffany memandangnya, lalu menyadari bahwa jarak mereka terlalu dekat. Sorot mata pria itu begitu tajam. Garis tegas rahangnya menambah kesan dingin dan penuh tekanan. Seolah-olah pada saat itu, yang terlihat di matanya hanyalah hasrat untuk menguasai.Jantung Tiffany berdebar keras. Dia membuka mulut, tetapi suaranya terdengar sangat lemah dan rapuh ketika berucap, “Nggak mungkin.”Mendengar itu, Edric pun mengernyit. Dia meraih dan mendudukkan Tiffany di pangkuannya, lalu bertanya, “Kamu begitu percaya padaku?”Tiffany membeku di tempat. Piama tipis yang dikenakannya terasa seperti selembar kertas transparan yang sama sekali tidak memberikan perlindungan baginya.Baru bergerak sedikit, panas dari tubuh Edric terasa makin mendesak dan membuatnya tidak berani bergerak. Tiffany pun menunduk dan berusaha menghindari tatapan mengintimidasi itu.“Ya,” jawa

DMCA.com Protection Status