Bab 6

Zaskia juga menyadari tatapan Baskara dan rasa jijik muncul di hatinya. Awalnya dia mengira pria yang sombong ini akan mengucapkan sesuatu yang mencengangkan, tetapi ternyata dia bahkan lebih menjijikkan daripada pria lain.

"Jaga sikapmu, air liurmu hampir netes," ujar Jelita dengan nada mengingatkan.

Melihat banyak orang mulai memperhatikan mereka, Jelita segera menjauh dari Baskara dan berkata, "Jangan salah paham, aku nggak kenal dia."

Beberapa orang di kerumunan mulai mengenali Jelita dan wajah mereka langsung menunjukkan keterkejutan.

"Istriku, kenapa kamu bilang nggak kenal aku?" tanya Baskara dengan ekspresi bingung.

Kerumunan langsung gaduh. Ternyata pria ini adalah suami Jelita?

Semua orang tahu Jelita adalah putri Keluarga Biani, tapi kapan dia menikah? Tidak ada satu pun orang di tempat itu yang tahu. Wajah Jelita langsung memerah. Dia tidak tahu harus menjawab apa.

Untungnya, perhatian Baskara segera beralih kepada Zaskia.

"Kamu Zaskia, bukan?"

Zaskia tidak menjawab pertanyaannya, tetapi malah berkata, "Kamu bilang lukisan Master Lamting itu coretan anak kecil? Aku harap kamu bisa minta maaf sama Master Lamting."

"Aku nggak salah bicara," jawab Baskara dengan wajah polos.

Lukisan itu sebenarnya dikenali oleh Baskara. Pelukisnya bukan orang lain, melainkan dirinya sendiri. Ketika membuat lukisan ini, Baskara baru berusia delapan tahun.

Tujuan melukis burung bangau ini juga sederhana. Di Gunung Batura, terdapat sekawanan bangau yang selalu membuatnya tergiur, tetapi dia tidak pernah berhasil menangkapnya.

Akhirnya, Baskara menemukan ide untuk melukis bangau yang terlihat sangat nyata, agar burung-burung itu tertarik mendekat. Dia akan bersembunyi di dekatnya dan menangkap mereka.

Dengan demikian, lahirlah lukisan ini. Sejak saat itu, sekawanan bangau tersebut mengalami nasib buruk. Hingga usianya menginjak sembilan tahun, semua bangau di gunung itu habis disantap olehnya. Setelah itu, lukisan ini pun dia tinggalkan begitu saja.

Kalau bukan karena melihatnya lagi hari ini, Baskara mungkin sudah melupakan keberadaan lukisan ini.

"Dasar bodoh! Lukisan ini adalah karya Master Lamting, seniman lukis terbaik saat ini. Dibeli sama Bu Zaskia dengan harga 200 miliar! Beraninya kamu menghina karya Master Lamting!" ejek seorang pemuda dengan nada dingin.

Plak!

Baru saja pemuda itu selesai bicara, Baskara langsung menamparnya.

Pemuda itu memegangi wajahnya sambil mundur dengan terhuyung-huyung. Dari mulutnya keluar darah dan dua buah gigi yang copot. Pemuda itu menunjuk Baskara dengan marah dan berteriak, "Berani sekali kamu memukulku!"

Plak!

Tamparan kedua mendarat di sisi lain wajah pemuda itu, membuat wajahnya bengkak. Semua orang yang melihat kejadian itu terkejut. Suami Jelita ini ternyata sangat kasar dan brutal.

"Bicara yang sopan sama aku. Aku nggak suka dengar orang mengumpat," kata Baskara dengan dingin.

Barulah orang-orang menyadari alasan pemuda itu dipukul. Ternyata karena dia memaki Baskara. Pemuda itu tahu dirinya salah. Walaupun merasa tidak terima, dia tidak berani membalas.

"Cukup! Meski kamu menantu Keluarga Biaani, kalau kamubuat keributan di sini, silakan keluar!" kata Zaskia dengan nada dingin. Rasa jijiknya terhadap Baskara sudah mencapai puncaknya.

Di matanya, Baskara adalah pria yang kasar, menjijikkan, dan memiliki kecenderungan kekerasan.

"Selain itu, kamu bilang lukisan Master Lamting buruk. Apa buktinya? Kalau nggak bisa buktikan, lebih baik keluar. Kami nggak menerima penghinaan terhadap Master Lamting," lanjut Zaskia dengan tajam.

"Beri aku kertas dan pena," kata Baskara santai.

"Kamu mau apa?" tanya Jelita dengan suara pelan.

"Kamu kan tadi bilang nggak kenal aku?" Baskara meliriknya sekilas.

Jelita tersenyum kaku. 'Dasar pendendam', pikirnya dalam hati.

"Berikan padanya," kata Zaskia dingin. Dia penasaran apa yang ingin dilakukan Baskara. Mungkinkah dia ingin menggambar sesuatu untuk membuktikan ucapannya?

Semua orang bisa menebak kemungkinan itu, tetapi mereka menganggapnya sangat lucu. Master Lamting adalah seniman terbaik di era ini, setara dengan para maestro seni kuno.

Seorang pemuda yang baru berusia sekitar 20-an berani-beraninya mencoba melampaui Master Lamting? Itu benar-benar menggelikan.

Alat lukis pun disiapkan. Baskara membuka lembaran kertas, terdiam sejenak, lalu membayangkan kembali rasa burung bangau yang dimasaknya .... Bukan, maksudnya, gerakan anggun kawanan bangau yang menari di puncak gunung.

Dalam sekejap, Baskara mulai melukis. Semua orang memperhatikan dengan mata terbelalak. Di bawah goresan tangannya, pemandangan pegunungan yang menjulang mulai terbentuk, dihiasi burung-burung bangau yang menari.

Setiap bangau memiliki pose yang unik: ada yang tersembunyi di balik awan, hanya menampakkan kepala dan ekornya; ada yang bermain-main di udara, saling mengejar dengan ceria.

Lukisan itu tampak hidup, seakan-akan membawa penonton ke dalam dunia yang nyata. Semua orang terhanyut dalam keindahan lukisan itu, merasakan ketenangan yang langka.

Di bawah goresan tangan Baskara, hati mereka seolah menjadi damai.

"Master Lamting ...."

Dalam hati Zaskia, muncul keterkejutan yang luar biasa.

Sebagai penggemar berat Master Lamting, dia langsung mengenali gaya lukisan itu. Dua lukisan itu memiliki teknik yang sama persis. Hanya saja, karya yang baru saja dibuat oleh Baskara terasa lebih matang dan menyatu dengan alam, seolah menjadi bagian dari harmoni dunia.

Identitas Master Lamting selalu misterius dan belum pernah muncul di depan publik. Banyak spekulasi yang mengatakan dia adalah seorang pria tua, ada juga yang mengira dia seorang pria paruh baya.

Namun, tidak ada yang pernah menduga bahwa dia hanyalah seorang pemuda berusia sekitar 20-an.

Lukisan burung bangau yang muncul 11 tahun lalu. Dilihat dari usia Baskara sekarang, bukankah itu benar-benar hanya coretan seorang anak kecil?

"Lukisan ini kuberikan untukmu. Lebih baik dari lukisan burung bangau itu," kata Baskara sambil tersenyum.

Sebelas tahun telah berlalu, kemampuan seni lukisnya semakin sempurna. Jika gurunya yang ketiga ada di sini, pasti dia akan memujinya. Perkataan Baskara menyadarkan Zaskia dari lamunannya.

Dia segera berkata, "Terima kasih, Master. Cepat, bawa lukisan ini dan simpan dengan baik. Pak, bolehkah kita bicara sebentar?"

"Tunggu sebentar, Anak Muda. Gimana kalau lukisan ini kamu jual ke aku? Aku tawar 200 miliar," ujar seorang pria tua yang tiba-tiba berdiri dan berkata dengan lantang.

"Pak Karno, kamu keterlaluan sekali! Dengan pengalamanmu, aku yakin kamu tahu betapa berharganya lukisan ini. Dua ratus miliar? Kamu mau bohongin anak kecil, ya?" Zaskia memprotes dengan tegas.

Pria itu adalah Karno, Ketua Asosiasi Pelukis Kota Mentari. Dia juga dikenal sebagai maestro seni kontemporer. Jika Zaskia bisa melihat nilainya, tentu pria seperti Karno juga sudah menyadarinya.

"Zaskia, keluarga kalian sudah punya lukisan burung bangau. Gimana kalau lukisan ini kamu berikan padaku? Aku tawar 400 miliar," ujar Karno dengan gigih sambil menggertakkan giginya.

"Hei, Pak Tua, siapa kamu sebenarnya? Lukisan ini untuk tunanganku, kamu ikut campur apa?" Baskara berkata dengan nada tidak puas.

"Bukannya untukku?" Zaskia tertegun. Dia melirik Jelita, mulai ragu apakah dia terlalu percaya diri sebelumnya.

"Tentu saja untukmu. Jelita adalah istriku dan kamu tunanganku," kata Baskara dengan wajah serius.

Semua orang yang hadir langsung kehabisan kata-kata. Mereka mungkin pernah bertemu orang tidak tahu malu, tetapi seseorang seperti Baskara ini adalah pengalaman pertama bagi mereka.

Zaskia tidak tahu harus tertawa atau menangis. Dia hendak menyangkal pernyataan itu ketika Baskara mengeluarkan selembar dokumen dan menyerahkannya padanya. Zaskia menerima dokumen itu, membukanya, dan seketika tubuhnya gemetar.

Itu adalah sebuah surat perjodohan dan di dalamnya tertulis jelas namanya. Nama yang menandatangani dokumen itu adalah ayahnya sendiri. Dia sangat yakin dengan tulisan tangan ayahnya. Itu tidak mungkin salah.

Namun, apa maksud semua ini? Kenapa dia tidak tahu bahwa dia memiliki seorang tunangan?