Bab 5

Jelita terkejut dan langsung berlari keluar.

"Ah." Dia juga berteriak kaget. Kenapa kakak sepupunya kembali?

Wajah Sandra tampak muram dan sorot matanya tampak penuh amarah. Dia menatap Jelita dengan tajam dan bertanya, "Jelita, coba jelaskan ini! Kenapa di kamarku ada seorang pria?"

Pada saat itu, Baskara berkata dengan wajah seolah-olah teraniaya, "Istriku, kamu harus bela aku! Dia sudah tidur samaku, kehormatanku sudah hilang!"

Jelita membuka mulutnya lebar-lebar. Apa-apaan ini, mengejutkan sekali?

Sandra hampir kehilangan akal. Dia buru-buru pulang semalaman, tapi malah menemukan dirinya tidur semalam suntuk dengan seorang pria. Tiba-tiba, dia menyadari panggilan Baskara kepada Jelita.

Istri?

Pria ini suami Jelita?

"Siapa dia sebenarnya?" tanya Sandra.

Jelita buru-buru menjelaskan, "Kak, jangan marah. Namanya Baskara, kami baru kenalan kemarin ...."

"Apa? Berani sekali kamu bawa pria yang baru kenal kemarin ke rumah? Apa nggak ada lagi yang bisa mengurusmu karena kondisi Paman sekarang?" tuding Sandra dengan mata membelalak.

Dia pulang terburu-buru setelah mendengar bahwa Marten dalam kondisi kritis, dengan niat untuk memberikan dukungan kepada sepupunya.

Namun, sikap Jelita membuatnya sangat kecewa.

"Ayahku sudah nggak apa-apa, dia sudah sembuh," ujar Jelita sambil menjulurkan lidah, lalu menambahkan, "Baskara yang menyembuhkannya."

"Dia?"

Sandra menunjuk Baskara dengan wajah penuh keraguan. Melihat usia Baskara yang mungkin baru menginjak 20-an, rasanya sulit dipercaya dia memiliki kemampuan medis yang hebat.

"Iya, kemarin ayahku sudah hampir meninggal, lalu Baskara menyelamatkannya," kata Jelita.

Mengingat kejadian kemarin, Jelita masih merasa terkejut. Ternyata benar-benar ada seseorang dengan kemampuan medis yang begitu luar biasa. Mampu menghidupkan kembali orang yang sudah di ambang kematian.

"Nggak mungkin. Orang mati nggak bisa hidup kembali! Paling-paling itu cuma mati suri. Kalian semua pasti tertipu sama dia. Gimana kondisi ayahmu sekarang? Sudah membaik?" Sandra tetap tidak percaya sedikit pun.

Jelita mengeluarkan ponselnya dan membuka sebuah video.

Dalam video itu terlihat Marten sedang bermain golf, berbincang-bincang sambil tertawa dengan orang-orang. Video tersebut baru saja dikirim oleh Marten kepadanya.

"Bagaimana mungkin?" Sandra berseru kaget.

Orang yang hampir sekarat, bahkan jika disembuhkan, tidak mungkin keesokan harinya langsung bisa bangun dan bermain golf.

"Kalian sudah selesai bicara? Di sini masih ada orang, tahu," suara Baskara terdengar.

Kedua wanita itu akhirnya kembali memusatkan perhatian pada Baskara.

"Dia sudah tidur denganku. Masa kalian nggak mau memberikan penjelasan? Aku ini bukan orang sembarangan," kata Baskara dengan nada tidak puas.

"Kamu benar-benar mengerti ilmu pengobatan?" Sandra tidak memedulikan ucapannya dan malah bertanya dengan nada dingin.

Baskara menatapnya sekilas dan berkata, "Tentu saja. Kamu menderita Sembilan Nadi Mematikan dan kamu masih bisa hidup sampai sekarang. Sepertinya ada seseorang yang cukup hebat dalam ilmu pengobatan yang memperpanjang hidupmu. Tapi, aku yakin dia harus membayar harga yang sangat mahal."

Tubuh Sandra langsung bergetar hebat.

"Apa itu Sembilan Nadi Mematikan?" tanya Jelita dengan penasaran.

"Itu adalah salah satu jenis urat kematian. Biasanya, orang dengan kondisi tubuh seperti itu tidak bisa hidup lama. Sepupumu ini, saat kecil ada yang memperpanjang hidupnya. Kalau tidak, dia tidak akan bisa bertahan sampai usia enam belas tahun."

"Tapi, kemampuan orang itu terbatas. Dia hanya memperpanjang hidupnya selama sembilan tahun. Sekarang ini, sepertinya sudah memasuki tahun kedelapan, bukan?"

Jelita bertanya dengan cemas, "Kak, apa yang dikatakan Baskara itu benar?"

Dalam hati, Sandra sangat terkejut. Bagaimana mungkin seseorang yang baru bertemu langsung bisa melihat kondisi tubuhnya?

Namun, dia tidak ingin Jelita khawatir. Dia segera menjawab, "Dia cuma omong kosong, masa kamu percaya? Kamu tahu kan, tubuhku ini sehat sekali."

Setelah berkata demikian, dia menambahkan, "Sudahlah, aku mau lihat keadaan ayahmu. Nanti kalau aku kembali, aku ingin dia sudah keluar dari kamarku."

Sandra bergegas berbalik dan hendak segera pergi.

Dia sebenarnya tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan Baskara. Selain itu, dia juga benar-benar ingin memastikan kondisi Marten, apakah memang seperti yang dikatakan Jelita.

"Kamu nggak perlu menyangkal. Dengan kondisi tubuhmu, aku bisa menyembuhkanmu. Aku jamin kamu akan sembuh total," suara Baskara terdengar lagi.

Tubuh Sandra kembali gemetar. Dia terhenti di tempatnya, berpikir sejenak, lalu pergi tanpa menoleh ke belakang.

"Kakak benar-benar sakit?" tanya Jelita dengan penuh kekhawatiran.

"Penyakitnya nggak ringan. Dia hanya punya sembilan bulan lagi untuk hidup. Pada ulang tahunnya berikutnya, Sembilan Nadi Mematikan akan meledak, dan dia pasti nggak akan tertolong lagi, bahkan dewa sekalipun nggak akan bisa menyelamatkannya," jawab Baskara.

Mata Jelita memerah. Setelah ibunya meninggal, satu-satunya orang yang benar-benar peduli padanya di dunia ini hanyalah ayahnya dan sepupunya.

"Tolonglah selamatkan Kak Sandra," pinta Jelita mengingat perkataan Baskara sebelumnya.

"Nggak bisa," Baskara menolak tegas.

"Kenapa?"

"Keluargaku nggak sembarangan mengobati orang lain. Kami nggak akan merendahkan diri seperti itu. Kalau dia ingin hidup, biarkan dia datang memohon padaku. Aku akan menyembuhkannya," kata Baskara dengan nada sombong.

Mendengar ucapannya, Jelita merasa lega. Dia berkata dengan yakin, "Aku akan bujuk Kak Sandra."

Setelah melihat waktu, Jelita tiba-tiba terkejut dan berkata, "Kita harus cepat! Kalau nggak, kita akan ketinggalan acara apresiasi karya Master Lamting. Kamu masih mau bertemu tunanganmu, 'kan?"

Baskara langsung bangkit dari tempat tidur.

Setelah mereka berpakaian rapi dan makan sedikit, Jelita segera mengemudikan mobilnya. Di lapangan golf, Sandra melihat Marten dan menunjukkan ekspresi tak percaya.

"Sandra, sudah kuduga kamu bakal datang. Sudah ketemu Jelita belum?" tanya Marten sambil tertawa setelah meletakkan tongkat golfnya.

Sandra memandangnya dengan tak percaya, lalu bertanya dengan kaget, "Sudah ketemu. Paman benaran nggak sakit lagi?"

"Bukan sakit, tapi diracun. Aku hampir saja meninggal, tapi Baskara menyelamatkanku. Oh ya, sekarang dia juga sudah jadi suami Jelita," kata Marten sambil tersenyum.

Mendengar itu, Sandra tidak bisa menahan diri lagi. Dia berkata dengan nada tak puas, "Paman, kenapa Paman setuju Jelita nikah sama orang seperti dia?"

Marten tampak terkejut. Tampaknya Sandra tidak memiliki kesan baik terhadap Baskara.

"Baskara itu orang yang sangat berbakat. Aku kemarin sudah hampir mati, tapi dia bisa menyelamatkanku. Jelita nggak akan rugi kalau nikah sama dia. Lagi pula, kalau dia jadi suami Jelita, dia pasti mau bantu kamu memperpanjang hidupmu."

Sandra membuka mulutnya, tetapi tidak bisa berkata apa-apa. Pamannya benar-benar luar biasa baik terhadapnya.

"Sepupumu itu polos dan naif. Aku nggak mungkin bisa menjaganya seumur hidup. Cuma kamu yang bisa selalu menemaninya dan merawatnya."

"Aku akan jaga Jelita dengan baik dan nggak akan membiarkan siapa pun menyakitinya," kata Sandra dengan serius.

Baskara dan Jelita tiba di acara apresiasi karya Master Lamting. Acara tersebut dipenuhi oleh banyak orang, mulai dari para sastrawan hingga para konglomerat terkemuka di kota kecil itu.

Namun, begitu Baskara melihat karya Master Lamting, dia langsung tertegun.

Melihat Baskara terdiam, Jelita berkata dengan bangga, "Gimana? Master Lamting dijuluki sebagai seniman lukis terbaik di negeri ini. Lukisan bangau ini adalah karya terpopulernya. Bahkan, pernah dilelang dengan harga 200 miliar! Lukisan ini adalah salah satu mahakarya terbaik di dunia seni saat ini."

Ekspresi Baskara menjadi aneh. Dia berkomentar, "Apa? Mahakarya terbaik? Ini cuma coretan anak kecil. Apa kalian nggak punya kemampuan menilai seni sedikit pun?"

Suaranya memang tidak terlalu keras, tetapi cukup untuk didengar oleh beberapa orang di sekitar. Seketika, banyak mata memandangnya dengan penuh kemarahan.

Orang-orang yang hadir di acara ini sebagian besar mengaku sebagai penggemar setia Master Lamting, karena itu memberi mereka kesan sebagai pencinta seni yang berkelas.

Mereka tentu saja merasa perlu mati-matian membela Master Lamting. Namun, kalau ditanya apa yang membuat lukisan itu begitu hebat, hanya sedikit yang bisa menjelaskannya.

"Kamu bilang karya Master Lamting cuma coretan anak kecil? Apa hakmu berani berkata seperti itu?"

Suara dingin seorang wanita terdengar. Tak lama kemudian, seorang wanita tinggi, cantik, dengan tubuh proporsional, muncul. Dia mengenakan pakaian profesional yang rapi dan wajahnya yang cantik tampak marah.

Wanita itu adalah Zaskia Handari.

Namun, Baskara justru menatap ke arah dada Zaskia dengan ekspresi serius, memperhatikan dadanya yang jelas menonjol.

Baskara berpikir dengan yakin, 'Anak-anaknya nanti pasti nggak akan kelaparan.'