Share

Bab 3

Denis juga sedikit tidak percaya saat melihat hasilnya. Dia ingin menghiburku, tapi tidak ada satu kata pun yang dapat menghiburku.

Aku sejak dulu tidak pernah ingin punya anak. Sampai sekarang pun aku tidak bisa menerima kehadiran anak dalam pernikahanku.

Tapi aku sangat cinta kepada Galih, sedangkan Galih sangat suka dengan anak-anak. Aku tidak sanggup berkata tidak. Aku tidak pernah mengaku padanya bahwa aku sudah operasi sterilisasi jauh sebelum bertemu dengannya.

Dia sangat cemas karena tidak kunjung hamil dan hampir pergi periksa ke rumah sakit untuk itu.

Aku tahu tindakan dan keinginanku sangat egois. Tapi aku tetap tidak terima istriku selingkuh.

Kami sudah menikah bertahun-tahun. Aku masih belum bisa percaya bahwa Galih mengkhianatiku. Siapa tahu, mungkin satu kali itu aku benar-benar bisa membuatnya hamil?

Denis seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi mengurungkan niatnya. Dia akhirnya hanya menyarankan kepadaku agar datang lagi setelah usia kandungan lebih besar untuk tes DNA.

Tapi, waktu yang disarankan adalah usia kandungan delapan minggu. Aku sudah di luar negeri pada saat itu.

Sesampainya di rumah, Galih duduk meringkuk di sofa dengan wajah cemberut, tidak membukakan pintu untukku.

Biasanya, aku akan segera meminta maaf kepadanya di tempat tidur begitu melihat dia seperti ini. Tapi suasana hatiku benar-benar sedang tidak menentu. Aku bahkan tidak tahu siapa ayah bayi dalam perutnya!

Hatiku terasa seperti ditindih batu besar, tapi aku berusaha untuk menghibur diriku sendiri. Sebelum hasil pastinya diketahui, aku harus selalu menutup mulutku rapat-rapat.

"Sayang, kamu kenapa?"

"Huh, masih tanya? Kamu pergi lama sekali, pesanku nggak dibalas. Aku ditinggal sendirian di rumah ...."

Galih mulai menangis kesal dan sedih, berbeda dari sebelumnya. Dia biasanya menangis untuk merangsang perasaanku dan mewarnai suasana di tempat tidur.

Ini mungkin salah satu efek kehamilan.

Aku duduk dan mendekapnya dengan lembut, menahan rasa mual dalam hatiku, lalu menciumi bibir dan lehernya untuk menghiburnya.

Galih jelas terpancing dengan godaanku. Dia memang seperti ini. Kebutuhannya sangat tinggi dan dia tahu macam-macam trik dalam hubungan. Pikirannya sangat terbuka soal hal semacam ini.

Dia menggiring tanganku ke bawah dan masuk tanpa hambatan.

"Jangan, kamu masih hamil muda!"

Aku lalu cepat-cepat melarikan diri ke kamar mandi. Sentuhan basah itu benar-benar menyulut hatiku. Aku takut tidak bisa menahan diri kalau lanjut lebih lama lagi.

Sekarang bukan waktunya.

Saat aku berangkat kerja di hari Senin, aku mengatakan kepada bosku bahwa istriku sedang hamil, jadi aku tidak bisa pergi ke luar negeri dalam waktu satu atau dua tahun ke depan. Untungnya, bosku pun maklum. Aku jadi sedikit lebih lega.

Selama satu bulan berikutnya, aku merawat dan memperhatikan Galih dengan rajin. Tetap menjadi suami yang baik serta ayah yang lebih baik lagi.

Aku berusaha agar tidak terlalu banyak bersentuhan dengan Galih. Tapi dia selalu merayuku dengan segala macam cara setiap hari. Sayangnya, aku tetap tidak tergerak.

Dia menguji batas kesabaranku dengan kesal, ingin melihat seberapa kokohnya kendali diriku.

Aku berkata bahwa aku melakukan ini demi dia dan anak kami, tapi dalam hatiku tidak menyimpan emosi apa-apa. Ini hanya reaksi naluriah tubuh yang bisa aku atasi.

Aku tidak bisa menyentuhnya sebelum memastikan kebenaran.

Pada hari kedua setelah usia kandungannya beranjak delapan minggu, aku mengatakan kepadanya bahwa aku ingin membawanya ke rumah sakit Denis untuk periksa lanjutan. Alasanku, peralatan di sana lebih canggih dan tenaga medisnya lebih berpengalaman.

Senyum di wajah Galih seketika membeku setelah mendengar nama Denis, tapi segera kembali. Dia lalu mengangguk mengiakan.

Tapi aku tetap melihat sesaat keraguan itu.

Saat kami tiba di rumah sakit, Denis sedang tidak bertugas. Katanya sedang ada rapat. Yang menyambut kami adalah Cakra, sekretaris Denis.

Kami sudah saling kenal sebelumnya.

Saat menaiki tangga, Galih tampak sedikit melamun dan hampir terjatuh. Cakra bergerak lebih cepat dariku dan membantu menopang tubuh istriku. Tangannya bahkan tidak sengaja menyentuh bagian ujung buah dada istriku sampai membuat Galih bergidik.

Ini adalah pemandangan yang sangat aneh, tapi Cakra segera melepas pegangannya. Galih cepat-cepat melangkah naik tangga dan menggandeng lenganku. Tangan lembutnya mengusap-usap lembut kulitku, sedikit menenangkan.

Aku spontan melirik ke arah Cakra yang sudah berpaling dan melangkah maju. Tergambar sebuah senyuman aneh di bibirnya.

Karena tes DNA ini kulakukan tanpa sepengetahuan Galih, aku harus berdalih agar dia mau melakukannya. Untungnya, dia tampak sangat perhatian dengan anak ini dan menjalani tes tanpa ragu setelah mendengar bahwa semua ini demi kebaikan anak itu.

Tes-tes lain menunjukkan bahwa janinnya baik-baik saja, tapi hasil tes DNA baru bisa keluar paling cepat besok.

Selesai tes, aku meminta Galih duduk dan beristirahat sebentar. Aku ingin mencari Denis. Melihat hal ini, Cakra segera meyakinkan bahwa dia akan menjaga Galih dengan baik di sini.

Padahal aku justru semakin tidak tenang dengan adanya dia di sini. Aku sangat curiga dia punya niat tidak baik. Sorot matanya telah menjelaskan segalanya!

Tapi aku tetap menampakkan wajah biasa-biasa saja dan mengangguk padanya, segera berjalan pergi. Setelah tiba di tempat tersembunyi, aku diam-diam berbalik dan memperhatikan mereka. Kecurigaanku pun terbukti!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status