Share

Bab 2

"Sayang, kamu sekarang calon ayah!"

Aku mengeluarkan alat tes kehamilan itu dengan mata membelalak. Beberapa detik berlalu sampai aku tersadar kembali.

"Ini ... beneran?"

Galih tampak geli melihat wajahku yang tercengang. Dia melingkarkan tangannya di leherku dan cemberut, bertanya apakah aku tidak senang.

Akhirnya aku tersadar bahwa reaksiku agak kurang normal. Aku menjelaskan padanya bahwa aku hanya terlalu terkejut, lalu aku bertanya hadiah apa yang dia inginkan.

Galih pun tersenyum lebar penuh arti.

"Aku nggak mau hadiah apa-apa. Aku cuma ingin kamu tulus kepadaku, selalu mencintai aku dan anakku."

Sambil bicara, tangannya menggerayang ke bawah, membuat tubuh bagian bawahku semakin bersemangat dan terangkat tinggi tak terkendali.

Api yang tadi belum padam pun menyala semakin membara. Tapi Galih masih hamil muda, aku takut terjadi sesuatu padanya, jadi aku hanya menutup mata dan pergi mendinginkan diri di kamar mandi.

Saat aku keluar, Galih sedang bermain ponsel dan berceloteh tentang hal-hal yang harus diperhatikan mulai sekarang.

Aku menjawabnya, yang penting sekarang adalah pergi ke rumah sakit dulu untuk memeriksakan usia kandungan dan kesehatan janin.

Galih mengangguk-angguk dan membenamkan dirinya dalam pelukanku. Dia mengeluh bahwa sudah mulai bodoh meski baru di awal kehamilan. Ujarnya, untunglah anak kami punya ayah yang pintar sepertiku.

Keesokan harinya kebetulan hari minggu, jadi aku bisa menemaninya pergi ke rumah sakit pagi-pagi sekali. Setelah tes darah, Galih bisa dipastikan hamil empat minggu.

Galih sangat senang dan lanjut meminta saran serta apa saja yang harus diperhatikan sehari-hari. Aku sampai tidak bisa menyela. Saat kami keluar, wajahnya tampak gelisah.

"Rama, kamu nggak senang aku hamil ya?"

Aku tersentak dan buru-buru menyangkalnya.

"Kita akhirnya punya anak setelah menikah sepuluh tahun. Mana mungkin aku nggak senang?"

"Tapi kenapa kamu nggak mendengarkan penjelasan dokter tadi?"

Rupanya dia tidak senang dengan sikapku tadi. Aku segera menjelaskannya, sambil menghibur dan membujuk cukup lama hingga akhirnya dia tersenyum cerah lagi.

Saat memasuki mobil, dia tidak pergi ke kursi sebelah seperti biasanya. Dia mengikutiku di kursi pengemudi dan duduk di atas pangkuanku. Melihat wajahku yang mulai memerah, dia tersenyum puas.

Melihat ekspresi bangga itu, mau tak mau aku mengancam.

"Sayang, jangan menatapku seperti itu. Kamu pikir aku nggak berani menyentuhmu sekarang?"

Galih terkejut menerima tatapanku dan berusaha mengingatkan dengan terbata-bata.

"K-kata dokter ... sekarang nggak boleh ..."

Meski begitu kata-katanya, mata lebar Galih berkata lain. Aku tahu apa yang ada dalam pikirannya, tapi tidak sekarang. Setidaknya, tunggu sampai kandungannya berusia empat bulan.

Lagi pula, aku juga tidak ingin melakukannya sekarang.

Setelah mengantar istriku pulang, aku pamit pergi ke kantor karena ada urusan mendadak. Meski Galih sedikit tidak senang, dia tidak mengeluh. Tidak ada yang namanya akhir pekan di lokasi konstruksi, jadi wajar saja ada sesuatu yang tidak terduga.

Aku tidak ke pergi ke kantor, tapi ke sebuah rumah sakit swasta yang dipimpin oleh teman masa kecilku, Denis Linata.

Saat Denis melihatku, dia mengangkat alisnya dan bersiul, terlihat seperti seorang playboy.

Tapi aku sedang tidak ingin bercanda dengannya. Aku sedang gelisah.

"Denis, tolong periksa aku bisa punya anak atau nggak!"

Rahang Denis menganga begitu mendengar kata-kataku.

"K-Kak Rama, bukannya kamu penganut setia hidup childfree? Dan ... kamu bisa punya anak atau nggak, 'kan baru bisa tahu kalau sudah melakukannya."

Ini adalah hal yang sulit dibicarakan dengan orang lain, tapi di depan sahabat yang sudah berteman denganku sejak kecil, aku tidak lagi peduli.

"Istriku hamil. Aku curiga itu bukan anakku."

Denis semakin terkejut. Mulutnya membuka mengatup beberapa kali, tapi tidak keluar satu kata pun.

Aku mengikutinya masuk, dan setelah periksa, ternyata aku benar-benar tidak punya sperma. Satu pun bahkan tidak ada.

Bayi itu benar bukan anakku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status