Setelah membereskan semuanya, hari sudah larut malam. Sinar bulan yang putih menyinari ruang tamu, membuat suasana di ruang tamu terasa makin sepi.Aku memaksakan diriku untuk berjalan ke kamar. Ketika melihat dekorasi kamar pengantin, aku merasa sangat ironis. Hiasan di ranjang belum disingkirkan. Hanya saja, aku terlalu lelah hari ini.Aku langsung menyapukan semuanya ke lantai, lalu berbaring di ranjang yang empuk. Ketika mengecas ponselku, aku tidak sengaja melihat unggahan Melisa.[ Aku sangat beruntung memilikimu. ]Foto di atas adalah foto Melisa dan Reyhan berpelukan. Keduanya bertatapan dengan penuh kasih sayang. Jarak keduanya sangat dekat. Di jari mereka, terlihat cincin pasangan.Jika itu dulu, aku pasti sudah marah melihat unggahan ini. Aku pasti mencari Reyhan untuk meminta penjelasan. Namun, sekarang aku langsung mematikan ponselku dan tidur.Beberapa hari selanjutnya, aku tidak menerima pesan apa pun dari Reyhan. Hanya saja, aku sering melihat foto Reyhan di unggahan Me
Aku melirik gelang giok di tangan Melisa. Harganya seharusnya sekitar miliaran. Kemudian, aku menatap Reyhan dan menyahut, "Sesuai yang kubilang. Kamu memberinya gelang, lalu memberiku sisanya. Kamu rasa aku cuma pantas dapat barang sisa?"Reyhan mungkin tidak mengira aku akan berbicara begitu blak-blakan. Untuk sesaat, dia tampak canggung.Sementara itu, Melisa berkata, "Jangan marah, Kak. Kak Reyhan beli gelang ini karena aku suka. Aku bisa memberikannya padamu kalau kamu marah. Jangan marah pada Kak Reyhan cuma karena aku. Nggak pantas sekali."Meskipun berkata demikian, Melisa sama sekali tidak punya niat melepaskan gelangnya. Dia hanya menatap Reyhan dengan sedih. Air matanya mulai menetes.Ketika melihat Melisa sesedih ini, Reyhan langsung mendekapkannya ke pelukan. Tatapannya yang kesal sontak tertuju padaku. "Melisa, jangan dengarkan omongannya. Gelang itu sudah diberikan kepadamu, jadi itu milikmu. Lilies memang pelit dan perhitungan."Aku melirik mereka sekilas tanpa melontar
Reyhan tidak pulang semalaman. Aku sama sekali tidak kaget karena ini bukan pertama kalinya. Namun, setelah selesai mandi, aku malah melihat Reyhan yang pulang dengan membawa sarapan beserta Melisa yang mengikuti di belakang.Ketika melihatku keluar, Reyhan meletakkan sarapan di atas meja dan menjelaskan, "Semalam kami main kemalaman. Melisa nggak berani sendirian, jadi aku antar dia pulang. Karena sudah tengah malam, aku nginap di rumahnya."Melisa merangkul lengan Reyhan sambil memprovokasi, "Ya, Kak Lilies. Kamu nggak ngambek, 'kan?"Aku hanya mengangguk tanpa merespons. Reyhan seperti merasakan sikap dinginku, jadi bertanya dengan lembut, "Kamu bilang mau nonton film yang baru dirilis itu, 'kan? Kebetulan aku nggak sibuk hari ini. Kita nonton ya?"Film itu mendapat banyak ulasan bagus. Aku berkali-kali mengajak Reyhan pergi nonton, tetapi dia terus menolakku. Dia selalu bilang banyak pekerjaan di kantor. Namun, beberapa hari kemudian, aku malah melihat unggahan Melisa.[ Film terba
"Lilies, sudah kubilang sejak awal. Kamu nggak bisa menjadikan hamil sebagai alasan bertindak nggak masuk akal. Cepat minta maaf pada Melisa! Kalau nggak, aku bakal menceraikanmu sekarang juga!" hardik Reyhan.Seketika, aku tertawa saking kesalnya. Aku langsung mengeluarkan surat perjanjian cerai yang telah kusiapkan, lalu berkata, "Ayo, kita bisa pergi mengurus perceraian sekarang juga."Reyhan melirik sekilas surat perjanjian cerai itu. Wajahnya berubah drastis. Dia menatapku dengan tatapan suram. "Lilies, kamu lagi hamil. Aku tahu kamu lagi sensitif karena hamil. Aku bakal maafin kamu."Aku menatapnya dengan sinis. Sesaat kemudian, aku baru menyahut, "Reyhan, kamu pasti tahu aku serius atau nggak."Ekspresi Reyhan membeku. Melisa yang berdiri di samping ingin berbicara, tetapi malah disela oleh Reyhan, "Melisa, kamu pulang dulu. Ada yang ingin kami bicarakan berdua."Melisa masih ingin berbicara. Ketika melihat pembagian properti pada surat itu, matanya seketika terbelalak. Dia ingi
Reyhan mencengkeram lenganku dengan murka. "Sikap macam apa kamu ini? Aku ayah anak itu! Aku suamimu! Masa aku nggak berhak tahu hasil pemeriksaannya?"Aku ingin menarik tanganku, tetapi Reyhan mencengkeram dengan sangat erat. Pada akhirnya, aku melayangkan tamparan ke wajahnya. "Reyhan! Kamu rasa kamu pantas jadi ayah anak ini?"Reyhan sepertinya naik pitam mendengar omonganku. Tenaganya makin kuat. Dia menghardik, "Kenapa nggak pantas? Asal kamu tahu, sekalipun kita cerai, aku tetap bisa mendapat hak asuh anak. Jangan harap kamu bisa menemuinya nanti! Aku ...."Sebelum Reyhan menyelesaikan ucapannya, ayahku sudah kembali. Ketika melihat situasi ini, ayahku sontak meninju wajah Reyhan. "Asal kamu tahu, anakmu sudah tiada! Kamu masih mau hak asuh anak? Cari saja di tong sampah!"Reyhan menatapku dengan tidak percaya. Jari tangannya bergetar. Dia menunjukku dan ingin memarahiku, tetapi Melisa yang berada di belakang tiba-tiba memanggil dengan lemas, "Kak Reyhan ...."Namun, kali ini Rey
Setelah mereka pergi, ibuku menatapku dengan tidak setuju. "Lilies, kamu benaran mau balikan dengan Reyhan? Kamu takut nggak ada tempat bagimu setelah cerai ya? Tenang saja. Sekalipun kamu cerai, Ayah dan Ibu tetap bisa menghidupimu."Aku menatap ibuku dengan terharu. Mataku berkaca-kaca, tetapi aku menolak, "Tenang saja, Ibu. Aku nggak bakal melanjutkan hubunganku dengan Reyhan. Aku melakukan semua ini tentu karena punya alasan lain."Ibuku masih ingin berbicara, tetapi ketika melihat tatapanku yang begitu teguh, dia akhirnya mengurungkan niatnya dan hanya menggeleng dengan pasrah.Beberapa hari selanjutnya, Reyhan benar-benar tidak berhubungan dengan Melisa lagi. Dia memblokir semua kontak Melisa di hadapanku. Setiap hari, dia menemuiku.Setelah keluar dari rumah sakit, aku dan Reyhan kembali ke rumah kami. Melisa pernah datang mencari Reyhan beberapa kali, tetapi terus ditolak. Namun, aku tahu Reyhan tidak akan bisa tahan lama.Beberapa hari lagi adalah hari pemeriksaan lanjutanku.