"Kabari aku, segera. Aku akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk Mama." Luis berdiri lalu pergi.
"Apa kamu!" Rosa pergi meninggalkan Leo yang sendirian di ruangan Luis.
"Sensitif banget, jadi perempuan. Apa lagi PMS." Leo masih setia duduk di sofa.
Setelah menggerutu Leo mengambil ponselnya di dalam saku celana. Leo lalu menelepon Riko terlebih dahulu untuk membantunya untuk menyelidiki kasus penyerangan Rosa. Berkali-kali menelepon Riko tidak diangkat membuat Leo sedikit kesal.
"Halo!" Leo sedikit meninggi.
"Kenapa, Le." Riko dengan santai.
"Ke mana aja, sih? Di telepon dari tadi nggak diangkat."
"Sorry, aku lagi tugas penyelidikan. Soalnya habis ada pembunuhan."
"Tuan Luis, meminta kamu menyelidiki sesuatu."
"Di mana?" tanya Riko mulai antusias.
"Di rumah sakit Ahmad Yani, di bagian dokter tulang. Aku tidak mau tahu, kamu harus selidiki itu, nama pasien yang berobat, adalah Resa dan Bella."
Tut! Tut!
Telepon yang dimatikan oleh Leo begitu saja membuat Riko kesal, menurutnya tidak sopan. Riko langsung pergi dari tugas penyelidikannya ia berpindah ke tugas pemberian Luis. Riko tancap gas menuju rumah sakit Ahmad Yani.
Riko sedari tadi berpikir bagaimana cara menyelidiki kasus ini. Terkadang ia lupa jika ia polisi untuk mengintrogasi bisa mendapatkan wewenang. Sampai di rumah sakit, Riko masuk ke dalam menemui petugas bagian pendaftaran.
"Selamat pagi, ada Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Petugas.
"Maaf, Kak. Saya Riko ingin bertemu dengan
dokter spesialis ortopedi dan traumatologi yang bekerja di sini." Riko tanpa basa-basi.
"Tuan akan berobat 'kah?"
"Tidak, saya akan menyelidiki kasus, saya polisi." Riko sambil memberi tahu kartu keanggotaannya agar petugas percaya.
"Baik, Tuan tunggu sebentar, saya telepon, Dokter dahulu." Petugas pun pergi.
Dokter spesialis ortopedi dan traumatologi dikenal pula dengan dokter ahli bedah ortopedi dan ahli tulang, memiliki fokus untuk mengobati sekaligus melakukan perawatan pada sistem muskuloskeletal. Sistem ini terdiri dari otot, sendi, tulang, saraf, ligamen, dan jaringan tendon. Spesialis ortopedi dan traumatologi akan melakukan diagnosis dan pengobatan pada seseorang yang mengalami cedera muskuloskeletal. Kondisi ini kerap terjadi karena olahraga maupun berbagai aktivitas fisik lain, sehingga terhindar dari risiko cacat.
Beberapa tindakan medis yang dilakukan dokter spesialis ortopedi untuk menangani cedera dan penyakit pada sistem muskuloskeletal tubuh dari tindakan nonbedah hingga tindakan pembedahan. Ortopaedi adalah cabang ilmu kedokteran yang mengobati dan mencegah berbagai penyakit atau gangguan pada sistem muskuloskeletal, yaitu sistem pergerakan tubuh yang melibatkan fungsi tulang, persendian, ligamen, otot, pembuluh darah, saraf, tendon, serta tulang belakang. Dokter Spesialis Bedah Ortopaedi dan Traumatologi atau Dokter Ortopaedi adalah dokter yang memiliki fokus untuk menangani cedera dan penyakit pada sistem muskuloskeletal tubuh, mencakup tulang, sendi, tendon, otot, ligamen, dan saraf.
"Tuan, silakan Anda naik ke lantai 3, nanti cari saja Dokter Riana. Beliau sudah menunggu Anda di ruangannya."
"Terima kasih, Kak."
Riko melangkah pasti ke ruangan itu. Tanpa ragu Riko menuju lift setelah sampai lantai 3. Riko sempat kebingungan mencari ruangan Dokter Riana.
"Di mana sih, nggak ketemu, mana banyak banget lagi." Riko menggerutu. Sampai akhirnya Riko menemukan ruangan tersebut lalu mengetuknnya.
"Masuk!" teriak Riana dari dalam ruangannya.
Ceklek! Bunyi pintu itu terdengar sangat jelas di telinga Riko dan Riana. Riko bergeming saat melihat Riana. Entah mengapa jantungnya serasa berhenti seketika.
"Ka-akak Ri-iko." Riana terbata-bata saat melihat Riko berdiri hadapannya.
Mereka berdua seolah mengingatkan masa lalu mereka di saat itu. Di zaman masih remaja sekitar 18 tahun kelulusan sekolah yang telah usai beberapa hari lalu. Ternyata Riko dan Riana adalah mantan di zaman itu.
"Rik, aku mau ngomong sama kamu." Riana yang berdiri di samping Riko.
"Nanti dulu, aku lagi main, lagi war."
Riko yang masih main game COC (Clash of Clans) adalah permainan multipemain daring yang pemainnya membentuk komunitas yang disebut klan, melatih pasukan, dan menyerang pemain lain untuk mendapatkan sumber daya.
"Astaga, dia nggak mentingin perasaan aku malah, mentingin main game," jerit Riana yang mulai berkaca-kaca.
"Kita putus," lirih Riana sambil meneteskan air matanya lalu berjalan pergi.
Spontan Riko menghentikan permainannya. "Jangan bercanda kamu!" teriak Riko yang melihat Riana sudah mulai menjauh.
Riana yang terus berjalan meninggalkan Riko, ia tidak peduli saat Riko bereaksi. Riko sedikit berlari lalu meraih tangan Riana. Otomatis Riana menghentikan langkahnya lalu membalikkan badan langsung menatap Riko.
"Jangan nangis, dong. Maafin aku. Aku salah." Riko memohon kepada Riana.
"Maaf, aku harus pergi."
Setelah kejadian itu Riana pergi keluar negeri untuk belajar. Namun, Riko berpikir Riana pergi karena dirinya yang mengacuhkan. Seperti takdir mempertemukan mereka berdua di waktu yang tidak tepat.
"Boleh duduk?" tanya Riko dingin.
"Emb, iya." Riana tersadar dari lamunannya tentang masa lalu.
Riko duduk di depan Riana terasa atmosfer begitu dingin yang ia pancarkan. Riana tersenyum sangat manis di hadapan Riko. Riko tidak mau terbawa suasana.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Riana dengan lembut.
"Aa! Dia tidak berubah, tetap lembut. Di lihat juga makin cantik." Riko hanya bisa membatin.
"Emb, saya yang akan mengintrogasi Anda, tentang 2 orang wanita semalam, apa benar, 2 wanita tersebut lengannya sakit semua?" tanya Riko tetap dingin dan tegas.
"Atas nama siapa?" Riana berbalik bertanya karena pasiennya banyak dari kemarin.
"Resa dan Bella, saya mohon Anda menjawab dengan jujur."
"Sebentar, saya lihat data mereka terlebih dahulu. Walaupun sebenarnya ini privasi," balas Riana mengecek buku pasien yang semalam.
Ini penjelasan tentang pentingnya informasi rekam medis bersifat rahasia karena hal ini menjelaskan hubungan yang khusus antara pasien dengan dokter, yang wajib dilindungi sesuai dengan kode etik kedokteran dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rekam medis itu sejatinya bersifat rahasia. Prinsip itu pula yang dianut pengelola rumah sakit selama ini, sehingga mereka cenderung menolak permintaan atas rekaman medis. Sikap demikian bisa jadi dipengaruhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 749A/Menkes/Per/XII/1989 Tahun 1989 tentang Rekam Medik/Medical Records.
Pengaturan mengenai rekam medis dapat kita jumpai dalam Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (“UU Praktik Kedokteran”) yang mengatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. Arti rekam medis itu sendiri menurut penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
"Aa! Ketemu!" seru Riana setelah mendapatkan rekam medis Resa dan Bella.
"Kabari aku, segera. Aku akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk Mama." Luis berdiri lalu pergi."Apa kamu!" Rosa pergi meninggalkan Leo yang sendirian di ruangan Luis."Sensitif banget, jadi perempuan. Apa lagi PMS." Leo masih setia duduk di sofa.Setelah menggerutu Leo mengambil ponselnya di dalam saku celana. Leo lalu menelepon Riko terlebih dahulu untuk membantunya untuk menyelidiki kasus penyerangan Rosa. Berkali-kali menelepon Riko tidak diangkat membuat Leo sedikit kesal."Halo!" Leo sedikit meninggi."Kenapa, Le." Riko dengan santai."Ke mana aja, sih? Di telepon dari tadi nggak diangkat.""Sorry, aku lagi tugas penyelidikan. Soalnya habis ada pembunuhan.""Tuan Luis, meminta kamu menyelidiki sesuatu.""Di mana?" tanya Riko mulai antusias."Di rumah sakit Ahmad Yani, di bagian dokter tulang. Aku tidak mau tahu, kamu harus selidiki itu, nama pasien yang berobat, adalah Resa dan Bella."Tut! Tut!Telepon yang dimatikan oleh Leo begitu saja membuat Riko kesal, menurutnya tidak
"Kabari aku, segera. Aku akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk Mama." Luis berdiri lalu pergi."Apa kamu!" Rosa pergi meninggalkan Leo yang sendirian di ruangan Luis."Sensitif banget, jadi perempuan. Apa lagi PMS." Leo masih setia duduk di sofa.Setelah menggerutu Leo mengambil ponselnya di dalam saku celana. Leo lalu menelepon Riko terlebih dahulu untuk membantunya untuk menyelidiki kasus penyerangan Rosa. Berkali-kali menelepon Riko tidak diangkat membuat Leo sedikit kesal."Halo!" Leo sedikit meninggi."Kenapa, Le." Riko dengan santai."Ke mana aja, sih? Di telepon dari tadi nggak diangkat.""Sorry, aku lagi tugas penyelidikan. Soalnya habis ada pembunuhan.""Tuan Luis, meminta kamu menyelidiki sesuatu.""Di mana?" tanya Riko mulai antusias."Di rumah sakit Ahmad Yani, di bagian dokter tulang. Aku tidak mau tahu, kamu harus selidiki itu, nama pasien yang berobat, adalah Resa dan Bella."Tut! Tut!Telepon yang dimatikan oleh Leo begitu saja membuat Riko kesal, menurutnya tidak
"Sayang, badan kamu panas sekali, Nak." Lira meneteskan air matanya."Gino pusing, Ma," ucap Gino, bocah berumur 4 tahun itu."Sabar ya, Mama telepon Papa dulu, agar cepat pulang." Lira panik."Baik, Ma," jawab Gino dengan suara menggigil.Lira keluar dari kamar Gino, dia mencari ponselnya. "Akhirnya ketemu juga," gumam Lira. Ternyata sang suami sudah pulang dengan keadaan mabuk."Mas!" teriak Lira panik melihat keadaan suaminya yang mabuk berat.Lira dengan telaten membawanya masuk ke dalam kamar mereka berdua. Lira merebahkan tubuh Randi ke ranjang. Lira mencium alkohol yang sangat menyengat di hidungnya."Astaga Mas. Kapan kamu bisa berubah, sih?" tanya Lira pada Randi yang sudah tidak sadarkan diri.Lira kembali ke kamar Gino, lalu menggendongnya. Lira berinisiatif untuk membawa Gino ke rumah sakit. Karena suhu tubuhnya tidak turun-turun."Mama kita mau ke mana?" tanya Gino yang berada di gendongan Lira."Kita ke rumah sakit ya, Sayang. Mama khawatir denganmu! Jika terjadi sesuatu
"Kabari aku, segera. Aku akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk Mama." Luis berdiri lalu pergi."Apa kamu!" Rosa pergi meninggalkan Leo yang sendirian di ruangan Luis."Sensitif banget, jadi perempuan. Apa lagi PMS." Leo masih setia duduk di sofa.Setelah menggerutu Leo mengambil ponselnya di dalam saku celana. Leo lalu menelepon Riko terlebih dahulu untuk membantunya untuk menyelidiki kasus penyerangan Rosa. Berkali-kali menelepon Riko tidak diangkat membuat Leo sedikit kesal."Halo!" Leo sedikit meninggi."Kenapa, Le." Riko dengan santai."Ke mana aja, sih? Di telepon dari tadi nggak diangkat.""Sorry, aku lagi tugas penyelidikan. Soalnya habis ada pembunuhan.""Tuan Luis, meminta kamu menyelidiki sesuatu.""Di mana?" tanya Riko mulai antusias."Di rumah sakit Ahmad Yani, di bagian dokter tulang. Aku tidak mau tahu, kamu harus selidiki itu, nama pasien yang berobat, adalah Resa dan Bella."Tut! Tut!Telepon yang dimatikan oleh Leo begitu saja membuat Riko kesal, menurutnya tidak
"Kabari aku, segera. Aku akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk Mama." Luis berdiri lalu pergi."Apa kamu!" Rosa pergi meninggalkan Leo yang sendirian di ruangan Luis."Sensitif banget, jadi perempuan. Apa lagi PMS." Leo masih setia duduk di sofa.Setelah menggerutu Leo mengambil ponselnya di dalam saku celana. Leo lalu menelepon Riko terlebih dahulu untuk membantunya untuk menyelidiki kasus penyerangan Rosa. Berkali-kali menelepon Riko tidak diangkat membuat Leo sedikit kesal."Halo!" Leo sedikit meninggi."Kenapa, Le." Riko dengan santai."Ke mana aja, sih? Di telepon dari tadi nggak diangkat.""Sorry, aku lagi tugas penyelidikan. Soalnya habis ada pembunuhan.""Tuan Luis, meminta kamu menyelidiki sesuatu.""Di mana?" tanya Riko mulai antusias."Di rumah sakit Ahmad Yani, di bagian dokter tulang. Aku tidak mau tahu, kamu harus selidiki itu, nama pasien yang berobat, adalah Resa dan Bella."Tut! Tut!Telepon yang dimatikan oleh Leo begitu saja membuat Riko kesal, menurutnya tidak
"Kabari aku, segera. Aku akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk Mama." Luis berdiri lalu pergi."Apa kamu!" Rosa pergi meninggalkan Leo yang sendirian di ruangan Luis."Sensitif banget, jadi perempuan. Apa lagi PMS." Leo masih setia duduk di sofa.Setelah menggerutu Leo mengambil ponselnya di dalam saku celana. Leo lalu menelepon Riko terlebih dahulu untuk membantunya untuk menyelidiki kasus penyerangan Rosa. Berkali-kali menelepon Riko tidak diangkat membuat Leo sedikit kesal."Halo!" Leo sedikit meninggi."Kenapa, Le." Riko dengan santai."Ke mana aja, sih? Di telepon dari tadi nggak diangkat.""Sorry, aku lagi tugas penyelidikan. Soalnya habis ada pembunuhan.""Tuan Luis, meminta kamu menyelidiki sesuatu.""Di mana?" tanya Riko mulai antusias."Di rumah sakit Ahmad Yani, di bagian dokter tulang. Aku tidak mau tahu, kamu harus selidiki itu, nama pasien yang berobat, adalah Resa dan Bella."Tut! Tut!Telepon yang dimatikan oleh Leo begitu saja membuat Riko kesal, menurutnya tidak
"Kabari aku, segera. Aku akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk Mama." Luis berdiri lalu pergi."Apa kamu!" Rosa pergi meninggalkan Leo yang sendirian di ruangan Luis."Sensitif banget, jadi perempuan. Apa lagi PMS." Leo masih setia duduk di sofa.Setelah menggerutu Leo mengambil ponselnya di dalam saku celana. Leo lalu menelepon Riko terlebih dahulu untuk membantunya untuk menyelidiki kasus penyerangan Rosa. Berkali-kali menelepon Riko tidak diangkat membuat Leo sedikit kesal."Halo!" Leo sedikit meninggi."Kenapa, Le." Riko dengan santai."Ke mana aja, sih? Di telepon dari tadi nggak diangkat.""Sorry, aku lagi tugas penyelidikan. Soalnya habis ada pembunuhan.""Tuan Luis, meminta kamu menyelidiki sesuatu.""Di mana?" tanya Riko mulai antusias."Di rumah sakit Ahmad Yani, di bagian dokter tulang. Aku tidak mau tahu, kamu harus selidiki itu, nama pasien yang berobat, adalah Resa dan Bella."Tut! Tut!Telepon yang dimatikan oleh Leo begitu saja membuat Riko kesal, menurutnya tidak
"Kabari aku, segera. Aku akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk Mama." Luis berdiri lalu pergi."Apa kamu!" Rosa pergi meninggalkan Leo yang sendirian di ruangan Luis."Sensitif banget, jadi perempuan. Apa lagi PMS." Leo masih setia duduk di sofa.Setelah menggerutu Leo mengambil ponselnya di dalam saku celana. Leo lalu menelepon Riko terlebih dahulu untuk membantunya untuk menyelidiki kasus penyerangan Rosa. Berkali-kali menelepon Riko tidak diangkat membuat Leo sedikit kesal."Halo!" Leo sedikit meninggi."Kenapa, Le." Riko dengan santai."Ke mana aja, sih? Di telepon dari tadi nggak diangkat.""Sorry, aku lagi tugas penyelidikan. Soalnya habis ada pembunuhan.""Tuan Luis, meminta kamu menyelidiki sesuatu.""Di mana?" tanya Riko mulai antusias."Di rumah sakit Ahmad Yani, di bagian dokter tulang. Aku tidak mau tahu, kamu harus selidiki itu, nama pasien yang berobat, adalah Resa dan Bella."Tut! Tut!Telepon yang dimatikan oleh Leo begitu saja membuat Riko kesal, menurutnya tidak
"Kabari aku, segera. Aku akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk Mama." Luis berdiri lalu pergi."Apa kamu!" Rosa pergi meninggalkan Leo yang sendirian di ruangan Luis."Sensitif banget, jadi perempuan. Apa lagi PMS." Leo masih setia duduk di sofa.Setelah menggerutu Leo mengambil ponselnya di dalam saku celana. Leo lalu menelepon Riko terlebih dahulu untuk membantunya untuk menyelidiki kasus penyerangan Rosa. Berkali-kali menelepon Riko tidak diangkat membuat Leo sedikit kesal."Halo!" Leo sedikit meninggi."Kenapa, Le." Riko dengan santai."Ke mana aja, sih? Di telepon dari tadi nggak diangkat.""Sorry, aku lagi tugas penyelidikan. Soalnya habis ada pembunuhan.""Tuan Luis, meminta kamu menyelidiki sesuatu.""Di mana?" tanya Riko mulai antusias."Di rumah sakit Ahmad Yani, di bagian dokter tulang. Aku tidak mau tahu, kamu harus selidiki itu, nama pasien yang berobat, adalah Resa dan Bella."Tut! Tut!Telepon yang dimatikan oleh Leo begitu saja membuat Riko kesal, menurutnya tidak
"Kabari aku, segera. Aku akan pergi ke rumah sakit, untuk menjenguk Mama." Luis berdiri lalu pergi."Apa kamu!" Rosa pergi meninggalkan Leo yang sendirian di ruangan Luis."Sensitif banget, jadi perempuan. Apa lagi PMS." Leo masih setia duduk di sofa.Setelah menggerutu Leo mengambil ponselnya di dalam saku celana. Leo lalu menelepon Riko terlebih dahulu untuk membantunya untuk menyelidiki kasus penyerangan Rosa. Berkali-kali menelepon Riko tidak diangkat membuat Leo sedikit kesal."Halo!" Leo sedikit meninggi."Kenapa, Le." Riko dengan santai."Ke mana aja, sih? Di telepon dari tadi nggak diangkat.""Sorry, aku lagi tugas penyelidikan. Soalnya habis ada pembunuhan.""Tuan Luis, meminta kamu menyelidiki sesuatu.""Di mana?" tanya Riko mulai antusias."Di rumah sakit Ahmad Yani, di bagian dokter tulang. Aku tidak mau tahu, kamu harus selidiki itu, nama pasien yang berobat, adalah Resa dan Bella."Tut! Tut!Telepon yang dimatikan oleh Leo begitu saja membuat Riko kesal, menurutnya tidak
"Sayang, badan kamu panas sekali, Nak." Lira meneteskan air matanya."Gino pusing, Ma," ucap Gino, bocah berumur 4 tahun itu."Sabar ya, Mama telepon Papa dulu, agar cepat pulang." Lira panik."Baik, Ma," jawab Gino dengan suara menggigil.Lira keluar dari kamar Gino, dia mencari ponselnya. "Akhirnya ketemu juga," gumam Lira. Ternyata sang suami sudah pulang dengan keadaan mabuk."Mas!" teriak Lira panik melihat keadaan suaminya yang mabuk berat.Lira dengan telaten membawanya masuk ke dalam kamar mereka berdua. Lira merebahkan tubuh Randi ke ranjang. Lira mencium alkohol yang sangat menyengat di hidungnya."Astaga Mas. Kapan kamu bisa berubah, sih?" tanya Lira pada Randi yang sudah tidak sadarkan diri.Lira kembali ke kamar Gino, lalu menggendongnya. Lira berinisiatif untuk membawa Gino ke rumah sakit. Karena suhu tubuhnya tidak turun-turun."Mama kita mau ke mana?" tanya Gino yang berada di gendongan Lira."Kita ke rumah sakit ya, Sayang. Mama khawatir denganmu! Jika terjadi sesuatu