Xue Yao masuk ke dalam dapur, melihat Lu Jin sedang duduk bersama Yan Se. Lu Jin menatap Xue Yao dengan pandangan tajam dan menusuk sementara Yan Se menatapnya dengan kekaguman yang begitu jelas. Dasar pria busuk—tunggu saja pembalasanku batin Xue Yao sambil mengangkat satu alisnya dan berlalu melewati mereka berdua. Mo Fan Wan duduk di sudut dapur dengan Chen Yu, begitu melihat Xue Yao ia langsung berdiri dan menghampirinya.
“Tuan ketigabelas mau makan apa? Biar saya ambilkan” tawarnya.
“Tidak perlu! Aku bisa sendiri.” Jawab Xue Yao acuh dan setelah mendapatkan apa yang ia inginkan langsung berbalik pergi.
Ia menatap Lu Jin sambil berpikir saat melangkah keluar dari dapur, bagaimana cara membalas pria brengsek itu tanpa harus membuat Xue Ling sedih. Dewa! HAH!
Xue Yao membuka pintu dengan perlahan, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar, Xue Ling tidak ada, pintu kamar mandi tertutup, Xue Yao mengangguk puas. Ia mengun
Xue Ling berusaha mendorong Xue Yao namun tubuh pria itu tidak bergeming. Pria itu justru mengerang merasakan dadanya yang tersentuh. Xue Ling menarik tangannya dengan segera namun sudah terlambat. Xue Yao menerkamnya seperti hewan buas. Hewan buas yang kelaparan. Xue Ling menolaknya namun hanya sebentar. Saat kedua tangan gadis itu merangkulnya Xue Yao semakin menggila. Xue Yao mengangkat Xue Ling hingga gadis itu duduk dipangkuannya di dalam air membuatnya semakin leluasa mencumbunya. Gambaran yang ia bayangkan saat membayangkan gadis itu meneriakkan namanya, ternyata jauh lebih indah saat ia melihatnya dan membuatnya semakin tidak dapat mengendalikan dirinya. Xue Yao merasakan dirinya meledak lalu ambruk dengan napas memburu. Ia memeluk Xue Ling dengan tubuh gemetar. Xue Yao menatap wajah Xue Ling yang memerah dan masih panas karena percintaan mereka. Mencium kening, mata dan pipi gadis itu dan berbisik “Aku mencintaimu” lalu mencium bibirnya yang bengkak.Xue
Ia memang lelah, tapi—.“Aku lapar.”Eh! Xue Yao mengerjap. Lapar? Batinnya membeo. Dan ia teringat pada makanan yang ia bawa dari dapur. Xue Yao menyeringai nakal.Xue Yao turun dari ranjang, melangkah ke lemari, mengambil bajunya dan baju untuk Xue Ling juga.“Berapa banyak pakaian yang sudah kau buatkan untukku?”Xue Ling bergegas berpakaian. “Sepertinya sudah 8 pasang.”Xue Yao duduk di depan meja, menyangga dagunya dengan satu tangan, menatap Xue Ling yang sedang berpakaian membuat gadis itu tersipu malu. Xue Yao tersenyum puas dan bahagia. “Apa rencanamu dengan pakaian itu?”Xue Ling menyusul Xue Yao, mereka duduk berhadapan. “Mengirimnya ke ibu kota, tentu saja.”Tatapan Xue Yao terpaku pada Xue Ling. Xue Ling makan dengan lahap meskipun makanannya sudah dingin. Tapi, sejak kecil memang Xue Ling tidak pernah rewel jika menyangkut makanan. Apapun asalkan da
“Kalau aku tidak apa?” potong Xue Yao cepat. Tatapan lembut. “Mencumbumu?”“Hentikan!” protes Xue Ling sambil mendorong Xue Yao. Xue Yao tidak bergeming.“Tapi aku suka sekali mencumbumu?” bisiknya penuh gairah. “Kau sudah makan, aku juga sudah tidak lelah. Apakah—“Benar-benar mesum. Xue Ling memukul dada Xue Yao kesal dan malu.Xue Yao tersenyum. Mengecup kening Xue Ling. “tapi itu bisa menunggu. Sekarang yang harus kita lakukan adalah segera menikah.”“Aku tidak mau menikah!”“Kenapa?”“Pokoknya tidak mau!”“Beri aku alasan. Dan sebaiknya alasanmu bagus. Jangan membuatku kesal dan marah.” Ancam Xue Yao. ““Karena aku yakin, kau ingin menikahiku hanya karena ingin membujukku pulang, bukan?“Xue Yao terperanjat. “Apa yang membuatmu berpikir begitu. Bukankah sudah ku
Xue Yao tidak dapat membantah. Xue Ling benar. Tidak dapat dimaafkan. Xue Yao menatap Xue Ling lalu memeluknya dengan erat. “Maafkan aku.” Bisiknya pelan. “Kurasa aku pantas dimaafkan. Tidak mungkin, bukan, hanya karena kebodohanku yang itu, kau melupakan semua hal yang kulakukan untukmu?” pembelaan diri yang sangat lemah, namun Xue Yao tidak dapat menemukan pembelaan diri yang lebih baik. Xue Ling adalah gadis yang penuh belas kasih, baik hati dan selalu patuh padanya.“Aku begitu patah hati saat Tuan Muda mengenalkan nona Mo Fan Wan. Bisakah Tuan Muda bayangkan perasaanku saat itu?”Xue Yao mengutuk dirinya sendiri. “Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi.”“Jangan memberi janji yang tidak dapat ditepati!”“Aku bersungguh-sungguh. Tunggu sebentar—“ Xue Yao melepaskan pelukannya, ia melangkah ke tempat Panah Kometnya, membuka tutupnya dan mengambil sesuatu di dalamnya. Ia
Xue Yao berkedip. Entah apa yang akan terjadi padanya jika ia tidak menemukan Xue Ling. Mungkin ia sudah mati. Karena saat itu ia sudah bertekad untuk mati. Xue Ling lah yang menyelamatkannya. “Justru aku yang beruntung menemukanmu. Kau menyelamatkan aku.”Xue Ling menatap tak mengerti.“Orang tuaku mati terbunuh oleh perampok yang datang ke desa. Mereka membantai penduduk desa. Saat aku menemukanmu, aku sedang memegang pedang dan berniat untuk mati membalas kematian orang tuaku pada para perampok itu. Saat itu aku baru berumur sembilan tahun. Anak tunggal.”Xue Ling membayangkan Xue Yao yang sedang berdiri memegang pedang, berlumuran darah ayah ibunya, matanya penuh tekad untuk mati membalaskan dendam.Xue Ling menyentuh wajah Xue Yao. “Saat itu Tuan Muda pasti sangat sedih.”Xue Yao menerawang mengingat saat yang menyedihkan itu. “Aku marah. Marah pada dunia yang begitu kejam. Lalu aku mendengar tangisanm
Xue Ling bergerak gelisah. Xue Yao mengeratkan genggamannya.Lu Jin tersenyum menatap Xue Ling. “Hari sudah hampir gelap. Kau tidak keluar kamar seharian, membuatku cemas. Aku sudah menyuruh Yao-Yao menyiapkan makan malam. Pergilah ke halaman depan, Qinan sejak pagi menunggumu.”Qinan? Xue Yao mengerutkan kening. Terdengar seperti nama pria.“Qinan?” gumam Xue Ling lalu mata gadis itu membelalak. Ia menutup mulut dengan satu tangan. Hari ini dia berjanji akan menemani pria itu mencari bunga api di tebing sebelah barat kuil.“Tuan Muda, bisakah kau menungguku sebentar? Ada yang harus kulakukan.” Xue Ling melepaskan genggaman tangan Xue Yao tapi Xue Yao tidak membiarkannya. Xue Ling mendongak menatap Xue Yao. “Tuan Muda, tolonglah. Aku sudah berjanji akan membantunya. Qinan, dia temanku. Adiknya sakit dan membutuhkan bunga api. Beberapa hari yang lalu aku melihat bunga api di tebing sebelah barat—“
Xue Yao melihat tempat yang ditunjuk oleh Xue Ling. Ia melihat bunga yang dimaksud oleh Xue Ling.Xue Ling melangkah maju, menarik Qinan ke sisinya. “Ada di sana, Qinan…. Perhatikan baik-baik!”Tubuh Xue Yao menegang. Ia menarik kerah belakang baju Xue Ling, menarik gadis itu kembali ke sampingnya dan memeluknya.Qinan melotot pada Xue Yao yang dibalas Xue Yao hanya dengan mengangkat satu alisnya. “Pergilah sebelum aku marah.” Kata Xue Yao pelan.Xue Ling melotot pada Xue Yao lalu menoleh pada Qinan. “Jangan dengarkan dia.” Xue Ling melepaskan pelukan Xue Yao lalu melangkah ke samping Qinan kembali. Tidak memperdulikan Xue Yao. “Jika kita melewati tepian itu,” Xue Ling menunjuk retakan tebing yang sedikit menonjol. “kurasa kita bisa menjangkau bunga api itu.”Membayangkan Xue Ling berjalan di jalan sesempit itu membuat Xue Yao ngeri. Ia begidik.“Tidak boleh!” Xue
“Adiknya begitu manis dan baik hati, namanya Qin Yiren. Dia mempunyai lesung pipi. Saat berumur sembilan tahun, dia terjatuh dan kakinya menjadi lumpuh. Keluarganya sudah membawanya berobat kemana-mana. Lalu ada seorang tabib yang sangat hebat, dia bilang dapat menyembuhkan Qin Yiren, tapi tabib itu bilang bahwa ia membutuhkan bunga api. Aku begitu menyukai Qin Yiren. Sungguh sangat di sayangkan jika Qin Yiren tidak dapat berjalan kembali.”Xue Yao masih cemberut. Selalu saja memikirkan orang lain.“Bukankah ini takdir? Bunga api itu ada di seberang jurang, dan kebetulan aku bisa menjangkaunya!” wajah Xue Ling begitu antusias.Xue Yao menghela napas. Sungguh tidak masuk akal. “Dengar! Kau pikir tabib macam apa yang berkata bahwa sebuah bunga dapat menyembuhkan kelumpuhan?”“Tentu saja tabib yang—““Tidak ada!!!. Hanya penipu yang dapat menjanjikan hal yang tidak masuk akal!” Xue Yao