Share

chapter 5 . salah tuduh

sudah seminggu ini jani bekerja di rumah mewah majikan nya itu. sampai saat ini dia belum bertemu sama sekali dengan sosok pria yang menjadi majikan nya itu. entah sampai kapan sosok itu akan pulang ke rumah ini.

"pak udin, lagi ngapain? " tanya jani yang menghampiri pak udin yang terlihat sibuk itu. entah apa yang sedang pria setengah baya itu lakukan.

"ini neng, pagar nya macet nggak bisa dorong. roda kayanya harus di ganti ini" ucap nya yang masih fokus mengutak-atik gerbang depan rumah.

"oalah gitu toh. nggak panggil tukang aja pak? " tanya jani.

"nanti saja tunggu bos. soal nya ini bukan sembarangan gerbang bapak takut salah" ucap pak udin.

saat tengah asyik melihat pak udin, tak sengaja dia melihat eca yang tengah membawa keranjang kosong.

"eca" panggil jani. sambil menghampiri eca yang sudah menghentikan langkah kakinya itu.

"mau kemana ca? " tanya jani.

"mau ke pasar. mau ikut? " tanya eca.

kebetulan jani belum keluar rumah sama sekali, dia tidak tahu daerah sini.

"boleh deh " ucap jani. setelah berpamitan dengan pak udin jani pun ikut ke pasar dengan eca .

"kita jalan kaki aja ya dekat juga tempatnya " ucap eca.

jani pun mengangguk. mereka berdua menuju pasar tradisional di daerah itu ternyata bukan cuma pasar tradisional. pasar itu juga berdampingan dengan swalan besar.

eca pun mengajak jani menuju pasar tradisional. kata eca di pasar tradisional harganya lebih murah dan terjangkau. kualitas nya juga hampir sama dengan yang berada di swalan.

eca pun menghentikan langkahnya di salah satu pedagang bumbu-bumbu tradisional. dia membeli berbagai aneka bumbu masak. mulai dari cabe, bawang, hingga perkunyitan.

"kamu nggak belanja? " tanya eca.

"enggak, aku belum berani belanja. bos aku masih belum balik" ucap jani.

eca yang mendengar itu hanya menganggukkan kepala nya. setelah selesai di perbumbuan, eca mengajak jani ke pedagang sayuran segar.

hampir satu jam mereka berada di pasar. karna hari juga masih pagi, dan mereka belum sempat sarapan pun lantas menuju ke warung bakso.

" kok tumben tuan pengadil belum pulang? " tanya eca setelah mereka duduk. dan menikmati semangkok bakso yang masih mengepul itu.

"aku nggak tahu. mungkin kerjaan nya belum kelar" ucap jani.

"eh eca emang biasa gini belanja di pasar? " tanya jani.

"iya bos gue suka banget makan. sampai-sampai kalo gue belum siapin makanan bisa -bisa gue yang dimakan" ujarnya sambil terkekeh.

"ngeri dong " ucap jani sambil tersenyum.

mereka pun melanjutkan sarapan alias makan bakso itu dengan nikmatnya. saat mereka masih menikmati bakso itu, eca melihat sosok itu tengah menatapnya.

"waduh gawat. mati gue" ucapnya dalam hati.

"eh jani udah pulang yuk. keburu bos gue balik bisa di gulung gue nanti" ucap eca.

jani yang bingung pun hanya bisa menuruti ucapan eca. meski banyak rasa penasaran yang terlintas di kepalanya.

setelah membayar mereka bergegas pulang. bahkan dengan tak sabaran eca sampai menarik tangan jani.

akhirnya setelah tergesa-gesa berjalan mereka sampai di rumah masing-masing. jani yang sebenarnya kepo hanya bisa diam saat melihat raut khawatir eca.

"udah neng? " tanya pak udin saat jani memasuki rumah.

"udah pak. nih jani punya jajanan pasar buat bapak" ucap jani sambil menyerahkan kue tradisional. memang tadi sebelum ke warung bakso jani melihat ada ibu-ibu jualan kue jadi dia beli.

"wah makasih loh neng" ucap pak udin.

jani hanya mengangguk. lalu masuk ke dalam rumah,untung nya dia sudah menyelesaikan pekerjaan nya saat pergi ke pasar.

waktu berlalu dengan cepat matahari senja sudah terlihat. jani yang memang sudah mandi dan menyelesaikan pekerjaan nya lantas memasuki kamar. rasanya lelah , dia memang terbiasa jika sudah bekerja pasti akan menghabiskan waktu di kamar.

sementara di lain tempat Aksa tengah membereskan barang-barang nya di villa tempat nya menginap.

hari ini dia akan pulang ke rumah miliknya sudah seminggu lebih dia meninggalkan rumah miliknya. kasian mbok yang jaga sendirian.

kini dirinya sudah berada di mobil pribadi miliknya dengan pak anton sebagai supirnya. dia sedang tidak ingin menyetir sendiri.

"langsung ke rumah saya saja pak" ucap nya pada pak anton.

"baik tuan"

harusnya hari ini dia mampir ke rumah ibunya. tapi karena lelah sudah menghampiri , mungkin besok pagi saja dirinya akan kerumah orang tuanya.

tak terasa dua jam perjalanan ditempuh . kini Aksa sudah memasuki area perumahan pelita miliknya. gerbang hitam tinggi menjulang sudah berada di depan mobilnya.

pak satpam yang tahu bahwa hari ini tuan nya pulang pun bergegas membuka gerbang. dengan sedikit dorongan Ektra akhirnya gerbang tersebut terbuka.

"pak" ucap pak satpam.

Aksa hanya tersenyum. dia pun turun dari mobil dan memasuki rumahnya dengan membuka kunci pintu lewat kunci cadangan yang dia bawa.

sepi dan gelap. itulah yang dia rasakan saat memasuki rumah . rasa haus yang menyapa membuat Aksa akhirnya melangkah kan kaki nya menuju dapur.

karna hari sudah malam dia tahu bahwa mbok yang bekerja di rumah nya pasti sudah tertidur.

tidak mungkin dia medodok pintu kamar mbok hanya karna sebuah air minum.

di ambilnya air dari dispenser . di teguk nya air membuat tenggorokan nya yang kering kini terbasahi sempurna.

sementara itu jani yang memang kebelet pipis lantas bangun dari tidurnya. menuju dapur dimana letak kamar mandi bagi art.

saat di tengah jalan jani kaget setengah mati. siapa pria yang tengah berada di dapur itu.

"Jangan-jangan maling. nggak mungkin pak udin gagah banget" ucapnya sedikit takut.

dia mencoba mencari alat sebagai pelindung diri. untung nya ada sebuah sapu yang tak jauh dari tempatnya. di ambilnya sapu tersebut dan berjalan pelan-pelan menuju sosok itu

"hiya"

buk.. buk.. buk

suara pukulan terdengar jelas, jani dengan brutal memukul sosok pria itu.

Aksa yang kaget dirinya dipukul, berusaha mengelak. dengan sekali tarikan dia menjatuhkan jani ke lantai dan mengukungnya.

"siapa kamu? " tanya mereka bebarengan.

"ck.lepaskan saya. siapa kamu masuk ke rumah majikan saya? " tanya jani sambil terus meronta. berusaha melepas kan diri dari kungkungan Aksa.

majikan?

lah mbok iyem mana?

Aksa yang menyadari dengan cepat bangun dan berdiri. "kamu ikut saya ke depan" ucap Aksa dan melangkah kan kainya menuju ke ruang tamu.

jani yang bingung hanya menurut saja. dia pun mendudukan dirinya saat Aksa menyuruhnya duduk.

"mbok iyem mana? " tanya Aksa to the point.

"apa urusan nya sama kamu? " judes jani.

Aksa yang mendengar itu hanya menaikan salah satu alisnya. " saya yang punya rumah ini" ucap nya jujur.

apa.. dia bos gue?

t-ttapi bukan kah eca bilang bos gue udah tua, ubanan, budeg, jalan nya bongkok?

"masa apa buktinya? " tanya jani yang masih tidak percaya.

"buktinya saya bisa masuk ke rumah ini" ucap Aksa yang sudah mulai kesal. bukan nya istirahat malah sidang lagi.

"nih kunci nya , jika kamu menuduh saya maling" ucap Aksa.

mati akuh jerit jani. alamak baru juga kerja seminggu udah mau di pecat aja.

"bapak tapi kata eca bapak yang punya rumah udah ubanan, budeg, jalanya bongkok" ucap jani jujur.

"makanya saya nggak tahu. maaf ya pak jangan pecat saya. saya benar-benar nggak tahu" ucap jani sambil memohon di depan Aksa.

"hah akan saya pikirkan" ucap Aksa lalu berdiri dari duduk nya .

"bapak mau kemana. saya obati ya pak" ucap jani. dia sangat merasa bersalah dengan ke jadian ini.

"tidak usah" ucap Aksa lalu berlalu meninggalkan jani seorang diri .

"eca awas besok pagi kamu aku bogem " ucap jani marah. bisa -bisanya dia kena tipu dan bisa nya eca tega menipunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status