Para lelaki yang badannya basah kuyup karena keringat, terlihat masih membahas kebobolannya gawang Zeino yang menyebabkan kekalahan tim mereka. Sebagai hukuman, mereka harus menanggung biaya sewa lapangan dan semua makan dan minum kedua tim sore itu. Begitulah kesepakatan taruhan antar tim setiap minggunya.
Dito tentu saja menjadi yang paling semangat mengungkit-ngungkit kejadian terpecahnya konsentrasi Zeino. Aksi saling sindir pun terjadi. Kekalahan tim mereka itu sebenarnya tak terlalu serius, hanya saja sepertinya teman-teman Zeino menemukan hal baru untuk mem-bully pemuda itu.
“Bangkrut bandar, kalo tiap minggu ditungguin. Bisa bobol terus,” ledek Dito yang tahu pasti jika lengahnya Zeino karena sempat bermain mata dengan Zee.
“Baru dilirik doang, belum yang lain.” Shandy tak mau kalah menggoda pemuda yang tak berkutik itu.
“Ya mana tahu kita, kali aja yang lain udah.” Terbahak ketiga pemuda yang itu ka
Belakangan ini sepertinya Dewi Aphrodite, Si Dewi Cinta, sedang memusatkan perhatian pada percintaan Zee dan Zeino. Apa-apa yang menjadi buah pikiran gadis itu langsung terjawab dalam waktu yang tak terlalu lama. Seperti kegalauannya tentang status teman atau pacar, terjawab dengan tindakan Zeino di depan Melisa.Mungkin mantra Sang Dewi juga yang membuat Zeino lebih sabar saat menunggu Zee pulang kerja. Dan baru saja ia menyinggung tentang bertandang ke rumah pacarnya itu, satu hal lagi yang belum pernah terjadi selama sejarah masa jadian mereka, tiba-tiba Zeino mengatakan jika mamanya sedang menunggu mereka di rumah.Zee tak langsung mengiyakan ajakan Zeino. Gadis itu meminta waktu sebentar untuk ke kamar kecil. Tindakannya itu membuat Lulu, Rayesa dan Lampita berpura-pura ingin melakukan hal yang sama.“Sebentar ya, Kak. Aku ke toilet dulu,” pamit Zee.“Eh, ikut dong, kebelet juga nih.” Lulu pura-pura meringis se
Setelah kepergian Utari dan Talita, Zeino menekan kendali jarak jauh di kunci mobil yang berada di tangannya. Zee bersiap untuk menaiki kendaraan itu. Tapi ketika melihat Zeino membuka bagasi lalu mengeluarkan tas olahraganya, gadis itu menahan langkah. Ia mengeryit, tak menangkap arti tindakan Zeino.“Pulangnya nanti aja, ya.” Kalimat yang meluncur dari bibir Zeino makin menambah lipatan garis halus di kening Zee.“Zee!” Zeino menghentikan langkahnya ketika menyadari gadis yang datang bersamanya masih diam di tempat.“Ayo!” ajak Zeino sambil memberi isyarat agar Zee mengikutinya kembali masuk ke rumah.Gadis, yang sekarang tertular loading lamanya Lampita itu, menyeret langkah mengikuti pemuda yang menyandang tas olahraga. Setelah dekat, keduanya beriringan memasuki bangunan yang baru saja mereka tinggalkan.Sesampainya di ruang tamu, Zeino tetap mengayunkan langkah. Ia tak berhenti. Hal i
Gadis dengan rasa ingin tahu itu gugup. Jantungnya bergedup kencang. Seiring adrenalin memacu aliran darah dari perut ke kakinya, ia merasakan kupu-kupu beterbangan di sana. Bertambah tercegat liur di tenggorokannya ketika telapak tangan kanan Zeino meraup pipinya tanpa melepaskan pandangan mata. Waktu seakan berhenti berputar.Sejenak jaringan saraf di otak Zee juga berhenti memberi perintah pada sensor geraknya. Bahkan saat perlahan wajah Zeino makin mengurangi jarak. Ia masih terpaku. Kedua matanya bisa melihat sepasang bibir penuh Zeino yang khas hanya berjarak sebatas angin dengan bibirnya. Gadis itu tahu apa yang akan terjadi setelah ini, tapi ia seperti patung.Keduanya saat ini layaknya aktor dan aktris di dalam drama korea atau film romansa di mana adengan romantis setelah mengungkapkan kata suka itu akan diselingi oleh suara musik mendayu. Pose keduanya akan seperti slow motion atau diambil dari segala penjuru sebelum kedua bintang
Setelah menghabiskan dua hari libur mingguannya, Zee mendapat jadwal di shift pertama. Zeino yang mulai diminta mengisi waktu luangnya sebelum sidang skripsi untuk terlibat di showroom, masih menyempatkan diri untuk mengantar Zee bekerja. Pukul enam pagi pemuda itu sudah menepikan mobilnya di depan rumah pacarnya itu. Mengingat akan memerlukan waktu lebih lama jika menggunakan kendaraan roda empat, Zee telah berdandan lengkap dari rumah. Mulai dari riasan wajah dan cepolan rambut ala french twist telah menghias wajah dan kepalanya. Dengan begitu nanti ketika di hotel dia tinggal mengganti bajunya dengan seragam kerja. Tentunya Zeino tak singgah, karena harus memburu waktu yang tersisa 30 menit saja agar Zee tak terlambat. Pemuda itupun telah terlihat rapi dalam balutan seragam showroom yang berlengan pendek dan mencantumkan merek kendaraan yang mereka jual. Dengan paduan celana jeans berwarna krem membuatnya terlihat lebih casual untuk u
Tak terasa hampir delapan jam Zefanya menunaikan kewajibannya sebagai seorang Guest Relation Officer. Hingga tibalah waktu tiga puluh menit sebelum pergantian shift. Saat di mana tim Front Office melakukan briefing sekaligus handover pekerjaan pada shift selanjutnya. Sementara serah terima pekerjaan secara tertulis telah diselesaikan terlebih dahulu.“Baik, jika tidak ada pertanyaan lagi. Terima kasih untuk hari ini. Dan selamat bertugas untuk shift kedua. Jangan lupa, Smile and the world will smile back to you!”Kalimat ucapan terima kasih dan motivasi yang diucapkan Pak Rendy menjadi penutup sesi briefing sore.“Coz the world will be better when everybody smile!” balas tim Front Office serempak sambil melempar senyum satu sama lain.“Ok, yang lain boleh melanjutkan pekerjaan. Yang mau pulang hati-hati di jalan. Dan kamu Zee, stay dulu, ya,” perintah Front Office
Di sebuah bangku taman kota yang terletak di seberang jalan bangunan hotel megah, terlihat seorang gadis sedang duduk sambil bercengkrama dengan telepon genggamnya. Zee, gadis yang beberapa saat yang lalu mendapatkan kejutan beruntun dari atasannya itu, sengaja memilih menunggu di sana agar Zeino tak perlu memutar jauh untuk menghampiri. Selain itu pilihan menunggu di taman kota, bukan di area masuk karyawan, agar ia bisa menghindari ajakan rekan kerjanya yang masih berkumpul di sana. Biasanya setelah nongkrong mereka akan melanjutkan acara kumpul-kumpul lintas departemen itu ke tempat lain sebelum pulang. Dan tentu saja Zee tidak bisa, karena belakangan Zeino selalu menjemput. Sembari menunggu kedatangan Zeino, Zee berbagi kabar bahagia dengan ibu dan kakaknya. Semua kejutan yang diterimanya hari ini ia ceritakan. Mulai dari berhasilnya dia menjalani masa percobaan tiga bulan yang berbuah pengukuhan jabatannya sebagai Guest Relation Supervisor, program peng
Di sebuah kafe yang menjadi salah satu tempat nongkrong hits karena memiliki pemandangan lepas ke pantai, terlihat sekelompok muda-mudi yang sibuk bercengkrama. Terdengar percakapan sahut menyahut di antara mereka. Suara dentingan sendok dan garpu yang beradu dengan piring makan ikut melatar belakangi. Terkadang disertai derai tawa bercampur aksi saling goda. Setelah saling bertukar cerita tentang pekerjaan di taman kota, Zee juga membagi berita bahagia pada teman-teman di gengnya melalui grup chat. Hal itu membuat semuanya sepakat untuk merayakan keberhasilan Zee segera. Sangat kebetulan semua bisa datang. Jeromy dan Shandy yang juga sudah selesai bekerja tidak ada jadwal lembur hari ini. Dito, Lulu, Rayesa dan Lampita yang sedang menunggu sidang skripsi tentunya punya waktu luang yang banyak. “Gaji pertama makan-makan. Lulus masa percobaan makan-makan. Berarti setahun lagi pas udah jadi asisten manajer, kita makan-makan lagi nih, Zee,” celetuk Rayesa yang memang tu
Di sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Zee benar-benar tak mau membahas lagi tentang tugas ke luar kotanya. Gadis itu memilih memainkan telepon genggam, sekedar memeriksa notifikasi pesan atau apa yang sedang happening di dunia maya. Sementara Zeino menyibukan diri dengan kemudi. Keduanya kembali dilanda sunyi jika saja tak ada suara musik yang mengalun dari radio yang diputar. Begitu mendekati rumah minimalis berlantai dua di ujung komplek perumahannya, tak sengaja Zee melihat sebuah mobil berhenti di depan pagar. Lampu penerangan yang perpasang di depan rumah itu membantu Zee untuk mengamati penumpang yang turun dari kendaraan yang terasa asing baginya. “Siapa yang datang?” tanya Zee dalam hati begitu tahu jika dua orang wanita yang baru saja turun dari mobil ternyata masuk ke pekarangan rumahnya. Zeino menepikan mobilnya tak lama kemudian. Zee yang sudah bisa melihat dengan jelas tamu yang datang, dengan terburu - buru turun. Begitu juga dengan Zeino. Se