Ema nyengir lebar. Kemudian kembali mendudukkan bokongnya di sofa dengan nyaman. “Ini beneran mau kita diemin aja mereka?” tanya Ema. “Terus gue musti ngapain? Udah lah biarin aja mereka bacot sesuka hati.” “Nggak bisa gitu, dong, Ju. Nama baik lo jadi pertaruhan.” “Gue bukan artis, Em. Masa gue harus bikin konferensi pers buat nambahin bahan gosip mereka?” Ema mencebik. Ia gemas sekali dengan sikap Juda. “Tapi ini tetep harus dilurusin, Ju. Gue sakit hati banget ngeliat lo diginiin.” “Ntar dulu lah. Yang lebih urgent bukan itu.” Mata Ema membola lebih besar. “Lo kenapa terlibat masalah mulu sih, ASTAGA!” Erangan Ema terdengar sangat dramatis. “Masalah apa yang lebih penting daripada ngurusin martabat lo sebagai seorang cewek? Sumpah deh, Ju. Ini lo dituduh jadi pelakor dan lo masih mikir ada yang lebih urgent dari itu?” Juda memasang wajah datar. “Kalau misal lo sama Danis udah sampai tidur bareng, gue nggak kaget.” Bantal melayang tepat menegnai wajah Ema hingga wanita itu
Meski sudah berusaha mengulur-ulur waktu, Juda tidak bisa mengelak dari Danis yang sudah sejak kemarin gatal ingin segera menginterogasi dirinya tentang hubungan wanita itu dengan Guntur.“Wow,” kata Danis melihat tampilan Juda pagi itu.“Nggak usah komentar. Kamu ke sininya kepagian. Jadi, selamat menikmati penampilan cantik aku di pagi hari,” kata Juda dengan jemawa. Meski nadanya bercanda, Juda mengatakannya dengan ekspresi datar.Juda keluar dari kamar kos tanpa memedulikan tampilannya yang seperti gembel. Rambutnya mengembang dan mencuat sana sini seperti singa. Kausnya yang sudah lusuh berkat dimakan oleh waktu tampak kusut karena ia tidak bisa tidur hingga subuh dan hanya guling-guling tidak jelas di atas kasur. Baru saja Juda akan memejamkan mata, Ema tiba-tiba muncul di depan gerbang indekosnya dalam keadaan setengah mabuk dan mereka pun malah mengobrol tentang banyak hal hingga Juda melupakan niatnya untuk tidur.Ini memang sangat bukan Juda. Selain saat bersama Ema dan kelu
Di indekos yang Juda sewa, ada teras yang cukup lebar. Pemilik indekos menempatkan meja dan kursi di sana, yang memang khusus disediakan untuk para tamu yang datang berkunjung−sementara itu hanya keluarga yang boleh masuk sampai ke kamar. Dari teras, Juda tinggal berjalan ke sayap kiri untuk menuju dapur bersama yang sesungguhnya jarang Juda singgahi.Saat jarak di antara mereka berdua tinggal tiga meter, dari arah berlawanan mendadak muncul seorang laki-laki muda menyapa Juda dengan akrab. Juda mengobrol selama beberapa saat dengan laki-laki itu, yang kemudian pamit untuk pergi.“Jadi ini kos-kosan campur?” tanya Danis saat Juda meletakkan teko dan gelas di atas meja lalu duduk di kursi yang bersebarangan laki-laki itu.Juda menuangkan minuman ke masing-maisng gelas seraya mengangguk.“Kenapa nggak ngekos di kos-kosan yang khusus cewek aja?” Dari cara Danis bertanya tidak terdengar nada menghakimi. Sebab, Danis tahu, ia tidak berhak. Tidak ada yang salah juga tinggal di indekos campu
“Aku nggak suka kamu manggil aku begitu,” tukas Juda melenceng dari pembahasan. Tampak kekesalan membayangi wajahnya. “Aku nggak salah di sini, tapi kamu juga seolah mau mojokin aku. Tadi katanya kamu cuma mau tahu kan? Bukan mau marah-marah gini.”“Aku nggak marah, Ju. Kenapa kamu pikir aku marah sama kamu?”“Kamu marah kalau kamu udah mulai manggil aku Juda,” koreksi Juda.Danis menghela napas keras-keras. Seolah sedang berusaha menghilangkan ganjalan yang menyesaki jalan napasnya.“Aku beneran nggak marah. Aku cuma lagi mikirin dampak dari perbuatan kamu, Ju,” geram Danis dengan gemas.“I didn’t do anything wrong. Aku tuh cuma iseng, Danis. ” balas Juda bersikukuh. Sebab ia memang tidak melakukan sesuatu yang curang. Ia hanya sedang apes saja karena bertemu dengan lelaki beristri yang hobi berselingkuh.“Kalau kamu cuma iseng, kenapa kamu bisa sampai terlibat masalah ini?”Juda mendengkus. “Ya aku emang iseng, tapi kan tetep serius waktu swipe kanan swipe kiri.”Danis geleng-geleng
Tentu saja bukan respons itu yang Danis kira akan Juda lontarkan kepadanya. Danis sudah nyaris kalang kabut menyiapkan jawaban−jawaban bohong tentu saja, sebab Danis belum siap menjelaskan hubungannya dengan Renata yang kandas−jika Juda bertanya tentang statusnya.“Aku berharap kita berhasil ngelewatin satu bulan ini dan yakin buat melangkah ke jenjang yang lebih serius,” Danis menjawab diplomatis.Juda melotot. “Jangan gila! Aku nggak ingat kita pernah ngobrol soal melangkah ke jenjang yang serius atau apa pun itu.”“Jangan langsung panik gitu dong, Ju. Maksud aku, kita pacaran dulu. Sekarang kan kita statusnya masih magang.”Juda segera mengembuskan napas lega. “Kirain kamu langsung pengen nikah. Aku nggak siap kalau itu.”Danis tersenyum kecut. Tentu saja ia tidak akan menawarkan pernikahan kepada Juda dalam waktu dekat sebelum urusannya dengan Renata selesai. Danis hanya berharap jika perceraiannya dengan Renata tidak mengalami kendala dan bisa berlangsung dengan cepat tanpa banya
Tidak ada suara selama beberapa saat karena Juda baru mulai ‘konek’ dan seketika darahnya mendidih. “Kita?” Juda mengulang dengan sinis. “Aku nggak pernah bilang mau ketemu Grita sama kamu. aku juga nggak ada niat mau ketemu sama dia. So what is this? What are you trying to do without telling me?!” Juda menggeleng. Sebelum Danis menanggapi, ia melanjutkan, “Nah! At least ask me first before you make that fucking decision! Aku dari tadi udah bersikap sangat baik ke kamu dengan jawab semua pertanyaan menyudutkan dari kamu walaupun aku nggak punya kewajiban kasih kamu tahu. But, I did. I tell you everything because I believe in you! Sekarang kamu malah tiba-tiba bikin janji sama Grita yang di dalamnya melibatkan aku. You are really something, Danis! Kamu merasa berhak ikut campur urusanku dengan mereka hanya karena kita sekarang lagi dekat? Kamu udah kelewatan, Danis. Kamu bukan siapa-siapa. Kamu cuma orang luar yang kebetulan aku percayai buat berbagi cerita soal masalahku dengan Gunt
Juda melarikan pandangan ke sekeliling kamar setelah berhasil menenangkan diri akibat dari mimpi buruk yang menyapa tidur paginya. Juda nyaris mengucapkan sumpah serapah, namun menahan diri. Tidak satu atau dua kali Juda mengalami ini. Hampir setiap kali Juda tidur di lagi hari, ia pasti akan mendapatkan mimpi buruk yang bentuknya aneh-aneh. Suatu hari, Juda pernah tersesat di sebuah hutan belantara, dikejar-kejar zombie yang ingin memakannya. Juda terbangun dengan keadaan penuh keringat dan ngos-ngosan. Di lain waktu, Juda terjebak seorang diri di sebuah ruangan berbentuk kotak, tak berpintu maupun berjendela. Di sana Juda harus menyelamatkan diri dari kepungan berbagai macam ular yang seolah ingin menelannya hidup-hidup. Juda bangun dalam keadaan bersimbah peluh yang bercampur air mata. Sejak dulu, Juda sangat membenci ular sehingga saat mimpi itu datang, Juda seolah sedang menantang maut. Pernah juga Juda bermimpi sedang melaksanakan ujian di sekolah, sedang mengerjakan soal yang
“To be honest, gue sama Danis mau ketemu Grita.”Butuh beberapa detik bagi Ema untuk mencerna ucapan Juda sebelum memekik, “Lo mau ngapain ketemu Grita?! Mau jambak-jambakan?!”Juda berdecak malas.“Cuma mau ngelurusin masalah aja. Ini inisiatif Danis sih. Gue juga awalnya ogah. Tapi siapa tahu Grita bisa diajak ngobrol dengan kepala dingin.”Ema tampak khawatir saat menatap Juda. “Menurut gue sih enggak segampang itu. Lo tahu sendiri Grita anaknya gimana. Dia tuh temperamental banget dari dulu.”“Positive thinking aja. Siapa tahu dia udah bisa mengelola emosi dengan baik.”“Ju, kalau Grita bisa mengelola emosi dengan baik, lo sama dia nggak bakal ribut di restoran. Lo nggak bakal jadi bahan omongan temen-temen kita gara-gara rekaman video sialan yang disebarin oknum tolol.”Sejujurnya, Juda juga sangsi akan bisa bicara baik-baik dengan Grita.“At least I'm trying. Daripada gue cuma bengong di kamar, gue cuma bakal gatel pengen cek grup mulu, yang masih rame ngomongin gue dan bikin gu